Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2021 ini tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia adalah 4 persen atau berjumlah 10,86 juta jiwa dari tingkat angka kemiskinan nasional yang masih sebesar 10,14 persen atau sebanyak 27,54 juta jiwa. Sementara itu, tingkat kemiskinan ekstrem khususnya di wilayah pesisir relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya dan memiliki persoalan yang lebih kompleks.
“Tingkat kemiskinan di wilayah pesisir sebesar 4,19%, angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata nasional. Dari jumlah penduduk miskin ekstrem sebesar 10,86 juta jiwa, 12,5 persen atau 1,3 juta jiwa diantaranya berada di wilayah pesisir,” tutur Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat memimpin Rapat Penanganan Kemiskinan Ekstrem di Wilayah Pesisir di Istana Wapres, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 6 Jakarta Pusat, Selasa (21/12/2021).
Lebih jauh, Wapres menerangkan bahwa persoalan kemiskinan ekstrem di wilayah pesisir juga relatif lebih kompleks, karena kelompok miskin ekstrem di wilayah pesisir memiliki beberapa karakteristik. Pertama, dari aspek demografi, anggota rumah tangga miskin ekstrem di wilayah pesisir lebih besar dibandingkan wilayah lainnya dengan rata-rata umur kepala rumah tangga yang lebih produktif.
“Kedua, dari aspek pendidikan, kepala rumah tangga miskin ekstrem di wilayah pesisir sebagian besar tidak bersekolah dan hanya lulusan SD,” terangnya.
Selanjutnya yang ketiga, kata Wapres, dari aspek perumahan, kelompok miskin ekstrem di wilayah pesisir memiliki akses sanitasi, air bersih, dan penerangan yang kurang memadai jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.
“Kemudian (keempat), ketenagakerjaannya sebagian besar memiliki pekerjaan namun terkonsentasi pada kelompok yang berusaha sendiri atau berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap atau tidak dibayar,” ujarnya.
Kelima, dari aspek infrastruktur, menurut Wapres akses sistem komunikasi, jasa pengiriman, dan penerangan di wilayah pesisir perlu diperbaiki.
“(Keenam), kerentanan relatif lebih rawan terutama terkait dengan gizi buruk dan keberadaan pemukiman kumuh atau di bantaran sungai. Akses layanan dasar, akses sekitar kesehatan relatif lebih buruk, terutama terkait rumah sakit bersalin dan poliklinik,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Wapres pun memberikan arahan agar perhatian khusus diberikan untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem di wilayah pesisir. Antara lain dengan mengidentifikasi program-program pengurangan kemiskinan ekstrem yang sesuai dengan wilayah pesisir serta menyempurnakan program-program yang ada saat ini agar lebih berdampak pada masyarakat di wilayah pesisir.
“Komplementaritas program kerja antarkementerian/lembaga serta antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, termasuk pelibatan kontribusi dari pelaku non-pemerintah adalah kunci dalam menyukseskan agenda penurunan kemiskinan ekstrem,” tambahnya.
Sejauh ini, menurut Wapres, berdasarkan data Kementerian Keuangan, Pemerintah sebenarnya telah memberikan perhatian besar pada pembangunan kesejahteraan dan peningkatan kondisi sosial ekonomi di wilayah pesisir.
“Anggaran lintas kementerian tahun 2021 untuk berbagai program peningkatan produktivitas dan pemberdayaan di wilayah pesisir mencapai lebih dari 76 triliun rupiah,” sebutnya.
Dalam rapat ini, Wapres juga ingin memastikan agar upaya pengurangan kemiskinan ekstrem yang dilakukan saat ini baik oleh Kementerian dan Lembaga, Pemerintah Daerah, maupun dunia usaha tetap mengacu pada Road Map Pengentasan Kemiskinan Ekstrem yang sudah dirumuskan untuk tahun 2021-2024.
“Berdasarkan Road Map tersebut, pengurangan kemiskinan ekstrem difokuskan pada dua strategi utama yaitu upaya pemberdayaan dan peningkatan pendapatan masyarakat miskin ekstrem, dan pengurangan beban pengeluaran masyarakat miskin ekstrem, dan termasuk juga untuk meminimalkan wilayah kantong kemiskinan melalui peningkatan akses layanan dasar, konektivitas wilayah dan inisiatif kolaborasi dan sinergi bersama pemerintah daerah,” papar Wapres.
Untuk tahun 2021, tutur Wapres, telah ditetapkan 35 Kabupaten prioritas di 7 provinsi dan pada tahun 2022 diperluas menjadi 212 Kabupaten/Kota prioritas di 25 provinsi.
“Salah satu quick response dari upaya pengurangan kemisikinan ekstrem ini, telah dilakukan penambahan bantuan sosial sembako dan bantuan langsung tunai desa (BLT-Desa) pada 35 kabupaten prioritas yang akan diperluas pada tahun 2022,” terangnya.
Sebagaimana informasi, Presiden Jowo Widodo telah menetapkan upaya percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada 2024 sebagai proritas utama pemerintahannya. Ini berarti enam tahun lebih cepat daripada sasaran global dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem secara global pada 2030. Wapres sendiri selaku Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) ditugaskan oleh Presiden untuk memimpin upaya tersebut.
Sejak mendapat tugas tersebut, Wakil Presiden telah bergerak cepat memimpin empat kali Rapat Pleno, Rapat Koordinasi dengan Para Gubernur dan Bupati, serta melakukan kunjungan langsung ke tujuh provinsi yang wilayahnya masuk dalam 35 kabupaten/kota prioritas yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Papua, Papua Barat, Maluku dan Nusa Tenggara Timur.
Selain itu, Wakil Presiden juga memantau langsung upaya konvergensi anggaran serta penyaluran penambahan bantuan sosial sembako dan bantuan langsung tunai desa (BLT-Desa) pada 35 kabupaten prioritas.
Tampak hadir dalam rapat kali ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto; Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi A. Halim Iskandar; Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki; Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya Ahmadi Heri Purwono, Ketua Badan Amil Zakat Nasional Noor Achmad, serta Ketua Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia M. Riza Damanik. (Lak/Tha)