Pembangunan pendidikan nasional selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah berada di koridor yang tepat. Capaian pemerataan akses kepada layanan pendidikan serta peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan dengan berbagai terobosan Merdeka Belajar untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) unggul.
“Kami semakin yakin bahwa kita telah berada di koridor yang benar, Kemendikbudristek ingin terus meningkatkan kualitas pembelajaran, yang akhirnya memberikan dampak positif untuk meningkatkan kompetensi anak-anak Indonesia melalui berbagai program Merdeka Belajar,” ujar Sekretaris Jenderal (Sesjen) Kemendikbudristek, Suharti, dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang disiarkan langsung melalui kanal Youtube FMB9ID_IKP, Selasa (17/9).
Sesjen Suharti menambahkan, dampak positif dari Merdeka Belajar kini mulai terlihat dengan penerapan Kurikulum Merdeka. Sekolah-sekolah yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka dalam tiga tahun terakhir terbukti jauh lebih baik hasil capaian literasi dan numerasinya dibandingkan dengan sekolah yang baru satu atau dua tahun dan sekolah yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka.
Selain berfokus pada peningkatan kualitas, Kemendikbudristek juga berfokus pada pemerataan akses. Salah upaya yang telah dilakukan adalah dengan menyalurkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi. “Tentunya hal ini bertujuan untuk menahan anak-anak Indonesia putus sekolah dan menurunkan disparitas antara kelompok termiskin dengan kelompok terkaya,” ungkap Suharti.
Selain itu, sebagai bentuk upaya percepatan pemerataan pendidikan, Kemendikbudristek juga telah menyesuaikan satuan biaya Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) “Satuan biaya antara daerah perkotaan dengan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T, berbeda dengan yang ada di Jakarta atau di Surabaya. Tidak lagi sama rata untuk seluruh wilayah Indonesia,” kata Sesjen Kemendikbudristek.
Lebih lanjut, Sesjen Suharti mengungkapkan bahwa dalam mengevaluasi hasil capaian penyediaan akses pendidikan, tidak bisa hanya melihat angka rata-rata lama sekolah saja. “Kemendikbudristek menggunakan Harapan Lama Sekolah untuk menghitung berapa lama anak usia 7 tahun yang masuk sekolah sekarang berada dalam sistem, dan sekarang posisi tersebut sudah mencapai 13,1 tahun dan melebihi target 12 tahun,” ungkapnya.
“Dalam meningkatkan akses pendidikan di daerah 3T dan mencapai angka Harapan Lama Sekolah, Kemendikbudristek juga melakukan berbagai upaya, yakni dengan program Afirmasi Pendidikan Profesi Guru (PPG), Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik), dan Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM). Bahkan, program Kampus Mengajar juga turut dilibatkan untuk membantu guru-guru di daerah 3T. Adik-adik mahasiswa membantu guru mengajar dan sekaligus menginspirasi peserta didik di sana untuk terus meraih masa depan yang cerah,” imbuh Suharti.
Selama 10 tahun terakhir, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mengalami tren peningkatan dari 68,90 pada tahun 2014 menjadi 73,55. Adapun angka Harapan Lama Sekolah anak usia 7 tahun ke atas meningkat dari 12,55 pada tahun 2015 menjadi 13,15 pada tahun 2023.
*Pendidikan Vokasi Kian Berdampak*
Menjawab anggapan umum saat ini masih banyak lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menjadi pengangguran, Sesjen Suharti menekankan pentingnya mencermati data untuk bisa memahami kondisi yang ada. Berdasarkan data BPS dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), memperlihatkan semakin banyak lulusan SMK yang bekerja dalam satu tahun setelah kelulusan. Data tersebut menunjukkan kenaikan dari 32,1% pada tahun 2021 menjadi 38,4% pada tahun 2023. Kenaikan kebekerjaan setelah satu tahun kelulusan juga dialami oleh lulusan diploma dari kampus vokasi yang menunjukkan angka 50,2% pada tahun 2021, naik menjadi 58,6% pada tahun 2023..
“Dari kebekerjaan tersebut tampak bahwa ada hasil positif yang signifikan dari intervensi kita pada pendidikan vokasi. Ke depannya, Kemendikbudristek ingin tetap melakukan banyak hal untuk memastikan para lulusan SMK maupun Politeknik sesuai dengan kebutuhan industri dan juga mendorong mereka agar menjadi entrepreneur yang mampu membuka lapangan pekerjaan,” terang Sesjen Kemendikbudristek.
Untuk memperkuat link and match, Kemendikbudristek terus memberikan dukungan dan keleluasan kepada sekolah dan perguruan tinggi dalam mengembangkan kurikulum agar terus relevan, termasuk bersama industri. “Pembukaan atau penutupan program studi atau program keahlian yang sudah jenuh dapat menyesuaikan kebutuhan di lapangan,” katanya.
Selain itu, penting juga memperkuat kerja sama dengan Pemerintah Daerah. “Khususnya Pemerintah Provinsi yang memiliki kewenangan pengelolaan SMK, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, konsorsium, dan lembaga lainnya,” kata Suharti.
“Link and match dilakukan dari hulu ke hilir secara bersamaan. Bahkan, kami juga mengundang guru-guru tamu dari industri untuk mengajar di sekolah dan perguruan tinggi untuk memberikan pengetahuan serta pengalamannya kepada peserta didik,” imbuh Sesjen Kemendikbudristek. (Arianto)