Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Kelanjutan Sidang perkara Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu pekan depan semakin menarik disimak. Pada sidang Rabu ini, ketika Prof. Dr. Abdul Rachmad Budiono, SH, MH yang dihadirkan sebagai Ahli oleh pihak Tergugat III Kantor Hukum Otto Hasibuan, justru menegaskan imunitas seorang advokat tidak mutlak.
"Tidak ada satupun pejabat di negara ini yang memiliki imunitas yang absolut, bahkan presiden sekalipun, termasuk pengacara," tutur Abdul. Pengacara itu, kata dia, menjalankan profesinya rentan digugat sehingga dibuatlah undang-undang advokat yang memberikan perlindungan terhadap advokat.
Menurut ahli, ada pasal yang mengatur bahwa pengacara tidak dapat dituntut karena membela kepentingan klien dengan itikad baik, namun tetap imunitas pengacara tidak mutlak.
Ahli yang dihadirkan tergugat malah balik memberikan dukungan kepada pihak penggugat Ketum APKOMINDO Soegiharto Santoso agar memperjuangkan haknya yang dirugikan sesuai hukum acara yang benar.
Hal itu terjadi ketika ahli Abdul Rachmad Budiono menjawab pertanyaan penggugat Soegiharto Santoso terkait pencantuman keterangan diduga palsu dalam suatu persidangan terpisah namun objek yang sama.
Hoky sapaan akrab pihak penggugat sempat bertanya apabila advokat diduga telah mengarang fakta peristiwa dan merubah data nama-nama pengurusnya, entah karena dari pihak Advokatnya sendiri, atau sesuai pesanan pihak Klien atau karena kelalaian dari Advokatnya? Kemudian jika peristiwa itu ada dan dapat dibuktikan, apakah hal tersebut dapat dikategorikan sebagai Malpraktek, lalu apakah Advokat tersebut bisa dituntut secara perdata maupun pidana? Apalagi bisa menang diberbagai tingkat peradilan?
Namun ahli menjawab bahwa dalil-dalil yang disampaikan oleh Advokat itu berasal dari kliennya, sehingga jika ingin dipersalahkan tetap kepada kliennya.
Hoky membeberkan bukti yang menjadi salah satu dasar dirinya melakukan gugatan terhadap para tergugat, yakni ketika Sekjen APKOMINDO Rudy Dermawan Muliadi hasil Munaslub 2015 versi pihak tergugat, naik menggantikan Ketua Umum pasca Rudi Rusdiah mengundurkan diri sebagai Ketum.
“Apakah bisa seseorang mengundurkan diri, lalu seseorang yang menggantikan dinyatakan terpilih pada saat perstiwa Munaslubnya” tanya Hoky kepada ahli Abdul Rachmad Budiono.
Namun dalam persidangan Ahli menerangkan hal lain dan ketika ditanya tentang apa jawaban konkritnya tentang hal itu, ahli malah menjawab : "Jika telah ne bis in idem maka ya sudah harus dihormati putusannya.”
Meskipun pada kenyataan sesungguhnya hal tersebut adalah sangat mustahil dapat terjadi, karena peristiwanya berbeda.
Selanjutnya, Ahli justru memberi saran kepada pihak penggugat, jika fakta tersebut benar maka seharusnya hal itu diungkapkan atau dipertanyakan kepada majelis hakim pada saat persidangan perkara yang lalu. “Jika merasa dirugikan akibat itu (keterangan yang berbeda) seharusnya diperjuangkan pada saat itu,” ujar Abdul Rachmad Budiono.
Merespon jawaban ahli, Hoky langsung menimpali bahwa dirinya justru sudah menyampaikan hal itu ke majelis hakim di persidangan perkara yang lalu. “Bahkan saya telah menghadirkan saksi Rudi Rusdiah selaku Ketum terpilih versi mereka dan bersaksi tentang dirinyalah yang terpilih sebagai Ketum pada Munaslub APKOMINDO tertanggal 02 Februari 2015 bukan Rudy Dermawan Muliadi," ungkapnya.
"Namun dalam putusan majelis hakim PN JakSel tetap menyatakan Rudy Dermawan Muliadi yang terpilih,” beber Hoky sembari mengungkapkan salah satu oknum hakim agung yang memutus perkaranya telah ditangkap KPK terkait kasus gratifikasi di perkara lain.
Hal menarik lainnya adalah, ketika Ahli Abdul Rachmad Budiono baru mengetahui Hoky selaku pihak penggugat bukanlah seorang pengacara melainkan masih berstatus mahasiswa fakultas hukum semester 5 namun turun sendiri sebagai prinsipal menggugat pengacara kondang Otto Hasibuan.
Selanjutnya pihak penggugat mencecar pertanyaan kepada ahli terkait keterangan dalam akta organisasi yang ada kalimat: "Untuk selanjutnya disebut Perseroan, Kemudian berlanjut tertuliskan, Bahwa dalam rapat tersebut telah hadir seluruh pemegang saham dalam Perseroan, padahal akta tersebut mengenai akta perubahan organisasi bukan PT," tanya Hoky.
Dalam kesempatan tersebut ahli malah berasumi itu adalah akta perusahaan karena disebutkan perseroan.
Dibagian akhir, Hoky juga sempat mempertanyakan tentang perbedaan antara Munas dan Munaslub, lalu mempertanyakan pula jika faktanya dalam kegiatan yang disebutkan sebagai Munaslub tersebut tidak ada bukti-bukti daftar hadir peserta Munaslubnya, tidak ada bukti pengesahan quorumnya, tidak ada bukti nama pimpinan sidangnya, tidak ada bukti pengesahan agenda Munaslubnya, serta tidak ada bukti surat keputusan Munaslubnya.
Ahli menjawab, “Tidak ada karena hilang atau karena tidak pernah dibuat, harus diselidiki, sebab jika kegiatan sebesar Munaslub pasti ada berita acara, apapun bentuknya," terang ahli.
Menanggapi hal tersebut Hoky sempat menyatakan bahwa faktanya kegiatan Munaslub tersebut tidak ada daftar hadirnya dan tidak ada bukti-bukti dokumentasi layaknya kegiatan Munaslub sebuah organisasi.
Sebagai informasi, Sidang perkara APKOMINDO ini dipimpin Panji Surono selaku Hakim Ketua, serta Yusuf Pranowo dan Kadarisman Al Riskandar selaku hakim anggota, dengan Edward Willy selaku panitera pengganti, sementara pihak tergugat I yaitu Rudy Dermawan Muliadi dan tergugat III yaitu Kantor Hukum Otto Hasibuan diwakili kuasa hukum Sordame Purba dan Donni Siagian.
Sidang lanjutan akan berlangsung Rabu, tanggal 05 April 2023 pekan depan dengan agenda penyampaian Kesimpulan.
Sementara itu, terkait persoalan hukum yang dihadapi Soegiharto Santoso yang juga berprofesi sebagai wartawan, Ketum DPP SPRI Hence Mandagi mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam setelah beberapa kali mengikuti jalannya persidangan.
“Hukum di negeri ini sudah dipermainkan oleh para aparat penegak hukum. Bagaimana mungkin dua keterangan dan data yang berbeda dalam satu objek peristiwa Munaslub APKOMINDO yang dimasukan dalam dalil pembelaan klien oleh kuasa hukum, itu bisa dimenangkan dalam persidangan,” ujar Mandagi usai persidangan.
Menurut Mandagi, wartawan yang selama ini mengawal ketat persidangan terkait APKOMINDO pun masih melihat ada ketidakadilan di dalamnya. “Bagaimana dengan masyarakat umum yang sering menjadi korban mafia peradilan. Karena tidak ada yang ditakuti, hati nurani hakim dan pengacara makin dipertanyakan. Keadilan di negeri ini seolah hanya milik orang yang berduit,” sesalnya.
Dia juga menandaskan, jika oknum pengacara bisa seenak perutnya mempermainkan hukum dengan tameng Undang-Undang yang melindungi profesi pengacara, perbuatan jahat bisa berlindung dengan tameng UU Advokat.
“Saya sangat prihatin sebagai sesama profesi. Hoky ini sudah pernah dikriminalisasi dan ditahan karena perbuatan orang-orang yang saat ini menjadi tergugat. Hoky sampai harus menghadapi persoalan hukum terkait APKOMINDO ini mencapai belasan kasus baik perdata dan pidana oleh orang-orang atau kelompok yang sama. Dan kemana lagi beliau memperjuangkan keadilan selain ke lembaga peradilan,” ungkap Mandagi mempertanyakan. (Arianto)