Keseriusan Pemerintah Indonesia dalam menangani sampah di laut tidak main-main. Hal itu dibuktikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berpidato secara virtual pada One Ocean Summit, sebagaimana ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Jumat, 11 Februari 2022.
Dalam pidatonya Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen mencapai target kawasan konservasi perairan laut seluas 32,5 juta hektare pada tahun 2030. Bahkan Presiden Jokowi juga mengatakan untuk mengurangi 70 persen sampah plastik laut pada tahun 2025.
Pernyataan yang disampaikan Presiden Jokowi di One Ocean Summit mendapat apresiasi positif dari Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa SSiT., M. Mar, Pengamat Maritim dan Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI). Menurutnya pernyataan itu harus dijadikan momentum bangsa Indonesia untuk kembali mencintai laut, mencintai pantai dan pastinya mencintai budaya maritim Indonesia.
"Potensi laut Indonesia itu menyimpan kekayaan sangat besar untuk menghasilkan devisa bagi negara. Selain itu, laut juga merupakan sumber pangan bagi rakyat indonesia, Karena itu, jangan jadikan laut sebagai tujuan dari pembuangan sampah rumah tangga ataupun kapal-kapal serta pabrik," kata Capt. Marcellus Hakeng dalam keterangan persnya, Kamis (17/2/2022).
Pernyataan tegas Presiden Jokowi lanjut Capt. Marcellus Hakeng bahwa Indonesia juga berkomitmen untuk mengurangi 70 persen sampah plastik laut pada tahun 2025 harus menjadi perhatian serius dari kita semua khususnya para Pelaut Indonesia. Apalagi Indonesia saat ini dipercaya sebagai Presidensi atau Ketetuaan G20 dengan mengangkat hal perbaikan lingkungan kelautan, sehingga dapat membantu penanggulangan krisis iklim yang saat ini sedang melanda dunia.
Mengutip laporan dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) berjudul White Paper on Plastics Circular Economy and Global Trade terbitan Juli 2020, di sana dituliskan bahwa sebanyak 400 juta ton plastik dihasilkan dunia setiap tahunnya untuk berbagai keperluan, termasuk sebagai bahan pembungkus karena sifatnya ringan dan fungsional. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 150 juta ton sampah plastik berada di perairan dunia.
Melihat kenyataan tersebut, lanjut Capt. Marcellus Hakeng para pelaut Indonesia sudah seharusnya ikut menjaga kebersihan lingkungan laut. Apalagi di dalam Pasal 122 Undang–Undang No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran disebutkan bahwa "Setiap pengoperasian kapal dan pelabuhan wajib memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan serta perlindungan lingkungan maritim."
Dalam The International Convention for the Prevention of Pollution from Ships, atau dikenal dengan Marpol (Marine pollution) tentang pencegahan pencemaran lingkungan laut oleh kapal. Dijabarkan berbagai peraturan yang bertujuan mencegah dan meminimalisasikan polusi yang berasal dari kapal, baik yang tidak disengaja maupun akibat dari operasi rutin kapal.
"Para awak kapal pun harus paham dengan Struktur Marpol antara lain Pencegahan polusi oleh minyak, Pencegahan polusi zat cair berbahaya dalam bentuk curah, Pencegahan polusi dari zat berbahaya dalam bentuk kemasan, Pencegahan polusi dari air kotor/limbah dari kapal, dan Pencegahan polusi oleh sampah dari kapal," jelas Capt. Hakeng.
Dengan bersihnya Perairan laut Indonesia dari sampah juga akan menguntungkan jalur pelayaran Indonesia. Perjalanan kapal tidak akan terganggu oleh banyaknya tumpukan sampah yang dapat tersedot oleh kapal sehingga dapat mengganggu kondisi mesin kapal.
Selain itu dalam Konvensi Hukum Laut 1982 (UNCLOS) secara lengkap mengatur perlindungan dan pelestarian lingkungan laut (protection and preservation of the marine environment). "Pasal 192 menegaskan bahwa setiap Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut," jelasnya.
Menumpuknya sampah di laut sebagaimana yang kita amati saat ini, menurut pandangan Capt. Hakeng bisa terjadi dari "sumbangan" sampah rumah tangga. Masih ada kebiasaan masyarakat yang kurang terpuji membuang sampah ke aliran sungai. Hal itu patut diduga dikarenakan banyak orang yang tidak punya akses langsung ke pengelolaan sampah di lingkungannya.
Sampah sampai ke laut menurut Capt. Marcellus Hakeng bisa juga terjadi dari aktivitas manusia di lautan. Sebab tidak jarang para penumpang kapal secara sengaja membuang sampah ke lautan, misalnya bekas botol air mineral, plastik sisa makanan ringan. Atau bisa juga dari barang yang sedang dipakai atau dibawa secara tidak sengaja jatuh ke laut. Hal lain yang juga kerap kali terjadi ketika orang sedang berwisata di pinggir pantai, yang dengan seenaknya membuang sampah di tepi pantai. Karena tiupan angin atau sapuan ombak, maka sampah pun terbawa ke laut.
"Memang pengelolaan sampah harus dilakukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Solusi inovatif diperlukan pula demi mengurangi masuknya sampah sungai ke laut. Paling penting adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah bukan pada tempatnya. Laut bukan tempat sampah, laut adalah masa depan Bangsa Indonesia sebagai Bangsa Maritim," pungkasnya. (Arianto)