Bea Cukai dan Inspektorat Jenderal Kemenkeu Serah Terimakan Barang Bukti Dukung Pengusutan Dugaan Pelanggaran Integritas
Covid-19 Meningkat Lagi, Fikri Faqih : Keputusan PTM Sebaiknya Libatkan Daerah
Global Halal Hub (GHH), Gerakan Nasional Sinergitas Menuju Indonesia Pusat Produsen Halal Dunia 2024
Heboh..!! Akibat Penyidik Kurang Profesional, Seorang Ibu Pingsan Saat Jalani Wawancara BAP
“Pak, ini istri saya habis diperiksa tumbang. Jantungnya sakit. Karena shock tadi (dia) teriak-teriak di dalam (depan penyidik Polda Metro Jaya). Sekarang kami mau dibawa ke RS AL Mintoharjo. Mau dibawa ambulance. Kami tidak ada biaya. Masih di Dokkes (Polda Metro Jaya),” demikian pesan WhatsApp beruntun yang masuk ke nomor kontak Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, dari Alex, suami Tuti Lestari, pada pukul 13.11 WIB.
Alex, yang mendampingi istrinya menjalani BAP di Polda Metro Jaya, kemudian mengirimkan foto tentang kondisi istrinya yang sedang terbaring lemas di unit Kedokteran dan Kesehatan (Dokkes) Polda Metro Jaya. Untuk beberapa saat, Alex menunggui istrinya yang sedang diberikan pertolongan oleh petugas kesehatan di sana. Ikut juga dalam proses evakuasi Tuti Lestari dan mengawal korban di ruang Dokkes, beberapa penyidik Polda Metro Jaya, yang salah satunya bernama Aiptu Roganda P., SH, penyidik yang mem-BAP Tuti Lestari.
Sekira 30 menit kemudian, ketika situasi darurat sudah berangsur membaik, Alex mengirim pesan WA lagi yang menjelaskan detik-detik istrinya mengalami situasi tidak terkontrol yang akhirnya pingsan. “Tadi, pemeriksaan baru dimulai 10 menit, istri saya tidak kuat. diperlakukan begini, (dia) menangis, terus teriak-teriak. Kemudian hilang responnya (lemas dan pingsan). Tensi (naik) hingga mencapai 220,” tulis Alex di pesan WA-nya ke Ketum PPWI.
Kedua suami-istri itu selanjutnya mendatangi Sekretariat Nasional PPWI pada pukul 16.00 WIB setelah kondisi istrinya berangsur pulih. Kepada Wilson Lalengke, Alex menceritakan peristiwa naas yang hampir merenggut nyawa istrinya. “Dahi istri saya sampai membiru, para penyidik yang ada di sana juga sampai ketakutan semua melihat kondisi istri saya yang hampir mati karena tekanan saat diwawancara penyidik. Istri saya punya riwayat lemah jantung, kalau ada beban pikiran yang berat seperti sekarang ini, tekanan darahnya naik hingga pingsan,” beber Alex yang direspon istrinya, Tuti Lestari, dengan anggukan lemas.
Lalengke kemudian menanyakan apakah penyidik sudah mempertanyakan tentang kondisi kesehatan Ibu Tuti Lestari sebelum wawancara Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dilakukan. “Biasanya sesuai SOP, penyidik akan menanyakan di awal pemeriksaan tentang kondisi kesehatan orang yang akan diwawancara atau diperiksa. Apakah Ibu Tuti ditanyakan tentang kesehatan Ibu, dan apa jawaban Ibu Tuti?” tanya tokoh pers nasional itu kepada Tuti Lestari.
“Ya, saya ditanya apakah saya sehat. Saya jawab, saya stress berat. Ditanya lagi oleh penyidik kenapa stress, saya jawab bagaimana tidak stress berat anak saya kalian kriminalisasi dan perlakukan seperti ini. Padahal dia tidak melakukan apa yang pelapor tuduhkan,” jawab Tuti Lestari atas pertanyaan Lalengke.
Alex selanjutnya menimpali bahwa penyidik tetap memaksakan untuk memeriksa istrinya itu. “Penyidiknya lanjut ajak cerita sana-sini dulu, mungkin tujuannya untuk menenangkan istri saya. Setelah itu kembali lagi menanyakan hal-hal sesuai materi wawancara yang sudah disiapkan. Tidak lama kemudian, istri saya sudah tidak sanggup menahan emosi dan perasaannya dipermainkan penyidik, dia teriak histeris dan sayapun refleks langsung marah dan menunjuk-nunjuk para penyidik itu yang terlihat memaksakan anak saya harus dipersalahkan dan dipenjara. Akhirnya, istri saya kemudian hilang kesadaran, lemas, dan pingsan. Barulah kemudian para penyidik itu gusar, ketakutan,” tutur Alex.
Untuk diketahui, permasalahan yang dihadapi Alex dan istrinya itu terkait dengan kasus anak mereka, Rico Pujianto (33), yang dipukuli, dianiaya, dan disekap selama 3 hari (10-12 Oktober 2020) oleh boss tempat Rico bekerja, PT. Pratama Prima Bajatama, yang berada di wilayah Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat [1]. Setelah kejadian tersebut, Rico trauma dan mengalami sakit, akhirnya istrahat dan berobat di rumah orang tuanya di Semarang hingga 5 November 2020.
Orang tua Rico, Alex dan Tuti Lestari, tentu tidak bisa menerima begitu saja perlakuan keji bos perusahaan PT. Pratama Prima Bajatama, Deddy Setiawan (55), yang secara bersama-sama dengan istrinya bernama Ing, menyiksa anaknya [2]. Terjadi keributan antara Deddy Setiawan dan ayahnya Rico, Alex. Akibatnya, situasi makin memanas dan tidak tercapai penyelesaian masalah secara baik-baik.
Nasib apes bagi Rico terus berlanjut. Dia dilaporkan oleh Deddy Setiawan ke Polsek Bantar Gebang, Bekasi, dengan tuduhan melakukan penggelapan (Pasal 374 KUHPid) dan atau penipuan (Pasal 378 KUHPid). Laporan polisi tersebut dibuat Deddy Setiawan pada tanggal 17 Oktober 2020 dengan nomor laporan: LP/974/K/X/2020/Sek Bg.
Sebulan kemudian, tepatnya pada 17 November 2020, Rico yang sudah pulih dari sakit dan traumanya, melaporkan Deddy Setiawan ke Polres Bekasi dengan dugaan penganiayaan dan penyekapan. Laporan Rico tersebut diterima Polisi dengan nomor: LP/2.518/XI/SPKT/2020/Restro Bekasi [3].
Melihat keadaan saling lapor tersebut, Deddy Setiawan melalui direktur perusahaannya, Winoto, SH, meminta dilakukan perdamaian. Winoto yang merupakan mantan anggota DPRD Bekasi dan kader partai Nasdem, meminta Rico mencabut laporannya di Polres Bekasi Kota. Sebagai imbalannya, pihak Deddy Setiawan akan mencabut laporannya di Polsek Bekasi. Alex bersikukuh tidak mau damai, karena siksaan dan penyekapan terhadap Rico yang menurutnya di luar peri kemanusiaan.
Kedua laporan itu akhirnya diambil-alih Poda Metro Jaya sejak Maret 2021. Sayangnya, laporan Rico tentang penganiayaan dirinya oleh Deddy Setiawan tidak berproses sebagaimana mestinya. Hal itu berbanding terbalik dengan laporan Deddy Setiawan, yang lancar terus bergerak naik dari penyelidikan ke penyidikan. Fakta tersebut akhirnya dipandang sebagai proses kriminalisasi korban penganiayaan menjadi tersangka.
Terbaru, Polda Metro Jaya telah melimpahkan berkas kasus Rico Pujianto ke Kejari Bekasi. Akan tetapi berkas tersebut dikembalikan oleh pihak Kejari ke penyidik Polda Metro Jaya untuk dilengkapi. Hal inilah yang memicu penyidik Aiptu Roganda P., SH, kewalahan untuk mencari bukti-bukti yang menguatkan tuduhan tindak pidana yang mereka timpakan kepada Rico Pujianto. Kepanikan Roganda itu diduga kuat memicu perilaku tidak profesional dalam memproses verbal Tuti Lestari, yang menyebabkan ibunya Rico itu merasa ditekan, dipermainkan, dipaksa, dan diperlakukan seakan-akan anaknya adalah penjahat. Akibatnya, Tuti Lestari tidak kuat menahan beban berat dan akhirnya tumbang.
Hingga berita ini naik tayang, Kabidhumas Polda Metro Jaya dan penyidik Roganda belum memberikan tanggapan, walaupun telah dikirim pesan WA dan ditelepon. “Besok kita cek ya,” tulis Kabidhumas Polda Metrojaya, Kombes E Zulpan, singkat menjawab pesan WA Ketum PPWI, Kamis, 27 Januari 2022. (Arianto)
Catatan:
[1] BOS PERUSAHAAN BESI BAJA DI BEKASI DIDUGA SIKSA KARYAWAN; https://www.youtube.com/watch?v=fREmwDmFQSY
[2] Bos PT. PPB Diduga Aniaya dan Sekap Karyawan, Wilson Lalengke Desak Diusut Tuntas!; https://pewarta-indonesia.com/2021/03/bos-pt-ppb-diduga-aniaya-dan-sekap-karyawan-wilson-lalengke-desak-diusut-tuntas/
[3] Kasus Dugaan Penganiayaan Karyawan Pabrik Baja di Bekasi Berlanjut; https://bekasi.pojoksatu.id/baca/kasus-dugaan-penganiayaan-karyawan-pabrik-baja-di-bekasi-berlanjut
Terkait Uji Materiil UU Pers, Wilson Lalengke Berharap MK Kembalikan Hak Konstitusi Wartawan dan Organisasi Pers
Kedua saksi pemohon tersebut adalah Ketua Sindikat Wartawan Indonesia (SWI) Dedik Sugianto dan Sekretaris Umum DPP Jurnalis Nasional Indonesia (JNI) Hika Transisia. Di hadapan Majelis Hakim, Dedik mengatakan bahwa SWI kehilangan hak untuk menyusun dan membuat peraturan karena diambil-alih oleh Dewan Pers.
Lanjutnya, hal tersebut terjadi sejak timbul kesalahan tafsir dari Dewan Pers yang menjadikan kesepakatan bersama organisasi-organisasi pers mengenai standar organisasi wartawan Indonesia berupa peraturan Dewan Pers dan bukan menjadi aturan organisasi Pers masing-masing pada 2006. Lebih parahnya lagi, Dedik melanjutkan, Dewan Pers sebagai fasilitator justru membuat peraturan pers, yakni Peraturan Dewan Pers yang merugikan wartawan Indonesia dan mengganggu sertifikasi kompetensi kerja nasional.
"Padahal setiap sertifikasi kompetensi wajib sertifikat asesor kompetensi," terang Dedik.
Sementara itu, Sekretaris umum DPP JNI Hika Transisia mengatakan mengalami kerugian karena adanya ketidakjelasan tafsir Pasal 15 ayat (2) huruf (f) UU Pers. Menurutnya, karena ketidakjelasan tafsir tersebut, pihaknya tidak dapat menentukan dan menyusun peraturan-peraturan di bidang pers karena wujud menfasilitasi Dewan Pers tanpa melibatkan JNI sebagai organisasi pers yang telah mempunyai struktur kepengurusan yang jelas, lengkap dan sah.
"Dengan adanya ketidakjelasan Pasal 15 ayat (2) huruf (f) UU Pers, Dewan Pers telah mengambil alih hak organisasi pers untuk menyusun dan membuat peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan," papar Hika.
Sementara itu, Tokoh Pers Nasional Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., yang juga Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) membenarkan dan mendukung keterangan saksi di persidangan MK terkait permohonan uji materiil UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Secara umum, PPWI membenarkan dan mendukung keterangan saksi di persidangan MK Rabu kemarin terkait permohonan uji materi UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,” ungkap alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, Kamis, 27 Januari 2022.
Ketiadaan aturan teknis pelaksanaan dari pasal 15 ayat (2) dan (3) dari UU Pers ini menjadikan lembaga Dewan Pers yang dibentuk dengan maksud menjalankan Pasal 15 ayat (1) UU Pers dengan mudah tergiring untuk melakukan hal-hal yang di luar kewenangannya. Salah satu contoh, kata Lalengke, adalah pelaksanaan uji kompetensi wartawan (UKW) yang dilaksanakan oleh Dewan Pers bersama segelintir underbow-nya selama ini.
“Masalah kompetensi atau keahlian dan profesi wartawan itu adalah kewenangan BNSP sesuai Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2004 yang telah diperbaharui dengan PP Nomor 10 tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Apa dasar hukumnya Dewan Pers membuat aturan tentang uji kompetensi wartawan? Juga, lembaga ini tidak diberi kewenangan oleh UU untuk membuat aturan yang diberlakukan bagi organisi pers dan wartawan. Jelas illegal alias tidak punya dasar hukum kebijakan dan kegiatan lembaga itu terkait UKW selama ini,” tegas trainer yang sudah melatih ribuan wartawan, guru, dosen, mahasiswa, ASN, TNI, Polri, pengacara, LSM, ormas dan masyarakat umum itu di bidang jurnalistik itu.
Yang paling aneh, lanjut Lalengke, adalah penentuan status kewartawanan seseorang yang oleh Dewan Pers selama ini disebutkan bahwa seseorang diakui sebagai wartawan jika menjadi konstituen lembaga itu dan telah mengikuti UKW. Artinya, jika seorang wartawan bergabung di organisasi pers non konstituen Dewan Pers dan tidak memiliki ijazah UKW, plus medianya tidak terdaftar di lembaga itu, maka yang bersangkutan akan dianggap bukan wartawan.
“Ini yang selalu terjadi. Contoh kasus di Lhokseumawe, Aceh, beberapa tahun lalu. Dewan Pers menyatakan dua wartawan media online BeritaAtjeh.Net bukan wartawan karena belum UKW dan medianya tidak terdaftar di Dewan Pers. Padahal, di KTP yang bersangkutan tertulis pekerjaannya sebagai wartawan [2]. Itu benar-benar konyol,” ujar lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, The United Kingdom, ini heran.
Sehubungan dengan perilaku menyimpang dari aturan perundangan yang ada, maka Wilson Lalengke mengharapkan agar Majelis Hakim Konstitusi yang mulia dapat mengembalikan dan mendudukan tugas dan fungsi masing-masing pihak, Dewan Pers, organisiasi pers, dan wartawan pada posisi yang sebenarnya. "PPWI berharap agar MK dapat mengembalikan hak konstitusi para wartawan dan organisasi pers yang selama ini dirampas oleh Dewan Pers akibat salah penafsiran atas Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Pers," tandas Lalengke mengakhiri pernyataannya. (Arianto)
Catatan:
[1] Peraturan Dewan Pers Rugikan Hak Wartawan Indonesia; https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17965&menu=2
[2] Ini Kronologis Penahanan Dua Wartawan Berita ATJEH; https://www.lintasatjeh.com/2015/09/ini-kronologis-penahanan-dua-wartawan.html
1 Tahun Kapolri : Setapak Perubahan Wujudkan Pelayanan Masyarakat Yang Terbaik
Tips Mengganti Popok Anak yang Benar
Ketua Komisi I DPRD Dumai Doakan Bripka Desberto Simatupang, S.H Lolos Tes Masuk SIP
Duta Nusantara Merdeka | Dumai