Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Pada hari senin tanggal 10 Febuari 2020 beberapa aktivis yang tergabung dalam LAKSI melakukan kunjungan politik ke gedung DPR RI untuk mengirimkan surat penyampaian aspirasi publik kepada seluruh fraksi-fraksi di DPR dan ketua komisi V DPR RI dengan tujuan untuk menolak revisi UU nomor 22 tahun 2009 LLAJ dan juga terkait dengan isu soal penerbitan SIM, STNK dan BPKB yang akan dialihkan ke Kemenhub, adapun sikap ini di dasarkan atas kesadaran penuh untuk mengawal proses pemerintahan ke arah yang lebih baik.
Saat ini muncul kembali wacana penerbitan SIM, STNK dan BPKB oleh Kemenhub yang di wacanakan beberapa anggota DPR RI Komisi V. Usulan ini sejurus dengan dorongan dari komisi V DPR RI untuk merevisi isi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Mengenai usulan revisi UU No. 22 Tahun 2009 ini sarat akan kepentingan yang tidak produktif, sehingga usulan itu perlu di tolak oleh rakyat.
Kami mendesak DPR RI menghentikan rencana revisi kewenangan Polri dalam penerbitan SIM, STNK dan BPKB yang diatur dalam UU No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan,"
"Kami curiga ada kepentingan lain di balik usulan revisi UU LLAJ ini. Apalagi pasal yang akan direvisi sangat jauh dari problem lalu lintas dan angkutan jalan yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab para anggota DPR RI," .
Kami mempertanyakan pentingnya dan manfaatnya merevisi kewenangan Polri dalam penerbitan SIM, STNK, dan BPKB. Apalagi Kemudian diusulkan menjadi kewenangan Kementerian Perhubungan.
Kami menilai, keinginan DPR RI justru bukti ketidak pahamannnya tentang UU No. 22 tahun 2009, atau ada pesanan dari pihak atau kelompok tertentu.
Polri yang memiliki kewenangan memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat (Kamtibmas) begitu juga peran Polri dalam UU No 22 tahun 2009 yaitu mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas).
Karenanya, untuk melaksanakan fungsi itu, tentu dibutuhkan registrasi dan identifikasi orang maupun kendaraan yang digunakan sebagai sarana transportasi.
"SIM adalah bukti legalitas yang diberikan negara kepada warganya, bahwa pemegang SIM itu sudah memiliki kompetensi menggunakan kendaraan di jalan raya dan memahami tentang keselamatan dirinya maupun orang lain," .
"Sehingga Polri melakukan registrasi identitas pemilik SIM melalui proses sesuai aturan yang berlaku,"
Selain bukti kompetensi, SIM juga terkait dengan proses hukum. Pengungkapan kasus lebih mudah apabila pelakunya melibatkan seorang yang telah memiliki SIM.
Sama halnya dengan penerbitan BPKB yang merupakan identitas kendaraan yang dicatat dalam buku registrasi Polri. Selain tanda kepemilikan yang sah, juga menjadi penting dalam proses penegakan hukum.
Sementara untuk STNK, bukanlah sepenuhnya kewenangan Polri. Polri hanya memastikan identitas kendaraan dan pemiliknya sesuai dengan yang tercatat di buku register. Sehingga hak kepemilikan menjadi sah. banyak kasus yang diungkap Polri berdasarkan identitas kendaraan yang tertera dalam buku registrasi.
Sementara berapa jumlahnya dan bagaimana serta disimpan dimana Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), sepenuhnya adalah kewenangan Pemprov.
Kami mempertanyakan apakah komisi V DPR RI sudah melakukan penelitian sehingga memiliki gambaran kesulitan apa yang muncul untuk memenuhi pendapatan daerah dari sektor PKB, apabila Polri tidak ikut dalam proses penerbitan dan perpanjangan masa berlaku STNK.
Karenanya, kami mendesak agar Komisi V DPR RI membatalkan niat dan menolak apabila ada permintaan untuk revisi itu.
"Sebab rakyat Indonesia sudah cukup percaya dengan pengelolaan SIM, STNK dan BPKB yang di terbitkan oleh kepolisian, serta tidak perlu pemborosan anggaran lagi untuk mengalihkan penerbitan surat kendaraan agar di kelola oleh Kemenhub, akan lebih baik biaya tersebut dialihkan ke sektor pelayanan publik lainnya, dan polri saat ini sudah banyak melakukan inovasi dalam pelayanan serta kualitas keamanan penerbitan surat berkendaraan dapat di jamin kecepatan dan akurasinya. **