Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Dialog Kebangsaan dengan Tema Memupuk Kesadaran Kebangsaan Dalam Bingkai KETUHANAN
Agama sejatinya adalah panduan dan peta perjalanan untuk seseorang agar sampai di tempat tujuan, menurut cara dan kemampuannya dalam memahami peta yang dipegang serta diyakini kebenarannya itu. Sehingga, selayaknya peta, ada orang yang bisa membaca dengan mudah, ada juga yang harus berusaha keras untuk bisa memahami rambu-rambu yang ada agar cepat dan selamat sampai tujuan yakni kepada Yang Maha Kuasa.
Namun dalam proses dan perjalanannya, tidak sedikit yang gagal memahami panduan yang dimiliki tersebut. Bahkan tidak jarang. pemeluk agama itu menjadikan panduan, sebagai tujuan dan melupakan Sang Pemberi tempat dimana tujuan akhir itu berada.
Akibat kekhilafan kecil tapi mendasar itu, dampak yang muncul sesudahnya tenyata sungguh di luar dugaan. Perubahan orientasi yang secara tak sadar itu telah menciptakan beragam jebakan yang pada akhirnya menggagalkan manusia kepada tujuan awal penciptaan, yaitu seperti yang dikatakan Al Qur'an, yakni menjadi Khalifah Allah Di muka Bumi.
Berdasarkan hal tersebut Yayasan NIRMANA BUMI SAHAJA menggelar Dialog Kebangsaan dengan Tema Memupuk Kesadaran Kebangsaan dalam bingkai Ketuhanan, hari Senin, 11 Februari 2019 pukul
13.00 -16.00 wib bertempat di Merak Room, JCC Senayan Jakarta Selatan. dihadiri Narasumber :
- Jilal Mardhani
- Drs. H. Aminudin Yakub. MA
- Kaspudin Noor, SH MSi
- Vasco Ruseimy, ST
- Dr Arrazy Hasyim, MA
- Prof. DR, Ananda Faizar, SH, MH
- Heri Suherman, SH selaku Moderator.
MayorÃtas penafsir Al Qur'an, Khalifah itu berarti Wakil Tuhan. Sebagai wakil tentu harus memahami peta serta petunjuk yang diberikan melalui Nabi atau kitab suci ini sendiri. Menjadi khalifah artinya mewujudkan apa yang menjadi kehendak Tuhan, Atau mengikuti instruksi yang sesuai dengan sifat yang dimiliki- Nya, melalui ajaran yang diberikan yang terbagi kepada sejumlah aturan, baik umum maupun khusus.
Jebakan yang tercipta secara tak sadar itu pada hakikatnya dari cara pemeluk itu memaknai tugas yang telah ditetapkan itu. Jebakan tersebut kalau ditelusuri lebih dalam, berpokok pangkal pada manusia dalam menempatkan hubungannya dengan sang Pencipta. Bermula dari Perintah-Nya yang sederhana, "Hai Manusia sembahlah Aku., dan jangan sekutu dengan yang lain. Karena pesan sederhana dan langsung itu, manusia banyak yang secara tak sadar memandang enteng atau menganggap semua sudah berjalan sesuai yang diperintahkan, padahal masih jauh.
Itu semua bisa terlihat dari apa yang banyak dilakukan saat ini. secara praktek zahir manusia memang telah menjadikan Allah sebagai sembahan tunggal dalam makna vertical. Namun jika ditelisik lebih dalam, secara bersamaan juga manusia telah mempersekutukan Nya dalam aspek horisontal. Padahal ayat lain dalam al qur'an sudah mengatakan. "manusia akan rugi jika tidak mampu menyeimbangkan hubungannya secara vertical (Hablun Minallah) dan horizontal (Hablun min Annas)".
Dari sinilah awal mula ketidakseimbangan tersebut itu bermula, Sifat bertauhid Vertikal itu tak berwujud dalam tindak horisontal.
Banyak yang mengaku telah menjalankan perintah dalam ayat-ayat serta panduan dari Nabi. Secara kasat mata pengakuan itu dapat terlihat dari ragam perilaku sehari-hari, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan dirinya dan sang pencipta.
Namun pada saat bersamaan, kita juga melihat, manusia jenis itu tak memperlihatkan sisi lain sifat Sang Pencipta, seperti sabar, penyayang, penyantun, pemaaf kala berurusan dengan sesama makhluk, baik dengan manusia, hewan atau lingkungan.
Bahkan pada titik tertentu, ada yang berani menjual nama Tuhan untuk kepentingan pribadi atau material atau pilihan politiknya. Atau meminggirkan Tuhan dan lebih memilih ilmu pengetahuan sebagai pengganti yang dipercaya akan mengantarkannya kepada Tuhan yang dikreasi oleh pemikiran materialistic.
Pemikiran yang lebih mengagungkan ke Aku an dalam memandang kondisi sekitar yang pada akhirnya berujung pada hitungan untung rugi. Hitungan untung rugi itu terlihat dari sikap jiwa atau spiritualitas pelaku yang menempatkan keyakinannya sebagai berhala (tujuan. Red). Pada level lebih rendah, berhala ilmu pengetahuan, diikuti oleh hedonisme kapitalis media yang semuanya bermuara pada berhala egoism (keakuan).
Pemikiran dan ide materialistis tersebut tak hanya terjadi pada ilmu-ilmu yang sifatnya sekuler, untuk disiplin sifat ukhrawi, atau berurusan dengan akhirat, fenomena sama juga mulai banyak terjadi. Namun untuk ilmu terkait akhirat ini kesannya jauh lebih halus dan canggih dalam mendorong manusia untuk menjadi penyembah berhala ilmu tadi.
Jebakan penyembahan berhala ilmu akhirat tadi berawal dari sikap penganutnya dalam menjalani praktek praktek keberagamaan. Seperti disinggung pada paragraph pertama bahwa agama adalah jalan yang hakiki panduan menuju sang pencipta. Maka jalur yang tersedia tidak Cuma satu, melainkan belasan bahkan puluhan, untuk sama-sama menuju SATU tujuan akhir.
Sebuah jalan yang ditempuh sang musafir, bisa berbeda dengan proses serta jalur yang dimiliki oleh musafir lain. Karena sifatnya yang beragam, maka si musafir tak bisa mengklaim bahwa jalannya adalah yang paling benar dan jalan yang ditempuh secara berbeda oleh pihak lain adalah salah.
Ide serta klaim merasa paling benar inilah yang sedang marak terjadi di republik. ini yang celakanya justru konon dilakukan oleh para pemuka atau mereka-mereka yang semestinya bertindak menjadi pencerah untuk mereka yang merasa ragu-ragu dengan jalan yang sedang ditempuh.
Pencerahan yang dimaksud adalah, menjadi pembimbing bagi ummat yang tidak hanya perlu mendapat panduan jelas, namun juga membuka wawasan untuk tidak bersikap picik atau dangkal dalam menjalankan fungsinya dalam mencapai tujuan akhir yang sama-sama diharapkan.
Karena sikap pemberhalaan material dan non materi tadi, adalah jebakan lebih lanjut dari cara beragama atau cara memaknai panduan secara lugu ala anak Sekolah Dasar. Maka disinilah peran dan tanggungjawab besar harus disadari ada di pundak banyak pihak. Mulai dari pemerintah yang sudah harus berpikir tentang cara mengajak para pimpinan ummat, pimpinan politik, ormas, pengusaha untuk bersama-sama dengan masyarakat menjalankan tugas dan fungsinya secara benar dan tepat tentang ayat, "Khalifah Tuhan di Muka Bumi".
Reporter : Arianto