Oleh :
Dede Farhan Aulawi
Duta Nusantara Merdeka |
Ada banyak hal yang perlu kita tafakuri dalam kehidupan ini. Kelihatannya sederhana dan sering diabaikan padahal memiliki implikasi yang super strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak serta kelestarian alam dan umat manusia itu sendiri.
Berbagai musibah alam dari satu waktu ke waktu lain, dan dari suatu tempat ke tempat lain seharusnya menjadi bahan pemikiran bagi kaum berakal, terutama yang selama ini mengatasnamakan kaum cendekia.
Bentuk dan format untuk memanifestasikan kecintaan kita pada alam tentu bisa bermacam – macam, karena memang banyak sekali yang harus harus dibenahi dan membutuhkan kesadaran kolektif dari seluruh lapisan masyarakat. Selama ini seringkali kita terjebak oleh sesuatu yang sifatnya mengatasi kerusakan setelah kerusakan itu terjadi, tetapi kita jarang untuk melakukan pencegahan di hulu sebelum kerusakan itu terjadi.
Sebagai salah satu contoh konkrit adalah kebutuhan manusia akan oksigen yang berjumlah rata – rata 53 liter per jam. Sementara oksigen dihasilkan oleh fotosintesa dedaunan (tanaman), dimana untuk memproduksi kebutuhan 53 liter oksigen ini bisa dihasilkan oleh minimal 3000 lembar daun atau sekitar 4 tanaman yang masing – masing memiliki minimal 750 helai daun. (Andrew Skipor, Ph.D, 2001)
Sementara saat ini, jumlah umat manusia tambah banyak tetapi malas untuk menanam tanaman maka dampaknya kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, jadi kualitas udara semakin buruk. Bukan sekedar malas menanam, tetapi lebih parah dari itu karena tanaman yang sudah ada pun malah ditebangi.
Coba bayangkan bagaimana kualitas kesehatan udara kita ? Demand meningkat, sementara supply semakin menurun. Itulah sebabnya salah satu komponen dalam smart city itu ada yang disebut dengan smart environment yaitu kota yang tetap menjaga keseimbangan dan kelestarian alamnya, dengan indikator sederhana adalah indeks kualitas udara (oksigen) di kota tersebut.
Jadi bicara smart city bukan hanya soal online public services, taman wifi atau konektifitas transportasi saja. Tetapi juga harus konsen dengan menjaga kelestarian dan keseimbangan alam.
Islam banyak mengingatkan masalah ini, seperti dalam Al Qur’an surah An-Nahl ayat 128 : “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan”. Lalu dalam Alquran surah Al-Qashash ayat 77 : “…. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan “.
Begitupun dalam Alquran Surah Ar-Rum ayat 41 : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan-tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Kemudian dalam Surah Al-Maidah ayat 64 : “Dan mereka berusaha menimbulkan kerusakan di bumi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Begitulah sesungguhnya Allah SWT sudah mengingatkan umat manusia untuk peduli dengan alam. Jaga kelestariannya dan keseimbangan ekosistemnya agar tidak menimbulkan kerusakan di muka bumi yang bisa mengundang murkanya Tuhan.
Mari kita renungkan saat diberi kemarau agak panjang, musibah kekeringan banyak terjadi dimana – mana. Lalu saat mulai memasuki musim hujan, longsor dan banjir juga terjadi dimana – mana. Apa yang salah dengan tata kelola alam kita. Ini harus menjadi pelajaran agar musibah tidak datang terus – terusan. Semoga kita semua dijaga oleh Alloh atas segala marabahaya yang mungkin terjadi di sekitar kita. Aamiin YRA **