OPINI
|
Hans Suta Widhya, SH |
Menurut teori relatif, pidana dimaksudkan untuk suatu tujuan yang bermanfaat yaitu melindungi masyarakat dan memberikan pengayoman. Dalam teori ini terdapat prevensi khusus dan prevensi umum.
Prevensi khusus bertujuan mencegah niat buruk pelaku tindak pidana untuk tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya, sedangkan prevensi umum bertujuan agar orang-orang pada umumnya tidak melakukan tindak pidana.
Pembinaan menurut pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan ( Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Bimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan).
Pembinaan yang diberikan kepada Narapidana (Warga Binaan Pemasyarakatan) telah tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa:
“ Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan dan cara pembinaan dalam Tata Peradilan Pidana”.
Anak Didik Pemasyarakatan menurut ketentuan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah.
a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (depalan belas) tahun;
c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
Pembinaan adalah usaha memelihara, melatih dan meningkatkan menjadi lebih baik lagi. Untuk melaksanakan pembinaan-pembinaan tersebut, dikenal empat tahap proses pembinaan, yaitu:
1. Tahap pertama: Setiap narapidana yang ditempatkan di dalam lembaga pemasyarakatan itu dilakukan penelitian untuk mengetahui segala hal tentang diri narapidana, termasuk tentang apa sebabnya mereka telah melakukan pelanggaran, berikut segala keterangan tentang diri mereka yang dapat diperoleh dari keluarga mereka, dari bekas majikanatau atasan mereka, dari teman sepekerjaan mereka, dari orang yang menjadi korbanperbuatan mereka dan dari petugas instansi lain yang menangani perkara mereka.
2. Tahap kedua: Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung selama sepertiga dari masa pidananya yang sebenarnya, dan menurut pendapat dari Dewan Pembina Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan, antara lain ia menunjukkan keinsafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan-peraturan tata tertib yang berlaku di lembaga pemasyarakatan, maka kepadanya diberikan lebih banyak kebebasan dengan memberlakukan tingkat pengawasan medium security.
3. Tahap ketiga: Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung selama setengah dari masa pidananya yang sebenarnya, dan menurut dari Dewan Pembina Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan baik secara fisik maupun secara mental dan dari segi keterampilan, maka wadah proses pembinaan diperluas dengan memperbolehkan narapidana yang bersangkutan mengadakan asimilasi dengan masyarakat di luar lembaga pemasyarakat.
4. Tahap keempat: Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung selama dua pertiga dari masa pidananya yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya sembilan bulan, kepada narapidana tersebut dapat diberikan lepas bersyarat, yang penetapan tentang pengusulannya ditentukan oleh Dewan Pembina Pemasyarakatan. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995, sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan atas:
a. Pengayoman
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan
c. Pendidikan
d. Pembimbingan
e. Penghormatan harkat dan martabat manusia
Pahamkah para birokrat dan petugas di dalam sana? Masyarakat sudah sadarkah arti lembaga tersebut?
Hans Suta Widhya
Ketua Presidium Ikatan Polisi Mitra Masyarakat Indonesia