Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri kembali menunjukkan komitmen tegasnya dalam menjaga sumber daya laut Indonesia. Dalam operasi Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD) yang berlangsung selama 60 hari, sejak 24 Februari hingga 24 Maret 2025, Korpolairud berhasil mengungkap 72 kasus tindak pidana destructive fishing di berbagai wilayah perairan nasional.
Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Jumat (25/4), Dirpolair Korpolairud Baharkam Polri, Brigjen Pol. Idil Tabransyah, S.H., M.M., menyebut bahwa total 101 tersangka telah diamankan dalam operasi yang juga berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara hingga Rp49 miliar.
Destructive fishing atau penangkapan ikan secara merusak masih menjadi masalah akut yang mengancam keberlanjutan ekosistem laut Indonesia. Praktik seperti penggunaan bom ikan, alat setrum listrik, bahan kimia, dan alat tangkap terlarang bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga menyebabkan kerusakan parah pada terumbu karang, habitat laut, dan mengganggu regenerasi populasi ikan.
“Penindakan ini bukan hanya soal penegakan hukum, tapi juga langkah strategis menjaga ekosistem laut Indonesia yang sangat kaya akan biodiversitas,” ujar Brigjen Idil Tabransyah. “Kita ingin membangun efek jera agar praktik ini tidak terulang kembali.”
Operasi KRYD melibatkan 6 Ditpolairud Polda prioritas yaitu Jawa Timur, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara, serta 29 Ditpolairud Polda imbangan di berbagai daerah. Lebih dari 45 kapal patroli laut dikerahkan untuk menyisir wilayah perairan yang rawan praktik illegal fishing.
Dalam operasi tersebut, aparat berhasil mengamankan ratusan barang bukti, mulai dari detonator, pupuk amonium nitrat, alat selam, kapal nelayan, hingga ribuan kilogram ikan hasil tangkapan ilegal.
Keberhasilan ini merupakan bagian dari dukungan Polri terhadap program ekonomi biru yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita ke-2, yaitu membangun kebijakan ekonomi yang selaras dengan pelestarian alam.
“Kami berupaya hadir tidak hanya sebagai aparat penegak hukum, tetapi juga mitra masyarakat dalam menjaga laut sebagai warisan anak cucu bangsa,” tegas Brigjen Idil. Menurutnya, laut Indonesia menyimpan potensi besar sebagai sumber pangan, energi, dan ekonomi jika dikelola secara berkelanjutan.
Para pelaku destructive fishing dijerat dengan Pasal 1 ayat 1 UU Darurat No. 12 Tahun 1951 serta Pasal 84 jo Pasal 85 UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Ancaman hukumannya tidak main-main: maksimal 20 tahun penjara atau seumur hidup, serta denda hingga Rp10 miliar.
Penegakan hukum ini diharapkan menjadi sinyal tegas bagi para pelaku agar menghentikan eksploitasi laut secara ilegal dan destruktif. “Ini adalah bentuk nyata kehadiran negara dalam menjaga kedaulatan dan kekayaan laut Indonesia,” lanjutnya.
Operasi ini tidak hanya bersifat represif, tapi juga mengedepankan pendekatan preemtif dan preventif. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat nelayan terus dilakukan agar mereka beralih pada praktik perikanan berkelanjutan.
“Kami ingin menciptakan pemahaman bahwa melindungi laut sama pentingnya dengan memanfaatkannya. Ini bukan sekadar operasi, tapi gerakan bersama menyelamatkan laut kita,” pungkasnya.
Dengan keberhasilan operasi KRYD ini, Korpolairud menunjukkan peran strategisnya dalam menjaga laut Indonesia dari kerusakan. Laut yang bersih dan bebas dari destructive fishing adalah syarat mutlak untuk menciptakan ekonomi biru yang tangguh dan berkelanjutan.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar