Integritas hakim bukan lagi sekadar harapan, melainkan kewajiban mutlak yang harus ditegakkan setiap insan peradilan. Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) kembali menegaskan komitmennya untuk menciptakan peradilan bersih, transparan, dan bebas dari praktik koruptif. Langkah nyata tersebut diwujudkan melalui perombakan besar jajaran pimpinan pengadilan di wilayah Jakarta.
Perombakan ini menghasilkan penunjukan sejumlah hakim muda berintegritas tinggi, yang sebelumnya dikenal sebagai bagian dari Hakim Yustisi Badan Pengawasan MA atau bahkan penyandang gelar insan antigratifikasi tahun 2024. Langkah ini dinilai sebagai bentuk nyata reformasi peradilan dan pembenahan sistem hukum secara menyeluruh. Hal tersebut disampaikan melalui rapat pimpinan MA yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa (22/4).
Sebagai tambahan, MA RI juga membentuk Satgas Khusus (Satgasus) untuk memperkuat pengawasan terhadap pimpinan pengadilan, hakim, dan aparatur peradilan lainnya. Tujuannya jelas: menutup celah terjadinya penyimpangan hukum serta memperkuat etika peradilan di lingkungan kerja.
Tak hanya itu, MA RI akan segera meluncurkan aplikasi Smart Majelis, sistem digital berbasis robotik untuk menunjuk Majelis Hakim secara transparan dan menghindari konflik kepentingan. Teknologi ini telah lebih dulu diterapkan dalam seleksi Hakim Agung RI di tingkat kasasi dan peninjauan kembali.
Inovasi lainnya adalah penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) yang kini telah diterapkan di berbagai satuan kerja peradilan. Melalui sistem ini, segala bentuk transaksi mencurigakan dapat terdeteksi lebih cepat dan akurat.
Menariknya, laporan pelaporan gratifikasi oleh hakim dan aparatur peradilan mengalami peningkatan. Ini membuktikan bahwa budaya integritas mulai tumbuh dan mengakar dalam diri para penegak hukum. Badan Pengawasan MA RI secara rutin merilis data ini setiap triwulan sebagai bagian dari transparansi.
Mahkamah Agung juga mendorong pengawasan langsung oleh pimpinan pengadilan terhadap bawahannya, sesuai PERMA Nomor 7 dan 8 Tahun 2016. Pengawasan internal yang aktif ini menjadi langkah strategis menjaga profesionalisme aparat hukum sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Namun, perjuangan menjaga integritas tidak bisa dibebankan pada segelintir pihak. Setiap hakim dan aparatur peradilan memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk turut serta menegakkan standar etik di satuan kerjanya.
Jika ada rekan kerja yang terindikasi melakukan pelanggaran integritas, wajib ditegur. Bila teguran tidak diindahkan, pelaporan kepada Badan Pengawasan menjadi solusi. Identitas pelapor dijamin kerahasiaannya oleh MA RI, dan mereka tidak perlu takut mengalami tekanan.
Dukungan terhadap pelapor pelanggaran ini bahkan sudah dilegalkan dalam PERMA Nomor 9 Tahun 2016 tentang Whistleblowing System. Dengan aturan ini, setiap aparatur peradilan yang melaporkan rekannya karena pelanggaran hukum mendapat perlindungan hukum yang kuat.
Semua kebijakan ini mengarah pada satu tujuan besar: menjaga marwah lembaga peradilan, memastikan hukum ditegakkan dengan adil, serta membangun sistem hukum yang bersih, berintegritas, dan berdaya guna bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar