Gejolak ekonomi dunia pasca Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokal (timbal balik) ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia cukup berdampak bagi iklim usaha dan perekonomian di Indonesia.
Menyikapi permasalahan itu, Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (APTIKNAS) berdiskusi serius namun santai bersama Staf Ahli Kedeputian I, Kantor Staf Presiden (KSP-RI), Luigi Pralangga pada acara Ngopi Bareng APTIKNAS, bertempat di Kopi Nako Jakarta, 11 April 2025.
Acara diskusi tersebut bertujuan untuk membangun pemahaman anggota terhadap isu-isu terkait secara mendalam dan mencari solusi inovatif dan antisipasi terhadap potensi eskalasi yang lebih besar, juga termasuk isu terkait permintaan Presiden Prabowo Subianto agar kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) perlu ditinjau kembali agar lebih fleksibel atau diganti dengan insentif.
Pertimbangan Presiden Prabowo yang menilai bahwa permasalahan TKDN merupakan aspek yang luas dan terkait dengan pendidikan, sains dan teknologi (saintek).
Diskusi Ngopi Bareng APTIKNAS dengan Luigi Pralangga ini dihadiri oleh Ketua Umum APTIKNAS Ir. Soegiharto Santoso, SH, didampingi Sekjen Fanky Christian dan jajaran pengurus APTIKNAS yaitu; Waketum Kerjasama & Event Serta Hubungan Internasional Andi Mulja Tanudiredja, Ketua Komtap Cyber Security Awareness Alfons Tanujaya, Ketua Komtap Software Andy Djojo Budiman, Ketua Komtap Open Source Wong Sui Jan, Wakil Ketua Komtap Kerjasama Pemda Dr. Ir. Rozikin, IPU, Ketua Komtap Keanggotaan II Wilayah Indonesia bagian Timur Sonny Soehardjianto, dan Ketua DPD APTIKNAS Papua Benwel Wampy Christiansen, serta tiga anggota APTIKNAS yaitu Karel Wijaya, Indra Cipta dan Andreas.
Ketum APTIKNAS Soegiharto Santoso memaparkan informasi tentang profil APTIKNAS sebagai asosiasi Teknologi Informasi & Komputer (TIK) yang telah bertransformasi dari APKOMINDO, yang berdiri sejak tahun 1991 yang menjadikan APTIKNAS sebagai organisasi tertua pada fokus bidang TIK.
“APTIKNAS memiliki 30 DPD dari Aceh sampai Papua dan sudah lebih dari 2.000 anggota di seluruh Indonesia. Ini menjadi modal dan potensi yang sangat besar untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak di pusat maupun di daerah,” ujar Hoky, sapaan akrabnya yang juga menjabat Penasihat Forum Masyarakat Indonesia Emas (FORMAS), Sekjen Perkumpulan Advokat Teknologi Informasi Indonesia (PERATIN), dan Waketum Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), serta Pendiri dan Ketua Dewan Pengarah LSP Pers Indonesia.
Tokoh nasional di bidang TIK ini juga menambahkan, pemerintah dipandang sangat perlu melakukan penguatan terhadap analisis kebijakan perdagangan global yang inklusif terhadap elemen nasional dan aktor dunia usaha dalam negeri, pemantauan pasar global, serta analisis mendalam dan terintegrasi terkait dampak ekonomi, politik, sosial dan keamanan.
Pada kesempatan ini Staf Ahli Kantor Staf Presiden Luigi Pralangga mengatakan, pasar keuangan global perlu dicermati dinamikanya dan upaya mitigasi lintas kementerian/lembaga negara atas potensi ancaman/disrupsi serta peluang yang lebih luas serta mengkomunikasikan aspek peluang dan ancamannya, terutama bagi elemen praktisi dunia usaha di dalam negeri dalam konteks pemberdayaan daya saing, upaya diversifikasi pasar dan pelindungan terhadap pengusaha nasional.
“Secara mandiri, APTIKNAS perlu menerapkan pendekatan terhadap dinamika pasar, baik lokal dan global dengan mendalami Market’s Intelligence, Surveillance, dan Reconnaisance (ISR), Indonesia akan mampu mengatasi tantangan ekonomi pasca kebijakan Trump. Disaat bersamaan, pihak pemerintah harus memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah relevan, fit-for-purpose guna meredam resiko dan dampak negative bagi pengusaha,” imbuhnya.
Sebagai tambahan, Luigi juga menyampaikan bahwa dalam upaya memastikan relevansi dan daya saing anggota yang kini merasakan dampak dinamika pasar global dan kondisi fiskal belanja pemerintah yang ketat, APTIKNAS perlu secara sistematis menjalankan langkah-langkah Intelligence, Surveillance, and Reconnaissance (ISR) pasar.
Dalam konteks ini, menurut Luigi, Intelligence berarti mengumpulkan dan menganalisis data terkait tren teknologi informasi, pola belanja pemerintah pusat dan daerah, serta dinamika sektor swasta nasional secara menyeluruh merujuk pada data historis dan proyeksi kedepan.
“APTIKNAS dapat membangun unit kajian strategis pasar domestik yang memantau beragam platform tender pemerintah, badan internasional yang beroperasi di Indonesia, yang umumnya melakukan pengadaan berbasis e-katalog, perkembangan atas penerbitan regulasi TIK nasional terbaru, serta peluang kolaborasi lintas sektor,” saran Luigi.
Di saat yang sama, lanjut Luigi, asosiasi perlu memperkuat komunikasi dua arah dengan Kementerian/Lembaga strategis, BUMN, dan pelaku industri prioritas untuk mendapatkan wawasan praktis, memberikan masukan strategis terkait prioritas belanja dan kebutuhan sistem yang sedang berkembang.
Ia juga mengatakan, dalam kerangka Surveillance dan Reconnaissance, APTIKNAS dapat memfasilitasi pemetaan potensi dan risiko pasar baik di tingkat nasional maupun regional, melalui forum diskusi rutin, publikasi analisis kebijakan, serta pengiriman misi dagang dan studi banding ke negara-negara ASEAN.
“Hal ini membantu anggota mengidentifikasi ceruk pasar, merespons lebih cepat terhadap perubahan, dan memperkuat posisi tawar dalam menghadapi penghematan anggaran nasional. Melalui pendekatan ISR yang adaptif dan terkoordinasi, APTIKNAS dapat menjadi katalisator transformasi digital nasional, sekaligus membuka jalan bagi ekspansi regional yang strategis yang dapat menguntungkan anggotanya,” paparnya.
Menanggapi masukan dan saran dari Staf Ahli KSP, Ketum APTIKNAS Soegiharto mengatakan, pihaknya akan terus fokus menyuarakan kemandirian TIK di Indonesia. “Kita harus mampu meningkatkan kemampuan di bidang TIK dan terutama mengurangi ketergantungan pada teknologi asing, serta meningkatkan daya saing industri TIK dalam negeri,” tuturnya.
Ia juga mengaku sependapat dengan yang disarankan Luigi pada diskusi ini tentang ‘Competency is a new currency.’ “Konsep ini harus kita dukung dan ciptakan, karena kompetensi (keahlian) seseorang atau kepiawaian perusahaan dalam mempertahankan daya saing akan menjadi aset yang sangat berharga di era digital berbasis AI dan globalisasi yang makin meluas ke segala sektor. Dimana kompetensi tidak hanya merujuk pada kemampuan teknis, tetapi juga kemampuan soft skills seperti komunikasi, kolaborasi, dan adaptasi,” terang Hoky.
Tak heran pengusaha yang juga berprofesi sebagai wartawan dan pengacara ini ikut aktif berkolaborasi mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) SDM TIK, dan LSP Pers Indonesia, bahkan tak tanggung-tanggung mendirikan Organisasi Advokat PERATIN.
Terkait perubahan regulasi mengenai TKDN, Hoky menyatakan APTIKNAS belum pernah dilibatkan secara langsung dalam proses penyusunan kebijakan tersebut.
Sementara Sekjen APTIKNAS Fanky Christian menyoroti ketimpangan kebijakan TKDN. Menurutnya, selama ini produk TIK wajib memenuhi TKDN agar dapat masuk kedalam jajaran komoditas pada sistem E-katalog pemerintah, namun relaksasi untuk produk AS justru mengancam keberadaan pelaku usaha lokal/nasional.
“Kalau TKDN dilonggarkan terhadap masuknya produk asing, mereka akan menguasai pasar E-katalog. Ini sangat kontradiktif. Bagaimana penguasaha nasional dapat mampu memperkuat industri lokal kalau keran impor justru dibuka selebar-lebarnya, padahal pertimbangan penerapan atas kebijakan TKDN bertujuan untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri dan mengurangi ketergantungan terhadap impor, serta menjadi salah satu pilar utama dalam memperkuat struktur dan daya saing industri nasional.” tegas Fanky.
Agenda penting lainnya, lanjut Fanky, adalah keprihatinan anggota asosiasi dan perlindungan pasar terhadap praktek dumping (produsen asing yang menjual barangnya ke tujuan pasar luar negeri seperti ke Indonesia, dengan harga lebih murah daripada harga barang serupa di dalam negeri asal produsen tersebut) dan keberpihakan pemangku kebijakan terhadap agenda komunitas dunia usaha nasional yang diperankan asosiasi seperti APTIKNAS, dan penguasa nasional secara umum, agar ekosistem terjaga, iklim usaha dapat menahan goncangan perang dagang, serta kejadian luar biasa di ranah geopolitical kedepan nanti.
Menanggapi hal itu, Satf Ahli KSP Luigi mengatakan, diskusi ini sangat menarik dan perlu menjadi mekanisme komunikasi informal yang berkesinambungan, serta terus menghadirkan banyak pakar dan sosok penting/strategis yang dapat memberdayakan pemahaman mendalam atas isu strategis lainnya.
Ia pun menyarankan, perlu ada pemaparan kepada publik akan peranan strategis asosiasi yang selama ini menjadi kontribusi besar terhadap iklim usaha nasional, termasuk informasi Valuasi nilai perdagangan keseluruhan per tahun secara nasional yang berhasil digenerate oleh APTIKNAS sehingga menjadi kontribusi nyata terhadap gerak laju ekonomi nasional yang layak di apresiasi oleh semua kalangan, termasuk oleh pemerintah.
“Misalnya total nilai perdagangan secara keseluruhan dan bobot potensi kedepannya, lalu trend business berbasis TI dan bagaimana komunitas TIK nasional dapat berdaulat pada pasar domestik, dan lain-lain sebagainya yang ada di APTIKNAS,” kata Luigi.
Luigi juga mengusulkan agar para pengusaha terus secara aktif dan kolaboratif mengembangkan/melakukan diversifikasi pasar lain untuk potensi ekspor, seperti di merambah ke beragam negara di benua Afrika dan kawasan negara-negara di Asia Tengah.
Karena pasar ekspor pada wilayah tersbeut juga masih terbuka lebar dengan potensi valuasi perdagangan yang besar dan upaya tersebut adalah juga bagian dari agenda besar pemerintah saat ini. Hal tersebut dapat menjadi upaya bersama dan instrumen kementerian/lembaga terkait dapat mendukung sebagai jembatan komunikasi dan kolaborasi demi terwujudnya pembukaan pasar baru.
Luigi menyarankan agar point-point agenda penting hasil diskusi kali ini untuk disusun dengan baik agar dapat menjadi bahan penyampaian pada rencana pengajuan permohonan kunjungan kehormatan (courtesy call) delegasi APTIKNAS.
“Delegasi dapat menyampaikan point-point penting tersebut saat bertemu dan menghadap Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Letjen (Purn.) A.M. Putranto yang bisa diajukan pada bulan April 2025 ini, ataupun paling lambat pada awal Mei 2025,” pungkasnya. (Ar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar