Sebagian orang berpikir bahwa puasa dapat menyebabkan sulit berkonsentrasi dan menurunkan kemampuan berpikir jernih. Namun, yang terjadi pada tubuh justru sebaliknya. “Puasa dapat membuat otak mampu bekerja lebih prima, meningkatkan ketahanan mental, serta mengoptimalkan fungsi kognitif,” jelas Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam Kultum Harian Ramadan (KURMA) di Masjid As-Salam Kantor BPOM, Jakarta (3/3/2025).
Taruna Ikrar yang merupakan ilmuwan neurosains ini merujuk QS. Al-Baqarah:183 yang menyebutkan kewajiban bagi orang-orang yang beriman untuk menunaikan ibadah puasa agar menjadi insan yang bertakwa.
Menurutnya, ayat ini sebagai panggilan untuk berpuasa dan menunjukkan bahwa puasa bukan sekadar ibadah, tetapi juga sarana untuk meningkatkan kualitas diri secara spiritual, mental, dan fisik.
Esensi puasa di bulan Ramadan bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga sebuah latihan psikis, mental, dan fisik.
Berbagai disiplin ilmu mengungkap hasil penelitian manfaat puasa. Dari sisi psikologis, puasa dapat membentuk kepribadian yang lebih baik, memperkuat disiplin diri, serta menjauhkan seseorang dari perbuatan yang bisa mencederai nilai ibadahnya.
Sedangkan dari perspektif neurosains, Taruna menyebut puasa memiliki manfaat luar biasa bagi kesehatan saraf otak. Puasa bisa membuat neurotransmiter otak menjadi baik. Ada tiga bentuk utama dari jaringan otak yang memengaruhinya.
Pertama, neurosinaptik, ketika otak terlibat pembelajaran baru. “Jika sebulan penuh berpuasa, struktur otak kita diarahkan untuk berlatih berpikiran positif, maka ini akan terbentuk, yang dulunya suka marah jadi sabar, itu baru sinaptik,” jelasnya.
Kedua, neurogenesis, yakni proses regenerasi sel-sel saraf di otak untuk menggantikan sel-sel yang rusak/mati. “Pada saat kita puasa, maka sel-sel otak yang jelek akan terjadi proses otofagi, melahirkan sel-sel baru, dan regenerasi sel lebih muda, maka otak kita lebih fresh dan lebih mudah ingat,” lanjutnya.
Ketiga, neurokompensasi, yang terjadi ketika seseorang menua, yang mana plastisitas otak menurun.
Namun dengan melakukan pembiasaan, maka kinerja otak terlatih menjadi lebih baik. “Saat puasa, kemampuan kompensasi otak kita semakin bagus. Dengan latihan [puasa], maka dia [otak] akan berupaya lebih baik melatih dirinya,” ujarnya.
Ketika seseorang memahami hikmah di balik ibadah puasa, manusia akan merasakan sendiri betapa besar pengaruh positifnya terhadap peningkatan kesadaran spiritual, pengendalian diri, serta peningkatan kesehatan fisik dan mental. Dengan begitu, puasa menjadi lebih dari sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga sarana untuk memperbaiki kualitas hidup secara keseluruhan.
Taruna mengajak semua jamaah untuk menunaikan puasa sebagai perintah Allah. “Berpuasalah untuk menjadi lebih sehat, lebih bagus, dan lebih terhormat.
Tapi ending-nya, niat kita melakukan puasa Ramadan dalam persepsi kesehatan dan dalam persepsi neurosains memiliki manfaat yang sangat besar untuk terbentuknya pribadi-pribadi yang mulia, cerdas, dan bertaqwa, seperti tercantum dalam Al-Quran,” tutupnya. (Ar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar