Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) yang saat ini tengah digodok Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia perlu segera disahkan. Mengingat RUU KKS sangat mendesak disahkan demi memberikan kerangka hukum yang kuat bagi tata kelola keamanan siber di Indonesia. RUU KKS juga bertujuan melindungi kepentingan nasional dari ancaman siber, serta mengatur peran dan tanggung jawab antar lembaga dalam upaya menjaga keamanan ruang siber di negara ini.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi (APTIKNAS) Ir. Soegiharto Santoso, SH melalui pesan tertulis di Jakarta, Jumat (31/1-2025). “Dalam konteks modern, infrastruktur digital memegang peranan vital, sehingga kehadiran undang-undang yang secara spesifik mengatur tentang keamanan dan ketahanan siber menjadi hal yang sangat mendesak,” ujar Hoky sapaan akrabnya.
Organisasi APTIKNAS, lanjut Hoky, sejak tahun 2022 cukup aktif melakukan berbagai upaya untuk mengajak masyarakat terlibat dalam upaya menjaga ruang siber Indonesia agar aman dari serangan siber oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Bekerjasama dengan EO PT Naganaya Indonesia serta didukung penuh oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), APTIKNAS meluncurkan program National Cybersecurity Connect (NCC) sejak tahun 2022 dan meraih respon positif dari kalangan pengusaha dan praktisi keamanan siber dari luar maupun dalam negeri.
Menariknya, Hoky mengatakan, pada tahun 2024 APTIKNAS dan Naganaya Indonesia bersama BSSN dan melibatkan Swiss German University (SGU) berhasil mensukseskan National Cybersecurity Congress 2024 yang dilaksanakan di Jakarta. Sederet pengurus APTIKNAS yang mendukung kegiatan NCC terdapat nama-nama yang sangat terkenal dengan kepakarannya di bidang Cyber Security, diantaranya Dr. Ir. Onno Widodo Purbo, M.Eng., Ph.D., yang menjabat Wakil Ketua Umum APTIKNAS Bidang Cyber Security, Gildas Deograt Lumy selaku Ketua Komtap Cyber Security Regulasi.
Tak ketinggalan nama beken Alfons Tanujaya selaku Ketua Komtap Cyber Security Awareness, dan Sianne selaku Ketua Komtap Cyber Security Solusi, serta sejumlah pakar dan penggiat keamanan siber lainnya dari pengurus APTIKNAS sangat konsisten terlibat aktif dalam mendukung program pemerintah menjaga ruang siber nasional.
Hoky juga menambahkan, RUU KKS telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2020-2024. “Namun sayangnya hingga kini belum kunjung disahkan. Pembahasan dan pengesahan RUU ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih komprehensif terhadap serangan siber yang berpotensi mengganggu stabilitas negara. Termasuk melindungi data sensitive milik pemerintah dan data pribadi masyarakat dengan tujuan untuk membangun kepercayaan publik terhadap layanan dan infrastruktur digital di Indonesia,” terangnya.
Urgensi RUU Keamanan dan Ketahanan Siber
APTIKNAS juga merilis, bahwa urgensi pengesahan RUU KKS sangat tinggi mengingat pesatnya perkembangan teknologi dan meningkatnya serangan siber yang menargetkan infrastruktur penting negara. Beberapa alasan utama urgensinya antara lain:
1. Peningkatan Ancaman Siber: Dalam beberapa tahun terakhir, serangan siber di Indonesia semakin canggih dan beragam, menargetkan sektor publik maupun swasta, termasuk layanan pemerintah, perbankan, dan energi.
2. Keamanan Infrastruktur Vital: Infrastruktur kritis, seperti sektor energi, telekomunikasi, dan kesehatan, memerlukan perlindungan maksimal agar tidak mengganggu stabilitas dan keamanan nasional.
3. Tata Kelola Keamanan yang Terkoordinasi: RUU ini juga akan memperjelas peran dan koordinasi antar lembaga negara seperti BSSN, TNI, Polri, dan BIN, guna menghindari tumpang tindih kewenangan dan memastikan respons siber yang efektif.
4. Perlindungan Data Pribadi dan Privasi: Di era digital, perlindungan data pribadi menjadi krusial untuk menjaga kepercayaan publik dan mematuhi standar keamanan internasional.
Sebagai informasi, salah satu hal penting yang dibahas dalam National Cybersecurity Congress 2024 lalu, isu tentang kerja sama pembuatan jaringan pertahanan siber. “Indonesia perlu membuat jaringan pertahanan siber yang melibatkan semua pemangku kepentingan, sehingga ketika terjadi serangan siber semua pihak bisa bergerak bersama secara terkoordinasi untuk mengatasi serangan tersebut,” pungkas Hoky.
Berdasarkan data yang ada, jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2024 sudah mencapai lebih dari 221 juta orang. Dan masih segar dalam ingatan, serangan siber sempat melanda PT Bank Syariah Indonesia (BSI) di tahun 2023 dan Pusat Data Nasional pada tahun 2024.
Bahkan BSSN merilis bahwa pada tahun 2024 lalu terdapat 102 juta anomali trafik serangan siber di Indonesia. Kondisi ini tentunya menuntut ketegasan dan keseriusan pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkan RUU KKS. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar