Isu transparansi kembali menjadi sorotan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur. Sebuah kebijakan yang mewajibkan wartawan atau awak media membawa surat resmi untuk bertemu Juru Bicara (Jubir) Humas PTUN menuai kritik. Situasi ini dianggap tidak sejalan dengan prinsip keterbukaan informasi publik yang seharusnya dijunjung tinggi oleh institusi pelayanan publik.
Kelompok Kerja (Pokja) Forum Silaturahmi Media Mahkamah Agung (FORSIMEMA) menyayangkan kondisi ini. Menurut Ketua Umum FORSIMEMA, Syamsul Bahri, sinergi antara Humas dan media adalah kunci penting untuk membangun citra positif sebuah institusi. "Humas dan wartawan itu seperti setali tiga uang. Humas bertugas menyosialisasikan informasi, sedangkan media bertugas mengedukasi publik," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (21/01/2025).
YM Bapak Suharto SH MHum, Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI, juga pernah menekankan pentingnya kolaborasi antara Humas dan media. "Fungsi utama Humas adalah memastikan semua informasi dapat diakses dengan mudah oleh media, sementara tugas media adalah menyampaikan informasi tersebut secara akurat kepada masyarakat," ucapnya.
Namun, kebijakan yang terkesan mempersulit akses wartawan ini justru bertentangan dengan semangat tersebut. Syamsul Bahri berharap agar YM Bapak Suharto dapat memberikan arahan resmi kepada jajaran Humas di tingkat Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) seluruh Indonesia. Arahan ini penting untuk memastikan Humas bersikap proaktif dan tidak mempersulit konfirmasi atau koordinasi dengan awak media.
"Sinergi antara Humas dan media sangatlah krusial. Transparansi informasi tidak hanya membantu membangun citra positif institusi, tetapi juga memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan terpercaya. Dengan demikian, segala upaya untuk membatasi akses media harus segera dievaluasi agar tidak merusak hubungan yang seharusnya saling mendukung," pungkasnya.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar