Menyikapi siaran pers Kejaksaan Agung Agung RI pada hari Selasa tanggal 14 Januari 2025, penyidik Jampidsus telah menetapkan R, mantan Ketua PN Surabaya, sebagai Tersangka dengan alasan diduga melakukan tindak pidana korupsi yaitu suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara tindak pidana umum di PN Surabaya atas nama Ronald Tannur.
Terhadap hal tersebut Ketua Mahkamah Agung menyampaikan dan menghormati proses hukum yang dilakukan oleh Penyidik Kejasakaan Agung.
Ketua Mahkamah Agung mendorong agar proses tersebut dilaksanakan dengan tetap mengedepankan ketentuan hukum yang berlaku, serta dilakasanakan secara transparan, fair dan akuntabel.
Ketua Mahkamah Agung akan menunggu surat resmi tentang penahanan yang telah dilakukan kepada sudara R, dan selanjutnya akan mengusulkan pemberhentian sementara saudara R sebagai hakim kepada Presiden RI.
Terkait hal tersebut Pimpinan Mahkamah Agung juga menekankan kepada Aparatur Pengadilan diseluruh Indonesia untuk tetap tenang, bekerja secara profesional, tetap menjunjung integritas dan kejujuran.
Kepada seluruh pimpinan pengadilan tingkat pertama maupun pengadilan tingkat banding agar melaksanakan garis kebijakan Ketua Mahkamah Agung dalam memimpin, yaitu tetap dengan kesederhanaan dan menjauhi perbuatan tercela.
Dalam kesempatan ini saya juga meluruskan tentang pemberitaan rekan wartawan terkait adanya penulisan berita dengan menyebut “kebijakan MA mengenai kerugian negara”. Hal tersebut tidak benar, karena sewaktu saya ditanya rekan wartawan mengenai pengertian kerugian negara, Saya hanya menunjuk ketentuan yang mengatunya.
Perlu saya sampaikan dalam menangani perkara yang sedang berjalan, yang mengetahui pokok permasalahan hanya Hakim dan Penuntut Umum karena yang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan serta menemukan alat bukti adalah penyidik.
Sedangkan Hakim, dalam menjatuhkan putusan mempertimbangkan fakta persidangan yang kemudian menjadi fakta hukum, bila fakta persidangan tersebut terbukti adanya persesuain antara alat bukti yang satu dengan yang lain.
Sehingga fakta hukum yang terbukti tersebut akan dipertimbangkan oleh hakim untuk menentukan kerugian negara dan juga untuk menentukan salah dan tidaknya terdakwa.
Terkait kerugian negara, Mahkamah Agung telah mengubah Rumusan Pleno Kamar Pidana Tahun 2016 angka 4 yang tertuang dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2016 terkait instansi yang menghitung kerugian keuangan negara, tertuang dalam SEMA Nomor 2 Tahun 2024, menjadi sebagai berikut:
“Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah BPK, sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Akuntan Publik tersertifikasi, tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan mengaudit pengelolaan keuangan Negara, yang hasilnya dapat dijadikan dasar untuk menentukan ada tidaknya kerugian keuangan negara. Hakim berdasarkan fakta persidangan dapat juga menilai adanya kerugian dan besarannya kerugian keuangan negara”.
Terkait pemberitaan beberapa rekan wartawan dalam perkara Harvey Mois, mengenai keadaan yang memberatkan dan meringankan,
Dr. Yanto berpendapat hal tersebut wajib dimuat dalam putusan.
Saya luruskan, itu bukan pendapat saya, melainkan ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf f KUHAP yang mewajibkan majelis hakim/hakim mempertimbangkan dalam putusannya tentang keadaan-keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa, serta melihat sifat yang baik dan jahat dari Terdakwa sebagaimana diwajibkan Pasal 8 Ayat (2) Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman sehingga Hakim melaksanakan ketentuan normatif undang-undang. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar