Setelah perjuangan panjang melawan upaya kriminalisasi yang menjeratnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO), Ir. Soegiharto Santoso, SH, atau yang akrab disapa Hoky, kini meraih keadilan dengan putusan bebas murni dari Mahkamah Agung RI. Namun, perjuangannya tidak berhenti di situ. Pada Senin, 6 Januari 2025, Hoky melaporkan balik sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam kriminalisasi terhadap dirinya.
"Laporan tersebut merujuk pada dugaan tindak pidana pengaduan palsu, pemberian keterangan palsu di bawah sumpah, hingga pelanggaran kode etik kepolisian," kata Hoky di Jakarta, Jum'at (10/1/2025).
Hoky mengungkapkan bahwa dirinya telah mengajukan laporan polisi sejak 17 Februari 2021 melalui LP/B/0117/II/2021/Bareskrim terhadap Sonny Franslay dan Agus Setiawan Lie, dkk. Laporan tersebut menyoroti indikasi tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 317 KUHP, Pasal 220 KUHP, dan Pasal 242 KUHP.
Kasus Hoky bermula pada tahun 2016 ketika ia dilaporkan dan hanya dalam waktu tiga bulan ditetapkan sebagai tersangka. Kurang dari tujuh bulan, proses hukum yang dijalani Hoky berujung pada penahanan di Rutan Bantul. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bantul, Hoky menghadapi 35 kali sidang. Namun, fakta persidangan membuktikan dirinya tidak bersalah.
Meski telah dinyatakan bebas oleh PN Bantul, upaya hukum kasasi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap dilakukan. Namun, Mahkamah Agung menolak kasasi tersebut, memperkuat putusan bebas murni Hoky. Ironisnya, saksi dalam persidangan bahkan mengungkap adanya indikasi pihak tertentu yang menyediakan dana untuk memastikan Hoky dipenjara.
Hoky melanjutkan perjuangannya dengan melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Polri dan ketidakprofesionalan penyelidik atas penanganan laporannya. Dua laporan polisi, yaitu LP/B/0117/II/2021/Bareskrim dan LP/5364/X/2018/PMJ/Dit Reskrimsus, dinilai tidak mendapatkan penanganan yang layak. Kedua laporan tersebut dihentikan dengan alasan tidak ditemukan unsur pidana, meskipun proses penyelidikan berlangsung hingga bertahun-tahun.
Surat pengaduan Hoky, yang terdiri dari sembilan halaman lengkap dengan bukti, telah disampaikan kepada sejumlah pihak, termasuk Menko Polhukam, Kapolri, dan Komnas HAM. Hoky menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus hukum, terutama untuk mencegah kriminalisasi terhadap individu yang tidak bersalah.
Sebagai wartawan sekaligus advokat, Hoky menilai kasus yang menimpanya mencerminkan tantangan besar dalam sistem penegakan hukum di Indonesia. “Jika saya sebagai wartawan dan advokat bisa mengalami hal ini, bagaimana dengan masyarakat umum yang tidak memahami hukum? Apakah mereka bisa mendapatkan keadilan?” ujar Hoky dalam keterangannya.
Meskipun proses hukum yang dijalani begitu melelahkan, Hoky tetap optimis bahwa kebenaran akan menemukan jalannya. Ia berharap kasus ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat dan aparat penegak hukum untuk memperbaiki sistem yang ada.
Hoky menyampaikan apresiasi kepada media dan pihak-pihak yang telah mendukungnya selama proses hukum berlangsung. Ia juga berharap laporannya terhadap pihak-pihak yang diduga melakukan kriminalisasi dapat ditindaklanjuti dengan transparan oleh instansi terkait. “Kebenaran akan menang pada waktunya,” tutup Hoky dengan penuh keyakinan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar