Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 meninggalkan berbagai catatan penting yang perlu menjadi bahan evaluasi. Isu seperti rendahnya partisipasi pemilih, maraknya praktik politik uang, dan inklusivitas yang belum optimal menjadi tantangan yang harus segera diatasi demi menciptakan demokrasi yang lebih baik di masa depan. Dalam rangka merespons permasalahan tersebut, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menggelar diskusi publik bertema "Menakar Problem Pemilu dan Pilkada 2024: Keserentakan, Keberpihakan terhadap Pemilih, dan Inklusivitas" di Jakarta, Rabu (8/1/2025).
Okky Madasari, Ph.D., Sosiolog dan Sastrawan menyampaikan pentingnya kreativitas dalam menyongsong pemilu berikutnya. Ia menekankan bahwa pendidikan politik harus dilakukan secara strategis untuk membangun kesadaran kritis masyarakat. "Pendidikan politik adalah senjata penting untuk menciptakan masyarakat yang melek politik," ujarnya. Pendekatan baru yang berbasis data dan fakta dapat menjadi alat efektif dalam meningkatkan partisipasi masyarakat serta melawan praktik politik uang yang merusak demokrasi.
Pada kesempatan yang sama, Dr. phil. Ridho Al-Hamdi, MA, Ketua LHKP PP Muhammadiyah menyoroti bahwa perubahan sistem pemilu saja tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan demokrasi. "Sistem pemilu harus didukung oleh pendidikan moral dan budi pekerti sejak dini, agar para aktor politik memiliki tanggung jawab moral," ungkapnya. Selain itu, hambatan finansial yang tinggi dalam pencalonan seringkali menyingkirkan kandidat berkualitas tanpa dukungan modal besar. Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya inklusivitas dalam kontestasi politik.
Sementara itu, Dr. Gun Gun Heryanto Pakar Komunikasi Politik menyoroti peran media dalam membentuk opini publik. Struktur pasar media yang dikuasai oleh kelompok tertentu seringkali berpotensi memengaruhi keberpihakan dan akses informasi yang adil bagi masyarakat. Ia juga mengkritik minimnya literasi digital di kalangan pemilih, yang dapat memperburuk ketimpangan informasi dan memengaruhi kualitas keputusan politik.
Untuk meningkatkan kualitas demokrasi, diperlukan langkah konkret seperti:
1. Reformasi pendidikan politik: Mendorong pendidikan politik berbasis data untuk meningkatkan kesadaran kritis masyarakat.
2. Peningkatan inklusivitas: Mengurangi hambatan finansial dalam pencalonan agar lebih banyak kandidat berkualitas dapat berpartisipasi.
3. Peningkatan peran media: Mendorong media untuk memberikan informasi yang adil dan independen.
Pemilu dan Pilkada bukan sekadar proses memilih pemimpin, tetapi juga cerminan kualitas demokrasi suatu negara. Dengan evaluasi menyeluruh dan langkah-langkah strategis, Indonesia dapat menciptakan pemilu yang lebih adil, inklusif, dan berkualitas di masa depan.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar