Awal tahun 2025 menghadirkan perkembangan penting dari Mahkamah Agung (MA) RI terkait pengaktifan kembali dua tokoh hukum ternama, Nawawi Pomolango, S.H., M.H., dan Dr. Albertina Ho, S.H., M.H., sebagai hakim di lingkungan peradilan umum. Selain itu, hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) atas kasus Gregorius Ronald Tanur juga menjadi sorotan.
Pengaktifan Nawawi Pomolango dan Albertina Ho
Nawawi Pomolango sebelumnya menjabat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sementara Albertina Ho merupakan anggota Dewan Pengawas KPK. Berdasarkan Pasal 31 Ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, keduanya sempat diberhentikan sementara sebagai hakim sejak Desember 2019 melalui Keputusan Presiden Nomor 18/P Tahun 2020.
Setelah menyelesaikan masa jabatan di KPK pada akhir 2024, keduanya diaktifkan kembali berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 162/P Tahun 2024. Nawawi kini dipromosikan sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin, sementara Albertina menduduki posisi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banten.
Hasil Pemeriksaan Kasus Gregorius Ronald Tanur
Ketua MA mengungkapkan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh lima individu terkait kasus Gregorius Ronald Tanur. Pemeriksaan dilakukan sesuai Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Berikut rincian sanksi terhadap para terlapor:
1. Sdr. R: Mantan pimpinan PN Surabaya, dijatuhi sanksi berat berupa non-palu selama dua tahun.
2. Sdr. D: Mantan pimpinan PN Surabaya, menerima sanksi ringan berupa pernyataan tidak puas tertulis.
3. Sdr. RA, Y, dan UA: Mantan staf PN Surabaya, ketiganya dijatuhi sanksi berat berupa pembebasan dari jabatan selama 12 bulan.
Laporan lengkap mengenai pelanggaran dan sanksi tersedia di laman resmi Bawas MA pada Januari 2025.
Refleksi Awal Tahun di Mahkamah Agung
Ketua MA berharap pengaktifan kembali Nawawi Pomolango dan Albertina Ho dapat memperkuat kinerja peradilan umum. Selain itu, sanksi tegas terhadap para pelanggar kode etik mencerminkan komitmen MA dalam menjaga integritas peradilan.
Kedua isu ini menegaskan upaya berkelanjutan Mahkamah Agung dalam menciptakan sistem peradilan yang bersih dan profesional. Dengan langkah ini, diharapkan kepercayaan publik terhadap institusi peradilan semakin meningkat di tahun 2025.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar