INDODATA merilis hasil survei mengenai peredaran rokok ilegal di Indonesia pada Senin (18/11/2024). Berdasarkan kajian berjudul "Mengukur Besarnya Pasar Rokok Ilegal serta Dampaknya terhadap Pendapatan Negara dan Jumlah Perokok di Indonesia", ditemukan bahwa persentase rokok ilegal pada 2024 mencapai 46,95%, meningkat signifikan dari 30,96% pada 2023.
"Survei menunjukkan bahwa kenaikan harga rokok akibat tarif cukai memengaruhi perilaku konsumen. Sebanyak 67,04% responden mengurangi pembelian, 44,12% berpindah ke merek lebih murah, dan 1,8% berhenti merokok. Meski jumlah perokok menurun menjadi 28,62% pada 2023, konsumsi rokok secara keseluruhan meningkat 8,7% sejak 2018, dengan pergeseran ke rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT)," kata Danis 15 Wahidin, SIP, M.LP, Direktur INDODATA di Jakarta.
Persepsi masyarakat terhadap rokok ilegal seperti harga murah dan kemudahan akses di warung juga berkontribusi pada tingginya konsumsi. Penelitian menggunakan PLS-SEM menunjukkan bahwa keputusan konsumen dipengaruhi oleh harga, kualitas, dan aksesibilitas produk.
Menurut Danis, INDODATA memperkirakan kerugian negara akibat rokok ilegal mencapai Rp97,81 triliun pada 2023. Kerugian terbesar berasal dari Sigaret Kretek Mesin (SKM) senilai Rp76,42 triliun, diikuti SKT Rp17,02 triliun, dan Sigaret Putih Mesin (SPM) Rp4,38 triliun.
Untuk mengatasi peredaran rokok ilegal, INDODATA merekomendasikan:
1. Kajian kebijakan cukai rokok yang objektif dan berbasis data.
2. Pengawasan dan penegakan hukum intensif terhadap rokok ilegal.
3. Pelibatan pemangku kepentingan dalam merumuskan kebijakan cukai.
4. Pendekatan hati-hati untuk menghindari dampak yang tidak diinginkan pada sektor lain.
Hasil survei ini menunjukkan perlunya sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat untuk mengurangi peredaran rokok ilegal dan memaksimalkan pendapatan negara.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar