Kejadian Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang melibatkan tiga oknum hakim baru-baru ini kembali mengguncang kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia. Pernyataan mendiang Prof. Said Salim mengenai kepercayaan kepada Tuhan yang seharusnya ditakuti, kini relevan dengan situasi saat ini. Masyarakat mulai bertanya, “Bagaimana institusi peradilan bisa dipercaya jika oknum hakim terlibat korupsi?”
Syamsul Bahri, Ketua Umum Forsimema-ri, mengkritik sikap Mahkamah Agung (MA) dalam menanggapi insiden tersebut. Ia menekankan, "MA harus banyak belajar dari kejadian menggemparkan publik di tahun 2022 ketika beberapa hakim agung terjaring OTT."
"Kejadian ini menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap perilaku hakim untuk mencegah terulangnya insiden yang memalukan," ujarnya dalam keterangan pers, Kamis (25/10/2024).
Kunci untuk memulihkan kepercayaan publik adalah memperbaiki sistem pengawasan di lingkungan peradilan. "Sistem pengawasan hakim yang sudah ada perlu diperketat lagi agar oknum nakal tidak memiliki celah untuk bertindak," tambah Syamsul. Hal ini penting agar citra Mahkamah Agung tidak tercemar lebih lanjut.
Forsimema-ri juga mendorong MA untuk lebih proaktif dalam sosialisasi hukum kepada masyarakat. "Fungsi Humas MA harus ditingkatkan untuk edukasi hukum yang lebih efektif, sehingga publik lebih memahami proses hukum dan mempercayai pencari keadilan," ungkapnya. Keberhasilan dalam meningkatkan kepercayaan publik tidak hanya bergantung pada tindakan hukuman, tetapi juga pada transparansi dan edukasi hukum yang komprehensif.
Sebagai langkah awal, institusi peradilan diharapkan mampu melakukan pembenahan internal secara menyeluruh. Dengan upaya ini, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum dapat pulih dan sistem peradilan di Indonesia menjadi lebih baik.
Penulis: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar