Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMMSPSI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, kamis (10/10/2024). Unjuk rasa ini bertujuan untuk menuntut pencabutan pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan serta menolak Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) sebagai aturan turunannya yang dinilai mengancam keberlangsungan industri dan pekerjaan di sektor rokok, tembakau, makanan, dan minuman.
Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS menegaskan bahwa peraturan tersebut mengancam kelangsungan usaha industri hasil tembakau (IHT) dan industri makanan minuman (IMM). Menurut Hendry, regulasi ini terlalu berfokus pada aspek kesehatan dan mengabaikan dampaknya terhadap lapangan kerja, terutama di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan saat ini. Industri ini sangat berperan dalam menyerap tenaga kerja dan memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT).
Sejak 2011 hingga 2024, sebanyak 2.310 pabrik rokok di Indonesia telah menutup operasinya, yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 70.000 anggota FSP RTMMSPSI. Penurunan jumlah pabrik ini menjadi bukti nyata betapa sulitnya bertahan di tengah kebijakan yang semakin menekan.
Adapun, Industri hasil tembakau (IHT) menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja, termasuk dari sektor pertanian tembakau, cengkeh, serta produsen dan jasa pendukung lainnya. Pada tahun 2022 dan 2023, penerimaan negara dari cukai tembakau mencapai Rp. 218,6 triliun dan Rp. 213,5 triliun. Kontribusi ini menjadi salah satu sumber devisa negara yang mencapai US$ 1 miliar melalui ekspor.
Menurut dia, FSP RTMMSPSI menilai kebijakan yang diatur dalam PP 28/2024 dan aturan turunannya terlalu menekan industri hasil tembakau dan makanan minuman tanpa memperhatikan aspek keberlangsungan usaha. Kebijakan ini dinilai dapat memicu maraknya peredaran rokok ilegal yang akan memperburuk kondisi sosial-ekonomi masyarakat.
FSP RTMMSPSI menekankan pentingnya kebijakan yang seimbang antara upaya pengendalian kesehatan dan kelangsungan usaha. Pemerintah perlu memastikan regulasi yang diambil tidak hanya bertujuan untuk mengurangi konsumsi tembakau dan makanan tinggi gula, garam, dan lemak, tetapi juga harus menjaga kestabilan ekonomi dan pekerjaan di sektor terkait.
Regulasi pelabelan Nutri-Level FOPNL juga mendapat sorotan tajam dari FSP RTMMSPSI. Implementasi aturan ini dinilai tidak tepat karena dampak buruknya terhadap industri pangan olahan yang mempekerjakan lebih dari 4,4 juta karyawan di Indonesia. Edukasi yang lebih luas dan penerapan aturan yang proporsional diperlukan agar semua pihak terkait dapat mencapai hasil yang optimal tanpa merugikan industri dalam negeri.
"FSP RTMMSPSI menyerukan pemerintah untuk lebih mendengarkan suara para pekerja dan memperhitungkan dampak regulasi terhadap kelangsungan industri. Kebijakan yang terlalu kaku tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi dapat menyebabkan PHK massal dan memperburuk situasi ketenagakerjaan di Indonesia," pungkasnya.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar