Sepanjang sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (2014-2024), ancaman dan serangan terhadap para Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia terus terjadi dengan intensitas yang meningkat. Para Pembela HAM, yang bekerja untuk membela hak-hak masyarakat yang tertindas, kerap menghadapi kekerasan fisik, kriminalisasi, hingga ancaman pembunuhan. Hal ini tidak hanya membahayakan keselamatan mereka, tetapi juga menghambat perjuangan advokasi HAM di Indonesia.
Dalam Diskusi Publik Kaukus Perempuan Pembela HAM yang diadakan di Jakarta, Jumat (27/09/2024), Laode M. Syarif, Ph.D, Direktur Eksekutif KEMITRAAN, menyampaikan kekhawatirannya terhadap tren negatif ini. Pada acara yang juga diisi dengan peluncuran laporan penelitian berjudul "Catatan Kelabu Perlindungan Pembela HAM 2014-2023", terungkap bahwa serangan terhadap Pembela HAM meningkat, tidak hanya dalam bentuk kekerasan fisik, tetapi juga berupa kriminalisasi melalui tuntutan perdata.
Menurut Laode, pola ancaman terhadap Pembela HAM berubah sepanjang pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pada periode pertama, kekerasan fisik seperti penganiayaan lebih sering terjadi. Namun, pada periode kedua, ancaman lebih banyak datang dalam bentuk kriminalisasi dan tuntutan hukum. "Serangan terhadap Pembela HAM ini terjadi di seluruh pulau di Indonesia, tidak hanya di Jawa," ujar Laode.
Ia berharap laporan ini bisa menjadi rujukan untuk pemerintahan mendatang, terutama dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang demokratis dan melindungi lingkungan. Laode juga menaruh harapan besar pada Presiden terpilih, Prabowo Subianto, agar menjadi panglima dalam pemberantasan korupsi, perlindungan lingkungan, dan hak asasi manusia.
"Perlindungan HAM harus menjadi prioritas, baik oleh pemerintah, parlemen, maupun masyarakat Indonesia sendiri," pungkasnya.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar