Center of Human dan Development (CHED) ITB Ahmad Dahlan Jakarta menggelar konferensi pers terkait kebijakan kenaikan cukai rokok bertajuk "Mendorong Kebijakan Kenaikan Cukai Rokok Demi Perlindungan Kesehatan Masyarakat Indonesia" via zoom meeting, Jum'at (20/09/2024). Acara ini dihadiri oleh pakar dari berbagai institusi, termasuk Abdillah Ahsan dari PEBS Universitas Indonesia, yang menyoroti dampak kenaikan cukai rokok pada 2025-2026.
Dalam pembahasan, kenaikan tarif cukai tembakau sejak 2015 dianggap berkontribusi besar pada peningkatan pendapatan negara, mencapai lebih dari 3,48 triliun IDR pada 2021. Namun, kebijakan ini juga membuka peluang bagi pemerintah untuk menginvestasikan dana dalam program diversifikasi tanaman tembakau melalui *Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau* (DBHCHT) dan pemberantasan rokok ilegal.
"Masih ada tantangan besar terkait pengurangan konsumsi rokok, terutama di kalangan berpenghasilan rendah, yang kerap beralih ke rokok ilegal akibat harga tinggi," kata Abdillah Ahsan, Peneliti Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Universitas indonesia. Ia menekankan pentingnya pengawasan lebih ketat terhadap rantai pasok dan penegakan hukum.
Menurut Abdillah, Kebijakan non-fiskal, seperti kawasan bebas asap rokok dan larangan iklan tembakau, dinilai masih lemah. Oleh karena itu, pemerintah harus memperkuat kerjasama antar lembaga untuk memberantas rokok ilegal dan mengatasi prevalensi merokok tinggi di Indonesia, terutama di kalangan anak dan dewasa.
"Rekomendasi kebijakan lainnya termasuk penguatan program Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) untuk meningkatkan pengawasan, serta peningkatan transparansi kebijakan cukai agar dipercaya oleh masyarakat," pungkasnya.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar