Mahkamah Agung memastikan tidak ada pemotongan honorarium terkait penanganan perkara hakim agung sebesar Rp. 97.020.757.125, 00 sebagaimana yang telah disampaikan Indonesia Police Watch (IPW) dan beredar di media-media.
Humas Mahkamah Agung Republik Indonesia H. Suharto, S.H., Mhum memberikan kepastian bahwa tidak ada praktik pemotongan honorarium penanganan perkara hakim agung yang dilakukan secara paksa dengan intervensi pimpinan Mahkamah Agung.
"Fakta yang terjadi adalah para hakim agung bersepakat untuk menyerahkan secara sukarela sebesar 40% dari hak honorarium penanganan perkara yang diterimanya untuk didistribusikan kepada tim pendukung teknis dan administrasi yudisial. Pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya tersebut dituangkan dalam surat pernyataan bermeterai yang diketahui oleh ketua kamar yang bersangkutan," ujar H. Suharto dalam keterangan tertulis, Rabu (18/09/2024).
Untuk memudahkan proses penyerahan sebagian hak hakim agung atas honorarium penanganan perkara tersebut, para Hakim Agung membuat kuasa kepada Bank Syariah Indonesia untuk melakukan pendebetan dana dari rekening penerimaan HPP masing-masing hakim agung.
"Seluruh hakim agung telah membuat surat pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya atas honorarium penanganan perkara dan surat kuasa pendebetan. Dengan demikian, tidak benar ada hakim agung yang melakukan penolakan.
Bahwa timbulnya kesadaran hakim agung untuk menyerahkan hak atas honorarium penanganan perkara oleh hakim agung tersebut didasarkan pada keadaan dimana Pemberian honorarium penanganan perkara bagi hakim agung diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2014 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi.
"Menteri keuangan menindaklanjuti ketentuan tersebut dengan menerbitkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-80/MK.02/2022 tanggal 07 Februari 2022 perihal Satuan Biaya Masukan Lainnya (SBML) Honorarium Penanganan Perkara bagi Hakim Agung. Selanjutnya, untuk setiap tahun berikutnya Menteri Keuangan menerbitkan kembali surat tentang SBML tersebut," sambungnya.
H. Suharto menyebut, pengaturan pemberian honorarium penanganan perkara pada Mahkamah Agung berbeda dengan pengaturan untuk Mahkamah Konstitusi. Untuk Mahkamah Konstitusi, honorarium penanganan perkara selain diberikan kepada Hakim Konstitusi juga diberikan kepada gugus tugas dan/atau pegawai di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi. Sedangkan untuk Mahkamah Agung, honorarium penanganan perkara hanya diperuntukkan bagi hakim agung.
Latar belakang diberikannya honorarium penanganan perkara kepada Hakim Agung sebagaimana dimuat dalam paragraf keempat penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2021 dan surat Menteri Keuangan tentang Satuan Biaya Masukan Lainnya Honorarium Penanganan Perkara adalah mempercepat proses penyelesaian perkara dan mereduksi tunggakan perkara pada Mahkamah Agung. Percepatan penyelesaian perkara tersebut hanya dapat terwujud jika adanya sinergitas antara Hakim Agung sebagai pelaksana fungsi utama dan unsur kepaniteraan dan kesekretariatan Mahkamah Agung sebagai pendukung teknis dan administrasi yudisial.
"Dengan memperhatikan praktik pemberian honorarium penanganan perkara pada Mahkamah Konstitusi, efektivitas percepatan penyelesaian perkara dan fakta bahwa penanganan perkara merupakan kerja kolektif, seluruh Hakim Agung dengan tanpa paksaan menyepakati untuk menyerahkan 40% dari bagiannya kepada Tim Pendukung Penanganan Perkara yang dinyatakan secara tertulis dalam surat pernyataan bermeterai dan diketahui oleh masing-masing Ketua Kamar. Hakim Agung juga membuat surat kuasa kepada Bank Syariah Indonesia untuk melakukan pendebitan dana dari rekening penerima HPP," terangnya.
Pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya tersebut dibuat oleh hakim agung pada awal tahun 2022 bersamaan dengan terbitnya Surat Menteri Keuangan tentang SBML HPP tahun 2022 sebagaimana tersebut di atas.
Selanjutnya, Keputusan Panitera Mahkamah Agung Nomor 1295/PAN/HK.00/4/2022 tanggal 27 April 2022 tentang Penetapan Satuan Besaran Alokasi Honorarium Penanganan Perkara.
Kemudian, Keputusan Panitera Mahkamah Agung Nomor 2605/PAN/HK.00/9/2022 tanggal 27 September 2022 tentang Satuan Besaran Alokasi Honorarium Penanganan Perkara Pada Mahkamah Agung.
Serta Keputusan Panitera Mahkamah Agung Nomor 867/PAN/HK.00/3/2023 tanggal 30 Maret 2023 tentang Perubahan atas Keputusan Panitera Mahkamah Agung Nomor 2605/PAN/HK.00/9/2022 tanggal 27 September 2022 tentang Satuan Besaran Alokasi Honorarium Penanganan Perkara Pada Mahkamah Agung.
"Pernyataan IPW bahwa yang didistribusikan hanya sebesar 74,05% adalah tidak benar karena perhitungan tersebut semata-mata didasarkan pada penjumlah data yang tersaji dalam memorandum Panitera MA kepada hakim agung.
Memorandum tersebut hanya memuat daftar penerima HPP yang ada dalam kamar, sedangkan penerima alokasi HPP lainnya tidak dimuat dalam memorandum tersebut, "terangnya.
H. Suharto juga menyebut bahwa IPW juga menganggap seluruh perkara yang diputus tahun 2022 dan 2023 dianggap diberikan HPP. Hal tersebut tidak benar karena untuk tahun 2022 Honorarium penanganan perkara hanya diberikan atas penyelesaian perkara paling lama 120 hari kalender sejak perkara diterima oleh majelis sampai dikirim ke pengadilan pengaju.
Sedangkan tahun 2023 dan honorarium penanganan perkara hanya diberikan atas penyelesaian perkara paling lama 90 hari kalender sejak perkara diterima oleh majelis sampai dikirim ke pengadilan pengaju.
Berdasarkan data Kepaniteraan Mahkamah Agung, jumlah perkara tahun 2022 yang diselesaikan paling lama 120 hari sebanyak 20.558 perkara, sedangkan untuk perkara tahun 2023 yang diselesaikan paling lama 90 hari sebanyak 22.341 perkara. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar