Indonesia masih sangat bergantung pada pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) untuk pertumbuhan ekonomi. Dengan cadangan SDA melimpah seperti nikel, timah, bauksit, dan batubara, sektor pertambangan memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Namun, pengelolaan yang buruk, kerusakan lingkungan, dan korupsi sering menjadi masalah utama, bertentangan dengan amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 yang menyatakan bahwa SDA harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Indonesia memiliki cadangan SDA strategis, seperti nikel terbesar di dunia dan cadangan batubara sebanyak 38,84 miliar ton. Namun, tata kelola yang buruk menjebak Indonesia dalam fenomena "growth without governance" atau pertumbuhan tanpa tata kelola. Untuk memperbaiki hal ini, Indonesia bergabung dengan Extractive Industry Transparency Initiative (EITI) sejak 2010 guna mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan SDA.
Dalam Konferensi Nasional "Tata Kelola Energi dan Sumber Daya Alam" yang diadakan oleh Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, di Jakarta, Selasa (17/09/2024). Fabby Tumiwa dari Institute for Essential Services Reform (IESR) menyoroti bahwa tata kelola sektor ekstraktif semakin kompleks di era transisi energi. Menurutnya, tekanan untuk menarik investasi besar, kenaikan harga komoditas, serta ekspansi pertambangan ke kawasan sensitif ekologis dan sosial semakin membuka peluang korupsi.
Lebih dari itu, Fabby menegaskan, Transisi energi dan penanganan krisis iklim membutuhkan penguatan tata kelola SDA. Solusi efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca harus diutamakan, serta menghindari ketergantungan pada energi fosil dan infrastruktur berbasis fosil. Ekstraksi SDA harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan, melindungi kawasan sensitif, dan menjunjung hak-hak masyarakat lokal.
"Disisi lain, Regulasi yang kuat, penegakan hukum, dan transparansi sangat diperlukan untuk memastikan nilai tambah dari SDA dimaksimalkan untuk Indonesia. Investasi pada industri hilir, transfer teknologi, serta penciptaan lapangan kerja juga harus diprioritaskan," pungkasnya.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar