Komite Perlawanan Rakyat (Kompera) meluncurkan dan bedah buku "Jiwa-Jiwa Bermesin #2: Kami Menolak Menyerah karya Petrus Hariyanto. Buku ini merupakan kumpulan kisah nyata yang menyajikan cerita-cerita inspiratif dan motivasional dari para pasien yang menjalani cuci darah (hemodialisis). Kami Menolak Menyerah menggambarkan perjuangan, harapan, dan tekad luar biasa dari para pasien dalam menghadapi tantangan hidup dengan penyakit ginjal kronis (PGK).
"Setiap kisah dalam buku ini menceritakan pengalaman pribadi para pasien hemodialisis yang menggambarkan bagaimana mereka menghadapi berbagai tantangan hidup dengan keberanian dan ketabahan. Melalui cerita-cerita ini, pembaca dapat merasakan betapa besar perjuangan yang dihadapi oleh para pasien, juga mendapatkan inspirasi dan motivasi dari tekad mereka untuk terus melanjutkan hidup meskipun dalam kondisi yang sulit," ungkap Petrus Hariyanto yang menjadi narapidana politik Partai Rakyat Demokratik (PRD) dari tahun 1996 hingga 1999 ini di Jakarta, Minggu (4/8/2024).
PGK adalah kerusakan ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal dan atau gangguan struktur pada ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan dan berlangsung progresif atau semakin lama semakin memburuk. Gejala PGK sering kali tidak terasa di awal, namun seringkali pasien mengeluhkan sakit ginjal setelah berada di stadium lanjut.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018, prevalensi PGK di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter adalah 0,38% (739.208 pasien). Data Riskesdas 2020 mencatat kenaikan angka pasien PGK dari 2018 hingga 2020 menjadi 1.602.059. Menurut data Indonesia Renal Registry, pada 2022 ada 63.489 pasien baru terdeteksi dan 158.929 pasien aktif menjalani hemodialisis dengan penyakit ginjal kronik yang umumnya diakibatkan oleh hipertensi dan diabetes. Angka ini diperikirakan akan terus meningkat.
Sementara itu, pengeluaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk gagal ginjal bisa dikatakan cukup tinggi. Pengeluaran satu tahun pada periode 2021 mencapai Rp 6,5 triliun dan berada di posisi ke empat dari total pengeluaran BPJS.
Melalui buku ini, Petrus dan para pasien cuci darah berharap pemerintah Indonesia memenuhi hak-hak PGK di Indonesia. Hal ini sejalan dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengamanatkan setiap orang berhak atas kesehatan yang setinggi-tingginya, hidup sejahtera, lahir dan batin, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu.
Pemerintah Indonesia diharapkan mengambil langkah konkret untuk memastikan pemenuhan hak pasien PGK melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan. Ini termasuk penyediaan fasilitas hemodialisis yang memadai di berbagai wilayah, ketersediaan obat-obatan dan peralatan medis yang dibutuhkan, serta penambahan unit hemodialisis di rumah sakit-rumah sakit dan pusat kesehatan. Dengan layanan kesehatan yang lebih baik, para pasien PGK diharapkan dapat menerima perawatan yang optimal tanpa harus mengalami hambatan geografis atau kekurangan fasilitas.
Pemerintah juga diharapkan meningkatkan dukungan finansial dan kebijakan yang mendukung aksesibilitas layanan kesehatan bagi pasien PGK. Ini termasuk peningkatan alokasi anggaran untuk penanganan PGK dalam program BPJS, serta pengembangan kebijakan yang memastikan layanan kesehatan dapat diakses oleh semua orang, terutama mereka yang berada di daerah terpencil atau kurang mampu.
"Dengan dukungan ini, diharapkan pasien PGK tidak terbebani oleh biaya tinggi perawatan dan dapat menerima layanan kesehatan yang mereka butuhkan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik," tutup Petrus yang merupakan alumni jurusan Sejarah Universitas Diponegoro ini.
Bedah buku "Jiwa-Jiwa Bermesin #2: Kami Menolak Menyerah dipandu oleh Dr. Ruth Indiah Rahayu dengan menampilkan narasumber Dr. Esther Yusuf, Dr. Arie Sudjito, dan Petrus Hariyanto di Museum Kebangkitan Nasional. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar