Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tahun 2019 menyebutkan bahwa sebanyak 244 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), tahun 2020 sebanyak 149 kasus, dan tahun 2021 sebanyak 234 kasus.
Kasus perdagangan orang di Indonesia masih menjadi permasalahan yang kompleks dengan berbagai faktor penyebab seperti lemahnya faktor ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang menyasar kelompok rentan khususnya perempuan dan anak. Sehingga menjadi perhatian bersama terhadap maraknya permasalahan perdagangan orang yang menyasar anak dan eksploitasi seksual dan/atau ekonomi yang terjadi pada anak.
Oleh karena itu, KPAI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang Perlindungan Anak Korban Eksploitasi dan TPPO Berbasis Daring/Online yang menghadirkan peserta lintas sektoral terkait di Hotel Millenium Jakarta, Jumat (08/03/2024).
Hadir membuka secara langsung FGD tersebut Ketua KPAI Ai Maryati Solihah beserta Anggota KPAI Diyah Puspitarini, Kepala Sekretariat Dewi Respatiningsih.
Hadir juga narasumber Asdep Koordinasi Penanganan Kejahatan Transnasional dan Kejahatan Luar Biasa Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Brigjen Pol. Adhi Satya Perkasa, Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Teguh Arifiyadi, dan penanggap Asdep Tenaga Kerja Tindak Pidana Perdagangan Orang Kemen PPPA Priyadi Santosa, Pekerja Sosial Ahli Madya Ditjen Rehsos Kemensos Hasrifah Musa. Sementara hadir juga peserta dari lintas Kementerian dan Lembaga terkait.
Dalam sambutannya, Ai menyampaikan bahwa dalam 3 tahun terakhir jumlah pengaduan KPAI mengenai kasus TPPO terhadap anak cukup tinggi dan ini perlu menjadi perhatian bersama.
Perkembangan teknologi memiliki peran dalam meningkatnya kasus perdagangan orang, karena pelaku lebih mudah untuk menjalankan modusnya dan menjadi peluang bagi para pelaku dalam berkomunikasi dengan calon korban.
Sementara itu, Brigjen Pol. Adhi Satya Perkasa mengatakan, pemerintah dalam kurun waktu 2021 dan 2022 telah menangani 1.262 korban dari tren baru TPPO yang direkrut secara non-prosedural sebagai online scammers.
Penguatan pengawasan dalam kasus TPPO menjadi strategi dalam mencegah dan mengidentifikasi terjadinya TPPO, seperti melakukan penguatan sistem pemenuhan hak anak, penguatan penegakan hukum, hingga penguatan dunia usaha dalam pencegahan TPPO.
“Edukasi penggunaan media sosial bagi anak sangat diperlukan untuk dapat memastikan konten yang aman dikonsumsi oleh anak. Di luar negeri, ada parent days yang menjadi wadah bagi orang tua untuk mengikuti kelas dalam mendapatkan pemaparan tentang bahayanya internet untuk anak serta negara maju lebih menganut content filtering, sedangkan Indonesia menganut content blacklist yang dimana konten tersebut dialirkan terlebih dahulu dan disaring ketika adanya pelanggaran konten,” pungkas Teguh Arifiyadi.
Adapun, Dalam FGD ini disepakati beberapa rekomendasi yaitu sebagai berikut:
# Mendorong Upaya penegakan hukum TPPO melalui Direktorat TPPO PPA sebagai perubahan kelembagaan di Mabes Polri,
Adanya unit khusus untuk cyber kekerasan anak dan
Diperlukannya hotline
gugus tugas TPPO:
1. Memastikan menggunakan Teknik investigasi Keuangan (follow the money) sebagai basis investigasi TPPO;
2. Memastikan terbangunnya penguatan perspektif perlindungan perempuan dan anak di lingkungan direktorat TPPO PPA terkait dengan SDM Pusat maupun Daerah;
3. Menyediakan satuan kerja khusus cyber Perlindungan Anak yang dapat merespon kasus berbasis online/daring;
4. Mendorong percepatan keberfungsian ketua harian Polri ditingkat pusat sampai ke daerah; (Ketua harian Mabes Polri);
5. Harmonisasi peraturan menyesuaikan Perpres 49 tahun 2023 di Tingkat daerah Provinsi/Kabupaten/Kota;
6. Adanya monitoring dan penindakan transit di area perhubungan (Pelabuhan, Bandara) dalam upaya percepatan pencegahan TPPO pada keberangkatan korban;
7. Mendorong fungsi Sekretariat Nasional GT PP TPPO dibawah Mabes Polri untuk peningkatan koordinasi;
8. Mendorong percepatan proses eksekusi restitusi di tingkatan putusan pengadilan melalui adanya pengaturan sita jaminan aset dimulai dari tingkat penyidikan sampai putusan;
9. Mendorong Kemkominfo untuk menerima berbagai rekomendasi yang bersifat konten negatif anak (kejahatan cyber) untuk di tindaklanjutui untuk di take down;
Kemendikbud Ristek agar memperkuat literasi digital dalam edukasi dan desiminasi informasi yang benar sebagai upaya mencegah TPPO bagi anak dengan memasukan kurikulum literasi digital oleh Kemendikbud;
#Mendorong Kemendikbud melakukan sosialisasi aturan ITE terbaru terkait Perlindungan Anak berbasis elektronik;
# Mendukung Kemensos agar menambahkan materi terkait dampak yang ditimbulkan ketika anak mengakses internet;
# Mendorong adanya supervisi oleh Kemensos kepada Lembaga Layanan Penyelenggara Rehabilitasi Anak Korban TPPO;
Diakhir sesi, KPAI menyampaikan harapannya bahwa dengan dilaksanakan FGD ini tentu agar dapat memetakan permasalahan terkini terkait dengan permasalahan anak sebagai korban eksploitasi dan TPPO khususnya dalam ranah daring/online.
Selain itu juga dapat memperkuat komitmen para pemangku kepentingan terkait pencegahan dan penegakkan hukum terhadap anak sebagai korban TPPO dan eksploitasi seksual dan/atau ekonomi berbasis online.
Mari bersama-sama terus perkuat sinergi dalam melaksanakan komitmen impelementasi terhadap rekomendasi yang disepakati hari ini," tutup Ai.
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar