Dalam khittahnya, Muhammadiyah adalah organisasi sosial-keagamaan, bukan organisas politik, tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan politi atau organisasi politik manapun.
Namun demikian, bukan berarti Muhammadiyah apolitik dan abai dengan persoalan politik. Politik Muhammadiyah adalah politik kebangsaan, bukan perjuangan politik praktis untul merebut kekuasaan.
Muhammadiyah, dalam khittah Denpasar 2002, meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umum al-dunyawiyyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai dengan hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus sesuai dengan tanggung jawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.
"Terkait suksesi kepemimpinan nasional 2024, Muhammadiyah melalui Keputusan Muktamar 48 di Surakarta tahun 2022 mendorong para pemimpin memiliki orientasi pada nilai Pancasila, agama, dan kepribadian bangsa yang mendalam dan autentik. Muhammadiyah berharap para pemimpin yang terpilih haruslah sosok-sosok negarawan sejati yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri, kroni, dinasti, dan kepentingan sesaat lainnya," kata H. Hardiansyah, ST., M.M. Koordinator Nasional APM di Jakarta, Jum'at (2/2/2024).
Para pemimpin yang dipilih juga mampu membebaskan dari kooptasi berbagai kekuatan asing maupun domestik, yang terus-menerus bekerja membelokkan negara dari fungsi dan orientasi kepatuhan konstitusional (constitutional obedience) dan keluhuran nilai Pancasila. Para pemimpin yang dihasilkan oleh Pemilu 2024 juga diharapkan memiliki prinsip politik untuk melepaskan dan tidak untuk melanggengkan kekuasaan.
Untuk itulah, Muhammadiyah selalu konsisten memberi panduan bagi warganya dalam memilih pemimpin bangsa dan negara. Melalui Munas tarjih tahun 2003, Muhammadiyah merumuskan tujuh kriteria sebagai pedoman untuk memilih pemimpin, yaitu: (1) memiliki integritas (sidiq). (2) kapabilitas (Amanah), (3) memiliki jiwa kerakyatan (tablig), (4) visioner (fatanah), (5) berjiwa negarawan, (6) mampu menjalin hubungan internasional, dan (7) memiliki jiwa reformis.
Berbeda dengan Pemilu-Pemilu sebelumnya, Pemilu 2024 berada dalam situasi politik yang sedang tidak baik-baik saja. Pemilu sebagai jalan demokratis untuk menjaring pemimpin bangsa mengalami ancaman yang sangat serius.
Dimulai dengan keinginan istana untuk memperpanjang kekuasaan selama tiga periode hingga mengakali undang-undang melalui Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meloloskan berjalannya politik dinasti dengan mencalonkan Gibran anak Jokowi menjadi cawapres - walau sebelumnya belum mencukupi persyaratan usia.
Belum cukup sampai disitu, untuk memastikan politik dinasti menang di Pemilu 2024, Presiden Joko Widodo dengan sengaja ikut cawe-cawe dalam proses politik hingga upaya menenangkan anaknya yang berpasangan dengan capres Prabowo Subianto melalui indikasi pengerahan aparatur dan infrastuktur negara serta indikasi politisasi bantuan sosial untuk masyarakat.
Perilaku cawe-cawe presiden dalam proses Pemilu mengisyaratkan bahwa Presiden Joko Widodo bukanlah sosok negarawan, namun hanya sosok politisi yang ingin melanggengkan kekuasaan melalui politik dinasti. Demikian juga Prabowo Subianto, dengan menerima Gibran anak Jokowi sebagai cawapres, menunjukkan Prabowo adalah seorang pemburu kekuasaan yang tidak memiliki jiwa kenegarawanan.
Bersatunya Prabowo Subianto dengan Gibran Rakabuming Raka serta didukung oleh kekuatan oligarkis, menurut banyak kalangan disebut dengan bersatunya produk gagal reformasi dan anak haram konstutisi. Tentunya hal ini merupakan bentuk ancaman terhadap masa depan kualitas demokrasi.
Alumni Perguruan Muhammadiyah (APM) menganggap pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rabuming Raka adalah pemberi harapan palsu bagi masa depan Indonesia.
Prabowo - Gibran adalah pemberi harapan palsu (php) bagi upaya mewujudkan masa depan demokrasi yang berkualitas.
Prabowo - Gibran adalah pemberi harapan palsu (php) bagi pembangunan menuju Indonesia maju
Prabowo - Gibran adalah pemberi harapan palsu (php) bagi perwujudan rasa keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia
Prabowo - Gibran adalah pemberi harapan palsu (php) bagi perwujudan persatuan dan perdamaian Indonesia
Berpijak kepada pokok pedoman Muhammadiyah dan pembacaan atas kondisi politik Indonesia saat ini. Alumni Perguruan Muhammadiyah (APM) wadah komunikasi alumni perguruan Muhammadiyah dari Tingkat TK hingga perguruan Tinggi seluruh Indonesia - menyampaikan petisi dengan nama PETISI HAPUS PRABOWO & GIBRAN (PHP GIBRAN) sebagai berikut:
1. Meminta kepada seluruh warga dan simpatisan Muhammadiyah pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk menghapus pasangan Prabowo - Gibran dari opsi pilihannya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) tanggal 14 Februari 2024.
2. Atas dasar khittah, keputusan dan panduan politik Muhammadiyah serta demi kepentingan besar menyelamatkan bangsa, meminta kepada anggota, pengurus dan eksponen Muhammadiyah lainnya, yang saat ini mendukung dan menjadi bagian dari pemenangan Prabowo - Gibran untuk bertaubat (taubat politik) dengan tidak lagi mendukung dan memenangkan Prabowo-Gibran.
3. Meminta kepada seluruh warga dan simpatisan Muhammadiyah dan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk bergerak bersama mengajak keluarga, tetangga dan rekan-rekannya untuk tidak mendukung dan tidak memilih pasangan Prabowo-Gibran
4. Meminta kepada warga dan simpatisan Muhammadiyah dan masyarakat Indonesia untuk berbondong-bondong datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara), dengan tidak memilih Prabowo-Gibran serta berperan aktif turut mengawasi terhadap bahaya potensi kecurangan pemilu.
5. Meminta kepada seluruh warga dan simpatisan Muhammadiyah untuk melaporkan segala bentuk potensi kecurangan Pemilu - baik dimasa kampanye, masa tenang dan masa pemilihan. Dokumentasi temuan potensi kecurangan dapat dikirim melalui berbagai aplikasi dan saluran pengawasan pemilu yang dikembangkan oleh Civil Society.
Demikian petisi ini kami sampaikan, semoga dapat memberi sumbangsih bagi penyelamatan demokrasi, dan mencegah keburukan untuk berkuasa di negara Indonesia tercinta.
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar