Sebuah video dari pegawai Forum Komunikasi Bantuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Garut mengenai dukungan terhadap Gibran Rakabuming Raka telah menciptakan kontroversi. Meskipun non ASN, dampak dari pernyataan ini menimbulkan pertanyaan etika dan netralitas dalam lingkungan pemerintah daerah.
Menurut Togap Marpaung, mantan mantan Inspektur senior di Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), kepatuhan terhadap aturan kepegawaian internal menjadi esensial. Pengucapan dukungan terhadap calon pemimpin harus didahului oleh persetujuan dari atasan setingkat lebih tinggi. Terbukti, langkah tegas berupa skorsing diberlakukan terhadap pegawai yang melanggar norma tersebut.
Dalam tanggapannya, Kepala Kantor Kepresidenan (KSP) menegaskan bahwa pegawai non ASN tidak melanggar Undang-Undang, mengingat status mereka. Sementara itu, Cak Imin, calon wakil presiden paslon 1, menyampaikan bahwa pernyataan Moeldoko "menyakiti nurani dan etika."
Disisi lain, Melalui konferensi pers pada November 2023, Moeldoko menekankan dua poin penting terkait netralitas pegawai non ASN di instansi pemerintah. Pertama, selama kampanye, mereka harus mengajukan cuti. Kedua, pelayanan publik tidak boleh terpengaruh oleh situasi politik eksternal.
Namun, muncul pertanyaan kritis:
1. Apakah Moeldoko setuju jika pegawai non ASN di KSP secara terbuka mendukung paslon tertentu?
2. Apakah ada aturan tertulis yang membebaskan pegawai non ASN di KSP untuk berkampanye dalam politik tahun 2023-2024?
Sumber daya manusia di KSP, yang dapat berasal dari PNS dan Non-PNS, perlu mematuhi pedoman ini. Terlebih lagi, konteks RUU ASN yang mengatur pengangkatan honorer Satpol PP menjadi PNS atau PPPK, menambah dimensi kompleks pada dinamika kepegawaian pemerintah.
Seperti diketahui, Kantor Staf Presiden merupakan lembaga nonstruktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dengan Sumber Daya Manusia yang dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil dan Non-PNS.
Kiranya Pak Moeldoko berkenan memberikan tanggapan atas dua pertanyaan Togap Marpaung yang dipaksa pensiun 1 Juli 2018, harusnya 1 Juli 2023 karena melaporkan korupsi.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar