Meski perekonomian dunia sedang lesu karena dalam proses pemulihan pasca pandemi Covid-19, ekspor produk hasil hutan tetap meningkat dan berhasil mencapai target yang dicanangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Pelaksana Tugas Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Agus Justianto mengungkapkan KLHK menargetkan ekspor produk hasil hutan pada tahun 2023 sebesar 10 miliar dolar AS. “Realisasinya hingga pertengahan Desember sudah mencapai 12,85 miliar dolar AS atau 128,5% dari target,” ujarnya dalam keterangan persnya, Rabu (27/12/2023).
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor hasil hutan adalah adanya kehandalan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK). Sistem tersebut telah mendapat kepercayaan global untuk menjamin produk kayu yang dibeli bersumber dari pengelolaan hutan secara lestari. Hal ini juga dibuktikan Indonesia menempati ranking tertinggi pada Global Timber Index (GTI), platform yang mempromosikan perdagangan kayu legal dan berkelanjutan yang dipublikasikan oleh Organisasi Kayu Tropis Internasional (ITTO).
Sementara itu, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Krisdianto menjelaskan rebranding dan penguatan SVLK sangat strategis ketika isu legalitas dan kelestarian produk kayu semakin menjadi perhatian dunia. Banyak Negara yang kini membuat regulasi untuk memastikan produk kayu yang masuk bersumber dari pengelolaan hutan lestari dan bukan dari deforestasi.
Setelah Uni Eropa memberlakukan ketentuan anti deforestasi (EUDR), kini tren regulasi bebas deforestasi juga muncul di pasar-pasar kunci. Diantara di Amerika Serikat dengan US Forest Act 2023, Inggris (UK Forest Risk Commodities), dan Jepang (Japan Clean Wood Act).
Untuk menghadapi tren tersebut.
"Penguatan SVLK terus dilakukan. Saat ini SVLK telah dilengkapi dengan kriteria dan indikator sesuai tuntutan pasar global, salah satunya adalah keterlacakan melalui penyampaian titik koordinat lokasi penebangan, pengolahan, dan pemasaran produk kayu (geo-lokasi). Untuk semakin memperkuat legalitas dan keterlacakan bahan baku kayu, dilakukan interkoneksi sistem informasi," ungkap Krisdianto.
Krisdianto melanjutkan, untuk meningkatkan keberterimaan SVLK kampanye positif SVLK dan soft diplomacy juga dilakukan bersamaan dengan promosi dan peningkatan kerja sama internasional.
“Selain untuk pasar-pasar kunci seperti Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat, SVLK juga menjadi bekal untuk Indonesia membuka akses pasar baru,” kata Krisdianto.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yang juga Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) Indroyono Soesilo menyatakan pihaknya mendukung penuh upaya promosi dan diplomasi SVLK.
Indroyono Soesilo menyatakan, SVLK terbukti meningkatkan akuntabilitas dan transparansi yang berdampak pada perbaikan tata kelola hutan di Indonesia
"Dengan SVLK kita berhasil menekan pembalakan liar sampai titik terendah dan memperlambat laju deforestasi. Secara tidak langsung SVLK juga mendukung capaian FOLU Net Sink 2030 dengan menekan laju deforestasi dan pembalakan liar serta memperluas pasar kayu legal,” kata Indroyono.
Indroyono juga mengungkapkan Promosi dan kerja sama dengan asosiasi-asosiasi importir kayu di Negara-negara tujuan saat ini terus dilakukan dengan fasilitasi dari Kedutaan Besar RI di negara tujuan ekspor. Salah satu yang dilakukan oleh asosiasi adalah melakukan komunikasi dan penjajakan pasar dengan salah satu grup perusahaan terbesar di Timur Tengah, di sela Konferensi Perubahan Iklim COP28 UNFCCC, Dubai Uni Emirat Arab. Harapannya Dubai bisa menjadi Hub untuk perdagangan kayu Indonesia di Timur Tengah, bahkan ke pasar global.
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar