Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melangsungkan penandatanganan Nota Kesepahamanan/_Memorandum of Understanding_ (MoU) dengan Mahkamah Agung, pada Rabu (06/12/2023). Muatan MoU ini terkait tugas dan fungsi di bidang agraria dan tata ruang, serta penguatan kapasitas penanganan perkara pertahanan.
Pada kesempatan tersebut, Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Tjahjanto mengatakan bahwa memang salah satu tugas utamanya sebagai menteri adalah mempercepat penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan, termasuk pemberantasan mafia tanah. “Itu juga yang menjadi amanat Bapak Presiden kepada saya, saat dilantik menjadi Menteri ATR/Kepala BPN," ujarnya di lokasi penandatanganan MoU, di Ruang Kusuma Atmaja Mahkamah Agung, Jakarta.
Hadi Tjahjanto melihat persoalan pertanahan juga menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak, dalam hal ini Kementerian ATR/BPN dan Mahkamah Agung. “Kementerian ATR/BPN terus berupaya meminimalisir munculnya sengketa, konflik, dan perkara pertanahan melalui berbagai layanan yang diberikan kepada masyarakat. Mahkamah Agung terus berupaya melaksanakan proses peradilan secara transparan dan adil terutama terhadap kasus-kasus pertanahan, sesuai dengan kaidah hukum pertanahan yang berlaku," tuturnya.
Menteri ATR/Kepala BPN menilai kerja sama yang selama ini sudah dibangun dengan Mahkamah Agung perlu diperkuat. “Melalui Nota Kesepahaman ini, saya berharap koordinasi antara Kementerian ATR/BPN dengan Mahkamah Agung menjadi lebih erat. Jangan sampai Nota Kesepahaman yang ditandatangani ini hanya seremonial saja,” imbuhnya.
Lebih lanjut Menteri ATR/Kepala BPN mengatakan kerja sama ini penting agar disparitas dalam putusan kasus-kasus pertanahan dapat diminimalisir, baik perdata, tata usaha negara, maupun pidana, "Sehingga, memudahkan jajaran Kementerian ATR/BPN dalam melaksanakan putusan tersebut, karena hanya terdapat satu putusan berkekuatan hukum tetap (_in kracht_) yang dapat dieksekusi,” ungkapnya.
Ketua Mahkamah Agung, Syarifuddin sepakat bahwa kerja sama perlu diperkuat. Ia pun melihat hal ini sebagai langkah baik untuk penyelesaian kasus pertanahan di Indonesia. “Semoga penandatangan MoU menjadi awal yang baik. Saya menyambut baik MoU ini karena bagi kami ini sangat penting. Banyak permasalahan yang muncul, dan kita harapkan semua bisa kita atasi melalui kerja sama,” ucapnya.
Setelah MoU diteken, ia juga berharap segera dilakukan sertifikasi hakim pertanahan. “Ini merupakan langkah yang cepat, tepat, dan mudah. Dari sana nanti kita bisa membuat peradilan untuk pertanahan,” terang Ketua Mahkamah Agung.
MoU ini juga dijadikan landasan pelaksanaan kerja sama untuk mencapai tujuan penguatan pengetahuan teknis dan hukum di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang. Di samping itu, MoU ini juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, serta peradilan dan pemadupadanan data dan/atau informasi.
Adapun MoU tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana dan Plt. Sekretaris Mahkamah Agung, Sugiyanto. Penandatanganan disaksikan langsung oleh Menteri ATR/Kepala BPN dan Ketua Mahkamah Agung.
Hadir mendampingi Menteri ATR/Kepala BPN, Direktur Jenderal (Dirjen) Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Iljas Tedjo Prijono; Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama, Dony Erwan Brilianto; Kepala Biro Hukum, Oloan Sitorus; serta Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Lampri.
Turut hadir dalam penandatanganan MoU, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Sunarto; para Ketua Kamar Mahkamah Agung; para Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung; Panitera; serta para Pejabat Eselon I di lingkungan Mahkamah Agung. (Ar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar