Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, menekankan konsep kesehatan yang benar dalam kuliah umum di Gedung A Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Sabtu (11/11). Menurutnya, konsep yang tepat adalah menjaga orang tetap sehat, bukan sekadar mengobati orang yang sudah sakit.
"Yang menarik buat saya adalah to promote healthy life and well-being tidak ada kata-kata to cure people. Menjaga orang tetap sehat dan sejahtera, jadi tidak ada kata-kata mengobati orang sakit," ujar Menkes Budi.
Menkes Budi mengungkapkan bahwa sebelum menjabat, 80% anggaran di Kementerian Kesehatan digunakan untuk mengobati orang sakit, mengurus dokter spesialis, rumah sakit, alat kesehatan, dan obat-obatan, bukan untuk menjaga orang tetap sehat. Hal ini menjadi dasar pemikiran bahwa ada yang salah dengan konsep kesehatan yang telah diterapkan.
Untuk merubah konsep tersebut, Menkes Budi memimpin inisiasi 6 pilar transformasi kesehatan, salah satunya adalah transformasi layanan primer. Revitalisasi Puskesmas, Posyandu, dan Puskesmas Pembantu (Pustu) menjadi fokus utama dalam transformasi ini.
Menkes Budi menjelaskan, "Itu sebabnya di undang-undang yang baru kita bikinnya revitalisasi layanan Primer. Itu gak berhenti di 10.000 Puskesmas tingkat kecamatan dan kelurahan. Kita ada 34 provinsi, 514 kabupaten/kota. Kita mau turunin 85.000 Puskesmas pembantu di level desa dan 300.000 di level dusun."
Upaya untuk menjaga kesehatan juga ditekankan pada kalangan anak muda. Melalui kurikulum pendidikan, aspek kesehatan dimasukkan ke dalam materi pembelajaran. Menkes Budi menyebutkan, "Kita sudah ada 60 kurikulum kesehatan masuk ke pendidikan PAUD, TK, SD, SMP, SMA."
Edukasi promosi kesehatan diarahkan kepada generasi muda, dengan penekanan pada pencegahan penyakit. Menkes Budi menyadari pentingnya memulai edukasi sedini mungkin, dan tahun depan rencananya akan menjadi bagian resmi dari kurikulum.
Dalam konteks transformasi kesehatan, Menkes Budi menekankan bahwa promosi kesehatan bukanlah usaha yang dapat dilakukan secara eksklusif. "Yang namanya promosi kesehatan itu sifatnya inklusif bukan eksklusif harus dilakukan jadi gerakan," ungkapnya.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar