Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan akan mengumumkan hasil putusan atas gugatan terkait aturan usia minimal calon presiden dan wakil presiden pada Senin, 16 Oktober mendatang. Putusan ini sangat dinanti karena diduga berkaitan erat dengan upaya untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), maju sebagai calon wakil presiden.
Gibran, yang saat ini berusia 36 tahun, belum memenuhi syarat usia untuk menjadi cawapres. Namun, banyak pihak yang mengkhawatirkan bahwa MK akan mengabulkan gugatan tersebut, memungkinkan Gibran untuk melangkah ke Pilpres 2024. Salah satu faktor yang menimbulkan keraguan adalah independensi Ketua MK, Anwar Usman, yang dianggap terpengaruh karena merupakan adik ipar Presiden Jokowi.
Situasi ini semakin kompleks dengan dukungan terbuka dari anak bungsu Jokowi, Kaesang, terhadap pencalonan Gibran sebagai cawapres. Partai politik pendukung pemerintahan Jokowi juga secara serius mempertimbangkan Gibran sebagai cawapres potensial.
Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Ari Nurcahyo, mengungkapkan kekhawatirannya dalam sebuah diskusi media yang berjudul "MK Bukan Mahkamah Keluarga: Tahta, Kuasa, Lupa?". Ia menyatakan bahwa ada kecenderungan politisasi dalam proses hukum ini. "Saat ini ada kehendak politik yang mendahului suatu keputusan hukum. Ini akan memungkinkan politik mendahului sebuah keputusan hukum atau sebuah keputusan konstitusi," kata Ari Nurcahyo di Jakarta, Minggu (15/10/2023).
Menurut Ari, MK mungkin digunakan sebagai alat politik untuk memuluskan jalan Gibran sebagai cawapres. "Ketika tidak bisa Prabowo-Jokowi, makanya Prabowo-Gibran sebenarnya cara yang paling sederhana. Tapi apakah manuver-manuver itu sampai menggunakan MK sebagai instrumentasi kekuasaan? Tentu bayarannya akan sangat mahal," tambahnya.
Ari juga mempertanyakan konsekuensi politik dari potensi pasangan Prabowo-Gibran. Jika pasangan ini terjadi, posisi politik akan semakin jelas. Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar akan menjadi antitesa Jokowi, sementara Prabowo-Gibran akan mendukung Jokowi dengan segala atributnya. Pasangan lainnya, seperti Ganjar Pranowo, akan memiliki perbedaan politik yang jelas dengan yang mendukung Prabowo-Gibran.
Sikap mengambang yang ditunjukkan Jokowi dalam dukungannya juga menuai kritik. Ari menyatakan bahwa pendekatan ini membuat publik mulai merasa jenuh. "Itu sudah terjadi seperti kejenuhan di publik sehingga sekarang mungkin ‘efek Jokowi’, dalam arti akan mengarahkan pilihan ke mana, itu tidak banyak pengaruh signifikan," kata Ari.
Masyarakat menanti hasil keputusan MK dengan penuh antusiasme dan kekhawatiran. Putusan ini tidak hanya akan memengaruhi Pilpres 2024, tetapi juga membawa implikasi penting terhadap integritas hukum dan keberlanjutan demokrasi di Indonesia. MK diingatkan bahwa keputusan mereka harus berlandaskan pada keadilan dan independensi, untuk menjaga kepercayaan masyarakat dalam sistem peradilan Indonesia.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar