Togap Marpaung (TM), seorang pelapor dugaan korupsi di Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), telah mengajukan tiga permohonan Hak Uji Materiil (HUM) di Mahkamah Agung, pekan lalu. Dalam kasus pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2013, yang melibatkan mark up sekitar Rp 1,4 miliar pada alat XRF, Togap memperjuangkan keadilan dan transparansi.
Adapun, Permohonan HUM pertama, yang didaftarkan dengan nomor registrasi 30/PR/VI/HUM/2023 pada 26 Juni 2023, mencakup revisi Pasal 14 dan 15 Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2018. Permohonan ini bertujuan memperjelas pemberian penghargaan dan premi atas penindakan tindak pidana korupsi, serta menetapkan batas waktu penyelidikan dan penuntutan.
Sementara itu, permohonan HUM kedua, dengan nomor registrasi 36/PR/VIII/HUM/2023 pada 16 Agustus 2023, menuntut pengambil alihan perkara dalam tahap penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi setelah berlangsung selama 1 tahun lebih, sesuai revisi Pasal 9 Peraturan Presiden No.102 Tahun 2020.
Permohonan HUM ketiga, didaftarkan dengan nomor registrasi 38/PR/IX/38 P/HUM/2023 pada 5 September 2023, mengusulkan penambahan perlindungan hukum bagi pelapor korupsi dan klarifikasi terhadap perlindungan bagi aparatur sipil negara.
Meskipun ICW, Perludem, Abraham Samad, dan Saut Sitomorang telah memperoleh kemenangan dalam permohonan HUM mereka, tetapi putusan MA untuk Togap Marpaung masih tertunda.
Untuk diketahui, Permohonan HUM pertama ini sudah 100 hari registrasinya, padahal info PANMUD TUN MA bahwa dalam waktu 60 hari paling lama sudah ada putusan. Mengapa bisa terjadi penundaan?
"Penundaan Keputusan ini memiliki dampak besar pada komitmen Presiden Jokowi dalam memerangi korupsi, terutama dalam konteks pengawasan terhadap pejabat publik yang terlibat dalam tindak pidana korupsi," ucapnya.
Sementara beberapa pejabat publik, termasuk lima menteri dan satu kepala badan serta satu menteri lagi, telah dan sedang berproses hukum terkait korupsi selama masa pemerintahan Presiden Jokowi, kegagalan dalam mengatasi kasus korupsi ini dapat membahayakan integritas pemerintahannya. Hal ini menciptakan kekhawatiran di masyarakat, terutama setelah degradasi KPK yang dianggap telah memperkuat dominasi politik Jokowi, seperti yang disoroti oleh The Jakarta Post.
Satu hal lain yang menjadi keprihatinan Togap Marpaung adalah dirinya selaku pelapor korupsi menjadi korban kejahatan birokrasi di Bapeten, dia dipaksa pensiun sehingga tidak dapat gaji 5 tahun. Kejadian itu bisa menjadi legasi buruk bagi Presiden Jokowi jika pelapor korupsi yang wajib dilindungi sesuai konstitusi dibiarkan menjadi korban. Perkara korupsinya pun tak kunjung tuntas walaupun sudah 9 tahun berproses di Polri.
Tapi yang pasti, Situasi ini menciptakan tekanan besar pada sistem hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia, serta perlunya dilakukan perubahan yang mendalam dalam memerangi korupsi dan memberantas ketidakadilan di negara ini.
Akankah Mahkamah Agung memutuskan untuk mendukung perubahan ini, atau apakah pemberantasan korupsi akan mengalami kemunduran yang lebih lanjut di masa mendatang?
"Semua mata tertuju pada putusan Mahkamah Agung yang akan datang," kata Togap.
Mengingat hal itu, Togap Marpaung_TM mengucapkan terima kasih banyak kepada semua staf PANMUD TUN MA yang berkenan memberikan tuntunan sehingga permohonan HUM memenuhi persyaratan.
Seperti diketahui, Salah satu persyaratan utama menjadi pemohon adalah adanya kerugian Materil dan TM tentunya mengalami kerugian Materil yg sangat sangat besar nilainya. Syarat utama lain, yakni legal standing pastilah dipenuhi. Juga batu uji disajikan lengkap, ada 7 UU yg bertentangan dgn PP dan Perpres yg dimaksud.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar