UGM mengambil langkah yang penting dalam membangun fasilitas kerohanian bagi pemeluk semua agama di kampus mereka. Tempat ibadah untuk agama-agama seperti Hindu, Katolik, Kristen, Budha, dan Konghuchu telah dibangun di satu kawasan, yang melengkapi masjid kampus yang ada sebelumnya. Dengan rencana dan eksekusi ini, UGM akan menjadi kampus pertama di Indonesia dengan fasilitas kerohanian yang komprehensif.
Perwujudan fasilitas kerohanian di UGM ini merupakan langkah nyata untuk menegaskan inklusivitas mereka dan penghormatan mereka terhadap perbedaan. Hal ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah Indonesia sebelumnya, di mana Prambanan kini kembali difungsikan sebagai tempat persembahyangan rutin umat Hindu.
Keputusan ini merupakan kemajuan yang berarti mengingat bahwa hal ini telah menjadi wacara dan usulan yang disampaikan sejak lama. Melalui kesepakatan empat menteri dan dua gubernur, kini Prambanan secara resmi bisa digunakan oleh umat Hindu untuk bersembahyang secara rutin, bukan hanya untuk perayaan Nyepi seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam mengadaptasi budaya dari luar, nenek moyang nusantara tidak sekadar melakukan copy-paste. Mereka telah memiliki mekanisme adaptasi yang mumpuni ketika berhadapan dengan budaya luar yang datang ke nusantara. Yang diadopsi adalah nilai-nilai universal yang bermanfaat dan disesuaikan dengan bentuk dan implementasi sehingga tidak merusak tatanan yang sudah ada di nusantara.
Namun, dalam pelaksanaan kebijakan ini, masih ada beberapa hal yang perlu disempurnakan terkait dengan pengelolaan Prambanan sebagai tempat wisata. Diskusi yang berkembang membahas perlunya menemukan jalan tengah agar fungsi wisata dapat berjalan dengan baik sambil menjaga fungsi religi. Hal-hal teknis seperti apakah umat Hindu harus membayar saat masuk Prambanan untuk bersembahyang adalah salah satu hal yang perlu disepakati dan dituntaskan.
Seorang ahli arkeologi dari UGM, Prof. Al Makin, menyoroti bahwa Prambanan yang dikembalikan fungsinya sebagai tempat ibadah Hindu seharusnya dapat meningkatkan daya tarik wisatanya. Pemerintah seharusnya memberikan keleluasaan kepada umat Hindu untuk memanfaatkannya. Beliau yakin bahwa kebijakan ini akan memberikan manfaat bagi semua pihak. UIN Sunan Kalijaga juga turut serta dalam mengawal kebijakan ini dan melakukan kajian-kajian untuk menguatkan fungsinya di masa depan.
Terkait Prambanan, Komang Juli Agustawan, SH. M.Ikom, menekankan dua hal penting. Pertama, menggali nilai-nilai peradaban bangsa dari mahakarya leluhur, agar kita tidak lupa akan akar budaya kita. Kedua, menggaungkan semangat religi dengan menjadikan Candi Prambanan sebagai pusat peribadatan umat Hindu Indonesia dan dunia. Ini adalah langkah penting untuk memperkuat identitas dan spiritualitas bangsa.
Talkshow terkait Prambanan ini diadakan di FIB UGM, Minggu (10/09/2023), melibatkan koordinator staf khusus presiden, direktur jenderal pembimas Hindu Kementerian Agama, rektor UIN Sunan Kalijaga, akademisi arkeologi FIB UGM, dan pembimas Hindu DIY.
Acara ini merupakan rangkaian kunjungan kerja yang bertujuan meninjau pembangunan fasilitas kerohanian di UGM. Dirjen Bimas Hindu juga memberikan dukungan dana sebesar 500 juta rupiah untuk pembangunan pura di dalam fasilitas kerohanian tersebut.
Talkshow ini diselenggarakan oleh Lembaga Kajian dan Penelitian Peradah, Persadha Nusantara, dan Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) UGM dengan dukungan penuh dari Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI. Fakultas Ilmu Budaya UGM turut mendukung sebagai host acara dan menyampaikan sambutan yang diwakili oleh wakil dekan Nur Saktiningrum. Acara ini diisi dengan diskusi dan tanya jawab dengan peserta yang antusias.
Meskipun waktu terbatas, acara ini diakhiri pada pukul 13.00 WIB dan rombongan Dirjen Bimas Hindu melanjutkan peninjauan lokasi pura.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar