Pemilihan umum yang tidak masuk akal yang diselenggarakan di Kamboja tidak boleh dilegitimasi oleh masyarakat internasional. Hal tersebut disampaikan oleh para anggota parlemen Asia Tenggara dalam konferensi pers "Pemilu Yang Hanya Tinggal Nama: Dunia Harus Mengecam Lelucon Pemilu Kamboja" secara online dan offline di Jakarta, Senin (24/07/2023) mengecam serangan rezim Hun Sen yang tak henti-hentinya terhadap para pembela Hak Asasi Manusia dan partai-partai oposisi sebelum hari pemilihan.
Dalam konferensi pers tersebut, Charles Santiago, Ketua Bersama Asean Parliamentarians for Human Rights dan mantan anggota parlemen Malaysia, menyatakan bahwa rezim Hun Sen telah mengancam para pendukung oposisi, menutup media independen, dan melarang partai oposisi yang masih bertahan.
Sudah jelas bahwa pemilihan umum Kamboja yang diselenggarakan pada 23 Juli adalah sebuah sandiwara semata. Partai oposisi terbesar "Partai Cahaya Terang" dilarang berpartisipasi secara administratif yang meragukan pada bulan Mei. Sebelum pemilu, banyak anggota dan pendukung partai Candlelight ditangkap secara sewenang-wenang. Setelah pemungutan suara ditutup, rezim Hun Sen mengklaim bahwa partai berkuasa memenangkan 120 dari 125 kursi di majelis nasional.
Anggota parlemen dan organisasi Hak Asasi Manusia, seperti ASEAN Parliamentarians for Human Rights dan Human Rights Watch, mengecam pemilu ini sebagai sebuah lelucon yang tidak demokratis. Mereka menekankan bahwa pemimpin otoriter semakin menggunakan pemilu sebagai alat untuk mengkonsolidasikan kekuasaan mereka, dan merusak demokrasi.
Asian Network for Free Elections (ANFREL) mencatat bias dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan kondisi politik yang memburuk telah merusak integritas proses pemilihan. Laporan misi penilaian pra-pemilu ANFREL mempertanyakan keaslian dan daya saing pemilu tersebut, yang tidak sesuai dengan standar internasional. Komisi Ahli Hukum Internasional (ICJ) juga menyuarakan keprihatinannya mengenai pelecehan yudisial terhadap para pendukung dan aktivis oposisi.
Dalam menghadapi krisis Hak Asasi Manusia dan supremasi hukum di Kamboja, masyarakat internasional tidak boleh melegitimasi pemilu semacam ini. Para anggota parlemen dari negara-negara demokratis ditekan untuk mengecam pelaksanaan pemilu 2023 di Kamboja sebagai pemilu yang tidak demokratis. "Masyarakat internasional juga harus mendesak pemerintah Kamboja untuk menghentikan penganiayaan politik, membebaskan tahanan politik, dan melakukan investigasi independen terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia dan ketidakberesan pemilu guna memastikan akuntabilitas yang adil," ujarnya.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar