Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia telah mencapai kesepakatan untuk melanjutkan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law dalam rapat paripurna tingkat II, dengan tujuan untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Namun, berbagai kalangan dan kelompok masyarakat telah mengingatkan dan meminta agar pembahasan RUU Kesehatan ini dihentikan.
Mereka berpendapat bahwa RUU ini secara formal mengabaikan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mewajibkan partisipasi publik yang berarti dalam penyusunan dan pembahasan undang-undang. Selain itu, secara substansi, RUU ini berpotensi mengganggu stabilitas pelayanan kesehatan.
Dalam konferensi pers di depan Gedung DPR, Selasa (11/07/2023), Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Harif Fadhilah, menyatakan menolak RUU Kesehatan Omnibus Law. Menurutnya, RUU tersebut merupakan produk norma selundupan DPR dan Pemerintah yang mengganggu stabilitas akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, mengganggu peran interkolaboratif tenaga medis dan tenaga kesehatan, serta mengancam keselamatan rakyat.
Ada beberapa pandangan yang mendukung penolakan ini. Pertama, Pemerintah dan DPR terkesan memaksakan pembuatan RUU Kesehatan tanpa memperhatikan partisipasi publik yang bermakna. Mereka meyakini bahwa RUU Kesehatan Omnibus Law dapat lebih efektif dalam menangani situasi konkret di bidang kesehatan daripada undang-undang yang telah ada sebelumnya.
Kedua, Pemerintah dan DPR kurang transparan dalam memberikan informasi terkait draf RUU yang sedang dibahas. Publik kesulitan mendapatkan akses ke naskah RUU terbaru.
Ketiga, RUU Kesehatan Omnibus Law dianggap sebagai harapan palsu bagi rakyat.
Keempat, RUU Kesehatan Omnibus Law dianggap sebagai syarat liberalisasi di sektor kesehatan.
Kelima, RUU Kesehatan Omnibus Law menciptakan ketidakpastian hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Keenam, RUU Kesehatan Omnibus Law membuka celah bagi pengumpulan informasi data genetik (genom) penduduk Indonesia yang rentan disalahgunakan.
Terakhir, RUU Kesehatan Omnibus Law disusun secara tergesa-gesa dan kurang cermat.
Berdasarkan hal-hal di atas, Harif mengatakan, terdapat tiga pilihan yang bisa dilakukan Pemerintah dan DPR terkait RUU Kesehatan Omnibus Law ini. Pertama, mereka bisa menghentikan pengesahan RUU yang mengancam keselamatan negara dan rakyat dan memperhatikan berbagai kritik serta tuntutan yang diajukan oleh kelompok masyarakat. Dalam hal ini, perlu dilakukan evaluasi mendalam terhadap substansi RUU Kesehatan ini, mengikutsertakan partisipasi publik yang bermakna, serta membuka akses yang transparan terhadap naskah RUU terbaru.
Pilihan kedua adalah menunda pengesahan RUU Kesehatan Omnibus Law. Dengan menunda pengesahan, pemerintah dan DPR memiliki waktu untuk melakukan kajian lebih lanjut terkait dampak dan implikasi RUU ini terhadap stabilitas pelayanan kesehatan, partisipasi publik, alokasi anggaran, kedaulatan negara, dan perlindungan data pribadi.
Pilihan ketiga adalah membatalkan RUU Kesehatan secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh adanya kekhawatiran bahwa RUU ini dapat mengganggu stabilitas pelayanan kesehatan dan mengancam hak-hak masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas.
Dalam mengambil keputusan terkait RUU Kesehatan Omnibus Law, pemerintah dan DPR harus mempertimbangkan kritik dan tuntutan yang disampaikan oleh berbagai pihak, terutama kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan dalam sektor kesehatan. Penting juga untuk melibatkan partisipasi publik yang bermakna, mendorong transparansi dalam proses pembahasan RUU, dan memastikan bahwa substansi RUU ini tidak melanggar asas-asas penyelenggaraan undang-undang, hak-hak masyarakat, dan kedaulatan negara.
"Dalam hal apapun, langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dan DPR haruslah mengutamakan kepentingan dan keselamatan masyarakat serta memastikan stabilitas dan kualitas pelayanan kesehatan yang terjamin. RUU Kesehatan Omnibus Law haruslah disusun dengan cermat, melibatkan partisipasi publik yang bermakna, serta memperhatikan hak-hak dan kepentingan semua pihak yang terlibat dalam sektor kesehatan," pungkasnya.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar