Menteri Sosial RI Tri Rismaharini menekankan perlunya kepercayaan diri para terapis dalam memberikan layanan rehabilitasi sosial kepada penerima manfaat. Hal ini disampaikan Mensos pada agenda Pelatihan Rehabilitasi Sosial Kolaboratif Antar Profesi untuk Penanganan Penyandang Disabilitas Anak.
Pelatihan ini dapat menunjang salah satu komponen utama atau pelayanan langsung dalam rehabilitasi sosial menurut Permensos No. 7 Tahun 2022 tentang pemenuhan kebutuhan penyandang disabilitas, yaitu terapi fisik, terapi psikososial dan terapi mental spiritual.
"Saya ingin ada pelatihan ini bagi terapis supaya mereka yakin bisa mengembalikan fungsi fisik bagi anak-anak yang mengalami kondisi disabilitas. Jadi karena itu silahkan belajar, saya berharap tidak perlu malu dan takut untuk menanyakan apa saja yang diperlukan," kata Mensos di Aula pertemuan Sentra Prof. Dr. Soeharso Surakarta, Jum'at (9/10).
Penguatan keterampilan dan kemampuan terapis pada akhirnya akan membangun kapasitas penyandang disabilitas. Terutama dalam kaitannya dengan kemampuan mereka mengurus diri sendiri sesuai dengan kemampuan. Para penyandang disabilitas diharapkan bisa mandiri dalam menjalani aktivitas sehari-hari di tengah keluarga mereka.
Dalam penanganan penyandang disabilitas, perlu penanganan kolaboratif antar profesi, yaitu melibatkan fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, ortotis prostetis, ortopedis, perawat, pekerja sosial dan psikolog.
Upaya kolaboratif antar profesi ini penting untuk menajamkan asesmen komprehensif agar kebutuhan penerima manfaat terpenuhi secara tepat dan tuntas.
Mensos meyakini upaya ini akan berhasil karena pengalamannya selama ini telah terbukti. "Pengalaman 2,5 tahun saya jadi menteri, ada beberapa orang yang dulunya dia berada di kursi roda, bahkan ada yang 29 tahun, ada yang 19 tahun, ada yang 7 tahun dan sebagainya akhirnya mereka bisa berjalan kembali, mereka tidak pakai kursi roda lagi," kata Mensos.
Beberapa kasus yang ditemui Mensos di NTT dan wilayah lainnya di Indonesia pun bisa ditangani. Pasca diberikan layanan terapi di Sentra Terpadu Prof. Dr. Soehraso Surakarta, para penyandang disabilitas itu pun bisa memaksimalkan fungsi tubuhnya hingga bisa berjalan.
Senada dengan Mensos Risma, Fasilitator yang didatangkan dari Poltekes Surakarta, Bambang Trisnowiyanto mengatakan bahwa dalam penanganan penyandang disabilitas ini tidak hanya pada ranah _hospital setting_, tetapi perlu adanya _social setting._
"Ketika permasalahannya adalah disabilitas maka tidak cukup bahwa keterapian fisik ini dikerjakan di rumah sakit. Tetapi harus juga ada _social setting_, artinya keterapian fisik ini bekerja di Kementerian Sosial yang khususnya menangani anak-anak disabilitas yang belum rampung terhadap gerak dan fungsinya," kata fisioterapis yang juga seorang _classifier_ olahraga Para Game di Kamboja beberapa waktu lalu.
Ia juga menambahkan bahwa _social setting_ ini berguna untuk meningkatkan kualitas hidup penyandang disabilitas. Caranya dengan mewujudkan independensi atau kemandirian para penyandang disabilitas supaya dia bisa mandiri.
Berbagai pengalaman yang disampaikan Mensos Risma menjadi motivasi bagi para terapis untuk meningkatkan kemampuan. Terlebih 31 UPT Rehabilitasi Sosial Kemensos telah menjalankan skema multilayanan bagi penerima manfaat.
Salah satu peserta mengaku pelatihan ini sangat penting dilakukan. "Pelatihan kolaboratif ini penting dilakukan, ini sangat membantu terapis agar lebih komprehensif dalam penanganan penerima manfaat," kata Supardi, Terapis Wicara dari Sentra Efata Kupang.
Selain itu, Supardi berharap pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Profesi (Pusdiklatbangprof) dan Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta ini bisa membuat para terapis lebih siap. "Bisa makin siap dan berani dalam menangani berbagai kasus di masyarakat, terutama penyandang disabilitas anak," katanya.
Ia mengaku ini adalah pelatihan kolaboratif pertama yang diusung oleh Mensos Risma. Ia berharap pelatihan kolaboratif ini lebih intensif dilakukan dengan melibatkan profesi lain, seperti dokter, psikolog dan lain sebagainya.
Selain untuk meningkatkan kemampuan, pelatihan ini juga untuk memberikan pemahaman dan pengalaman bagi peserta terkait peran dan tugas dari berbagai profesi yang berbeda, membekali peserta agar mampu berkolaborasi dengan multi profesi dalam penanganan penyandang disabilitas anak dan meningkatkan kapasitas peserta dalam melakukan praktik terapi sesuai profesi/keahlian (okupasi terapi, terapi wicara, fisioterapi, dan ortotik prostetik).
Pelatihan ini berlangsung sejak tanggal 6 Juni hingga 12 Juni 2023 dan melibatkan 104 peserta. Unsur peserta terdiri dari 31 Kepala UPT Rehsos, 31 Pekerja Sosial serta 42 Terapis dan Fisioterapis Kementerian Sosial.
Pelatihan ini juga menghadirkan narasumber dari Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung Irniati Samosir, Politeknik Kesehatan Surakarta Andreany Kusumawardani dan Bambang Trisnowiyanto.
Turut hadir Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Pepen Nazaruddin, Kepala Pusdiklatbangprof Afrizon Tanjung, Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Bencana dan Kedaruratan Rachmat Koesnadi, Plt. Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Nursyamsu beserta Kepala UPT Sentra Terpadu/Sentra seluruh Indonesia. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar