Hepatitis C adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis C (HCV). Infeksi virus ini dapat mengakibatkan peradangan yang mengganggu fungsi kerja hati, sirosis bahkan kematian. Saat ini Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan seharusnya menyediakan 2 obat program untuk mengobati Hepatitis C yang harus digunakan sebagai kombinasi dan tidak bisa digunakan sebagai obat tunggal.
Caroline Thomas dari Yayasan Peduli Hati Bangsa yang mendampingi orang dengan Hepatitis menyampaikan bahwa dari catatan Pemantauan Berbasis Komunitas yang dilakukan organisasi tersebut, sejak 2019 telah terjadi beberapa kali kekosongan obat.
“Kekosongan salah satu dari obat kombinasi untuk melawan Hepatitis C ini telah terjadi berulang kali, yaitu selama 5 bulan pada tahun 2019, 9 bulan pada tahun 2020, 3 bulan pada tahun 2022, dan setidaknya 5 bulan pada tahun 2023 ini dan masih sedang berlangsung. Kekosongan obat hepatitis C yang terjadi secara terus menerus membuktikan bahwa Kementerian Kesehatan telah menunjukkan ketidakmampuannya dan kegagalannya dalam merencanakan dan mengadakan tersedianya obat secara berkelanjutan” ujar Caroline kepada awak media di Jakarta, Minggu (29/05/2023).
Pada kesempatan yang sama, Dr. dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH, FINASIM selaku Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia menjelaskan Hepatitis C dapat disembuhkan dan jika tidak diobati memiliki dampak terhadap penurunan kualitas hidup orang dengan Hepatitis C serta mempercepat perkembangan penyakit dan dapat berujung pada kematian. Lebih lanjut lagi, Dr. Irsan menyatakan “Indonesia tidak akan pernah mencapai target eliminasi Hepatitis pada 2030 jika orang dengan Hepatitis C tidak diobati”.
Tema Hari Hepatitis Global yang diperingati setiap tanggal 28 Juli selama 2 tahun berturut-turut menekankan pada mendekatkan akses layanan Hepatitis karena penyakit ini tidak dapat menunggu untuk mendapatkan penanganan dan pengobatan. Indonesia sendiri mengadopsi tema ini dan tahun 2022 Pemerintah Indonesia mencanangkan tema “Menuju Generasi Bebas Hepatitis”.
Secara global, WHO mencatat 325 juta orang hidup dengan hepatitis, dengan lebih dari 1,1 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat hepatitis B dan hepatitis C.
Hepatitis adalah salah satu penyakit dan krisis kesehatan yang paling mematikan dan terabaikan. Penyakit inimerenggut nyawa setiap 30 detik. Jessica Hicks, Direktur World Hepatitis Alliance, memperingatkan melalui pesan singkat kepada Peduli Hati Bangsa bahwa pada tahun 2040, kematian akibat virus hepatitis diperkirakan akan melebihi kematian akibat gabungan HIV, malaria, dan tuberkulosis.
Salah satu tanggung jawab Kementerian Kesehatan seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No 53 tahun 2015 tentang penanggulangan Hepatitis Virus adalah Pengobatan untuk Hepatitis C. Dikutip langsung dari situs Inaproc, portal Pengadaan Barang/Jasa Nasional yang dibentuk oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Indonesia, total pagu untuk penyediaan obat Hepatitis pada 2023 mencapai Rp. 14,7 miliar.
Kejanggalan ini menimbulkan reaksi dari berbagai organisasi masyarakat. Sebanyak 150 orang peserta aksi damai gabungan dari organisasi-organisasi yang peduli dengan Hepatitis menuntut Pemerintah Indonesia melalui aksi damai pada 29 Mei 2023 di kantor Kementerian Kesehatan agar segera memenuhi kebutuhan obat bagi orang yang hidup dengan Hepatitis C.
Sementara itu, Koordinator Aksi, Ade Hermawan, yang juga Ketua Umum Yayasan Mutiara Maharani menyatakan lebih jauh lagi bahwa “Perbaikan perencanaan pengadaan obat Hepatitis C di Indonesia yang berkelanjutan sebaiknya melibatkan pasien dan atau komunitas, sehingga lebih efektif dalam perencanaan serta efisien dalam pelaksanaannya”.
Para peserta aksi damai juga meminta audit Kementerian Kesehatan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pengadaan obat Hepatitis C serta hasilnya agar dapat dipaparkan kepada publik secara transparan, akuntabel, dan terbuka sehingga masyarakat dapat turut mengawasi. (Lak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar