Kementerian Sosial mendukung percepatan penanganan kemiskinan ekstrem untuk mendorong pencapaian nol persen kemiskinan ekstrem pada tahun 2024. Menteri Sosial Tri Rismaharini telah menggariskan kebijakan yang meneguhkan komitmen penanganan kemiskinan ekstrem.
Merujuk pada arahan Mensos, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Robben Rico, menyatakan Kemensos turut berperan dalam penanganan kemiskinan ekstrem melalui program-program bantuan sosial (bansos) dan sebagainya, serta bersinergi secara internal maupun eksternal.
“Pada dasarnya, Kemensos mendukung percepatan penanganan kemiskinan ekstrem sebagai upaya mendorong pencapaian nol persen pada tahun 2024, sebagaimana diamanatkan Bapak Presiden Joko Widodo,” kata Robben dalam ASEAN _Socio-Cultural Community_ (ASCC) Knowledge Forum 2023 di Bali, Minggu (7/5).
Secara internal, dikatakan Robben, pertama, Kemensos berupaya meningkatkan pendapatan masyarakat melalui program kewirausahaan, dengan program Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA) dan Sentra Kreasi ATENSI (SKA).
“Peningkatan pendapatan itu, juga diupayakan melalui kesempatan kerja, dengan kerja sama penempatan Penerima Manfaat (PM) dan memberikan kesempatan kepada PM untuk terlibat dalam perakitan alat bantu aksesibilitas bagi penyandang disabilitas,” ujarnya.
Kedua, Robben melanjutkan, peningkatan standar hidup layak melalui program Rumah Sejahtera Terpadu (RST) dan penyediaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa).
“Ketiga, pemenuhan kebutuhan dasar melalui program permakanan bagi lansia dan penyandang disabilitas yang tidak berdaya dengan memberdayakan masyarakat sebagai penyedia dan penyalur makanan,” ucap dia.
Sementara itu, ia menambahkan, untuk menekan angka kemiskinan ekstrem, sinergi eksternal juga dilakukan Kemensos melalui kerja sama dengan _Corporate Social Responsibility_ (CSR)/dunia usaha.
“Selain CSR, kami juga kerap menjalin kerja sama dengan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM), Pembiayaan Ultra Mikro, Kredit Usaha Rakyat (KUR), PT Pegadaian, PT PNM, PT Bahana Arta Ventura, dan Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu,” ungkap Robben.
Adapun, untuk pengurangan beban pengeluaran, dilakukan melalui berbagai macam program bansos, yang pelaksanaannya diamanahkan kepada Kemensos. "Program bansos itu kita upayakan untuk tepat sasaran," katanya.
Ia menjelaskan formula yang diimplementasikan pemerintah saat ini untuk menurunkan angka kemiskinan itu adalah dengan memisahkan data kemiskinan ekstrem melalui leveling/peringkatan.
“Ada tiga level terbawah yang dianggap sebagai domain dari miskin ekstrem. Mereka yang termasuk ke dalam miskin ekstrem di data _by name by address_ (BNBA)," katanya.
Data dari BKKBN lantas dipadukan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos, kemudian dipadankan lagi dengan data Kemendes, dan masih dilakukan cek ulang dengan data Dukcapil.
Hal ini tertera dalam Instruksi Presiden RI No. 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem kepada beberapa Menteri bawahannya, salah satunya Mensos.
Dalam hal ini, Mensos memiliki tugas untuk melakukan verifikasi dan validasi pemutakhiran DTKS sebagai data dasar dan sumber utama dalam penetapan penerima manfaat program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, menyalurkan bansos dan melakukan pemberdayaan ekonomi kepada target sasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sesuai dengan hasil asesmen, dan mengelola data penyaluran bansos, serta data kondisi para penerima manfaat.
*Tren Angka Kemiskinan Ekstrem*
Berdasarkan data dari Bank Dunia, tingkat kemiskinan di ASEAN mengalami penurunan pada tiga dekade terakhir. “Pada 1990-an, tingkat kemiskinan negara-negara di ASEAN berada pada rentang angka 30% - 58%. Pada 2020, angka ini turun menjadi di bawah 10%. Sedangkan, Indonesia saat ini berada di posisi 9,7%,” ungkap Robben.
Penurunan yang signifikan, dikatakan Robben, juga terjadi pada tingkat kemiskinan ekstrem dalam tiga dekade terakhir. “Pada 1990-an, kemiskinan ekstrem di ASEAN mencapai 49%. Tiga dekade kemudian, tingkat kemiskinan ekstrem di ASEAN sudah berada di bawah 5% pada 2020,” katanya.
Bahkan, lanjutnya, sudah ada yang mencapai 0%, yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand. “Sedangkan, Indonesia saat ini berada di posisi 4% atau sekitar 5 juta masyarakat Indonesia masih berada dalam kondisi miskin ekstrem,” paparnya.
Untuk mengantisipasi lonjakan kemiskinan terjadi kembali, Pemerintah Indonesia menerapkan sinergi dan keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah, serta merangkul civitas akademika maupun lembaga non pemerintah dan masyarakat.
Menurutnya, upaya tersebut telah berhasil menekan laju angka kemiskinan menjadi 10,14% di September 2020 dan pada Maret 2022 sudah mencapai angka 9,76%.
Upaya penurunan angka kemiskinan ekstrem ini dipaparkan dalam ASCC Knowledge Forum yang diselenggarakan di Pulau Dewata. Agenda gelaran oleh Kemenko PMK ini menjadi salah satu rangkaian acara Keketuaan Indonesia dalam ASEAN 2023 dan puncak KTT ASEAN 2023.
Forum ini menjadi sarana bertukar pikiran dan pengalaman antar negara-negara ASEAN bagi para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan, baik tingkat pusat dan daerah dalam upaya bersama untuk percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem di ASEAN.
Melalui forum ini juga diharapkan didapatkan gagasan dan rumusan cerdas langkah-langkah strategis penanganan kemiskinan yang lebih adaptif,inklusif dan berkelanjutan.
Mengusung tema _Addressing Gaps and Rethinking Pathways to Eradicate Poverty in_ ASEAN, agenda ini menghadirkan 50 orang peserta yang berasal dari Kementerian/Lembaga Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Non Pemerintah/Pembangunan Internasional, dan Civitas Akademika. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar