Peternak mandiri dan peternak rakyat di Indonesia berada pada titik terendah kehidupan dan operasional usahanya. Dalam kurun waktu 5 (tahun) terakhir, kerugian dan kebangkrutan menjadi bagian keseharian yang tidak dilepaskan dari kehidupan peternak mandiri dan peternak rakyat.
Kesulitan yang dialami peternak mandiri dan peternak rakyat ini terjadi dimana Kementrian dan Lembaga terkait yang seharusnya melindungi dan mendukung operasional bisnis peternak mandiri dan peternak rakyat tidak melakukan langkah-langkah proaktif untuk mengatasi permasalahan yang dialami peternak mandiri dan peternak rakyat. Sehingga perusahaan konglomerasi peternakan menguasai industri perunggasan tanpa memberikan peluang bagi peternak kecil untuk mengembangkan usahanya.
"Kesulitan yang dialami peternak mandiri dan peternak rakyat ini tidak dapat dilepaskan dari langkah dari kebijakan Kementrian/Lembaga terkait, yang mana tidak memiliki orientasi yang jelas untuk melindungi peternak mandiri dan peternak rakyat," kata Sugeng Wahyudi, Ketua Sekretariat Bersama Asosiasi Perunggasan dalam orasinya, Senin (13/03).
Menurut Sugeng, Hal imi dapat terlihat dari:
Pertama, Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan dan Badan Pangan Nasional tidak memiliki data yang valid mengenai kebutuhan dan konsumsi ayam broiler di Indonesia. Hal ini mengakibatkan supply and demand tidak dapat diproyeksikan secara tepat. Sehingga, di pasaran ketersediaan ayam selalu berlebihan (oversupply). Ketiadaan data yang valid in kemudian digunakan oleh perusahaan-perusahaan integrator untuk menguasai pasar dan hulu ke hilir yang berdampak secara langsung terhadap operasional dan kehidupan peternak mandiri dan peternak rakyat. Situasi ini mengakibatkan harga jual ayam di pasaran selalu turun dibawah HPP peternak mandiri dimana input sapronak lebih tinggi daripada harga jual ayam hidup di kandang.
Kedua, pasokan yang berlebihan (oversupply). Tidak adanya data yang valid mengakibatkan produksi ayam selalu berlebih. Perusahaan integrator yang memiliki modal besar dan lini usaha dari hulu ke hilir sama-sama memproduksi jenis ayam yang sama dengan peternak mandiri dan peternak rakyat. Akibatnya ketersediaan ayam selalu melimpah, sementara permintaan dari konsumen tetap sama. Akibatnya harga jual ayam di pasaran jauh dari Harga Pokok Produksi (HPP). Sementara harga ayam di tingkat konsumen dapat dikatakan relatif stabil. Ketersediaan pasokan ayam yang melebihi permintaan konsumen tersebut menjadi penyebab kerugian besar yang dialami peternak. Permintaan pasar tidak menunjukkan kenaikan, sementara produksi ayam berlebih dan tidak diserap secara maksimal.
Ketiga, Pemerintah melalui Kementrian/Lembaga terkait harus bertanggung jawab atas data produksi dan demand ayam, dikarenakan tidak pernah merilis data yang valid yang dapat dijadikan acuan secara tepat mengenai produksi dan kebutuhan ayam secara benar. Kementrian Perdagangan dan Kementrian Pertanian tidak pernah merilis data yang valid dan terpercaya mengenai volume, tingkat pertumbuhan yang akurat dan tepat mengenai produksi ayam di Indonesia. Padahal data ini sangat penting bagi sektor perunggasan di Indonesia. Data ini dapat digunakan:
a) untuk mengembangkan pengembangan usaha, sehingga diketahuinya data pembeli dan penjual yang mendekati kenyataan (riil), maka produksi dan distribusinya dapat disesuaikan secara tepat,
b) ketersediaan data yang valid dan terpercaya dapat meningkatkan produktivitas ternak unggas sehingga peternak dapat melakukan usaha produksinya secara berulang.
Dengan pengalaman dan catatan yang dimilikinya, analisa mengenai proses produksi, suhu, kelembapan, pakan, penyakit dan vitamin dapat diprediksi secara tepat. Analisa tersebut tentu dapat dimanfaatkan sebagai dasar keputusan atau tindak lanjut (decesions) untuk mendapatkan produktivitas ternak yang optimal.
Keempat, Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian mengenai afkirparent stock (PS) secara dini dan pemotongan telur bertunas dari ayam ras broiler tidak dilaksanakan efektif. Surat Edaran Dirjen PKH ini diterbitkan dalam rangka mengatur keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan DOC FS (day old chicken final stock) ayam ras pedaging. Sehingga, langkah pengurangan populasi pada ayam potong diharapkan dapat menyeimbangkan kembali supply demand yang akan berdampak peningkatan harga jual ayam di pasaran.
Oleh karenanya, Surat Edaran ini seharusnya diikuti dengan pengawasan yang ketat sehingga perusahaan pembibitan PS broiler dan perusahaan integrator melaksanakan Surat Edaran tersebut secara konsisten, Namun, faktanya di lapangan, Surat Edaran Dirjen PKH tersebut tidak diikuti dengan pengawasan dan langkah jangka Panjang dengan pemangkasan telur bertunas parents stock yang dapat meningkatkan efektivitas perunggasan. Sehingga hal tersebut jika dilakukan tidak akan mengakibatkan peternak mandiri dan peternak rakyat mengalami kerugian dan kebangkrutan. Dimana sebagian besar diantaranya menutup usaha, kehilangan harta untuk membayar hutang produksi dan ada diantaranya yang depresi dan bunuh diri.
Kelima, biaya produksi yang lebih besar dari harga jual ayam. Persoalan tingginya harga bahan baku pakan ternak dan juga jagung sebagai bahan baku utama pakan ternak masih mendera peternak ayam. Peternak ayam mandiri dan peternak rakyat harus memperoleh jagung bersaing dengan broker dan perusahaan integrator yang memiliki kekuatan modal yang besar. Situasi ini disebabkan oleh adanya penguasaan di bisnis peternakan mulai dari proses pembibitan, pabrik pakan ternak, produksi obat-obatan dan vitamin ternak, hingga ke proses budidaya ayam konsumsi yang dilakukan perusahaan ayam besar (integrator). Di sisi lain, perusahaan ternak besar juga memasarkan produknya di pasar yang sama yang diakses peternak mandiri dan peternak rakyat.
Permasalahan yang dialami peternak mandiri dan peternak rakyat tersebut mengakibatkan peternak mengalami kebangkrutan, menutup usahanya, beralih profesi, bahkan kehilangan harta dan nyawanya karena tidak mampu menanggung beban yang berat.
Oleh karenanya, Sugeng menuturkan, peternak mandiri dan peternak rakyat yang tergabung SEKRETARIAT BERSAMA PERUNGGASAN INDONESIA meminta agar:
1. Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan dan Badan Pangan Nasional mengeluarkan kebijakan yang mampu meningkatkan nilai produksi dan kemampuan peternak mandiri dan peternak rakyat untuk melanjutkan usaha dan kehidupannya;
2. Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan dan Badan Pangan Nasional melakukan langkahJangkah atau mengeluarkan kebijakan yang mendorong terbentuknya tata niaga perunggasan yang berpihak peternak mandiri dan peternak rakyat dalam industri ayam. Tidak hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan integrator;
3, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan dan Badan Pangan mengeluarkan kebijakan yang dapat mengatasi disparitas harga produksi dan harga jual ayam di pasaran;
4. Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan dan Badan Pangan mengembangkan data produksi dan konsumsi unggas yang valid dan kredible yang dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan industri peternakan ayam yang memberikan ruang kepada seluruh kalangan untuk berusaha secara adil. Tidak hanya terbuka bagi investor dan pemodal besar;
5. Komnas HAM melakukan pemantauan dan pengkajian mengenai kecurangan yang terjadi dalam industri peternakan ayam di Indonesia yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hakhak peternak mandiri dan peternak rakyat untuk berusaha dan melanjutkan kemdupan secara aman dan nyaman; dan
6. Komnas Ham memanggil dan meminta keterangan kepada para pemangku kepentingan, Perusah ya Kementrian Perdagangan, Kementrian Perdagangan, Badan Pangan Nasional dan aan Peternakan Terintegrasi terkait dengan situasi yang dialami peternak mandiri dan peternak rakyat dalam industri peternakan nasional. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar