Hari Gizi Nasional yang diperingati setiap 25 Januari, merupakan momentum penting dalam menggalang kepedulian dan meningkatkan komitmen dari berbagai pihak untuk bersama membangun gizi menuju bangsa sehat berprestasi melalui gizi seimbang dan produksi pangan berkelanjutan, sehingga dapat turut mendorong pencapaian RPJMN bidang kesehatan. Dengan mempertimbangkan permasalahan Stunting yang belum mencapai target, dan evidence bahwa konsumsi protein hewani berkorelasi mencegah Stunting, peringatan HGN ke 63 tahun 2023 mengangkat Tema “Protein Hewani Cegah Stunting”; Slogan “Protein Hewani Setiap Makan” dan “Isi Piringku Kaya Protein Hewani.”
Angka stunting di Indonesia masih tinggi yaitu 24,4% (SSGI 2021), walaupun terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 27,7% (SSGI 2019) namun masih butuh upaya untuk mencapai target penurunan stunting pada tahun 2024 sebesar 14%. Tren data SSGI 2019-2021, menunjukkan Stunting terjadi sejak sebelum lahir, dan meningkat paling banyak pada rentang usia 6 bulan 13,8% ke 12 bulan 27,2% (SSGI 2019). Dari data tersebut kita dapat melihat pentingnya terpenuhi gizi ibu sejak hamil, menyusui dan gizi pada MP-ASI balita.
Gizi ibu hamil penting untuk mencegah stunting yang saat lahir yang sudah 23% . Kondisi stunting saat lahir dapat terjadi akibat kekurangan gizi dan anemia saat remaja sampai saat kehamilan. Oleh karena itu asupan gizi ibu hamil yang adekuat, sangat penting untuk mencegah ibu hamil KEK dan anemia agar tidak melahirkan bayi stunting.
Gizi ibu menyusui penting untuk memastikan kualitas ASI yang menjadi satu – satunya sumber asupan gizi pada 6 bulan pertama dengan ASI esklusif atau ASI saja yang diberikan on demand. Bayi mendapat IMD, Inisiasi Menyusui Dini, yang merupakan proses yang sangat penting untuk meningkatkan imunitas bayi karena bayi memperoleh kolustrum yang kaya antibodi. Selain itu, IMD, juga dapat meningkatkan bonding ibu dan bayi .
MPASI yang adekuat penting untuk menurunkan stunting baru pada usia 6-23 bulan. Pada periode usia 12-23 bulan terjadi peningkatan stunting 1,8 kali lipat, yang diakibatkan oleh rendahnya asupan makanan sumber protein hewani dalam makanan pendamping ASI (MP-ASI). Hal ini selaras dengan data Studi Diet Total/ SDT 2014 pada tahap Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI), terdapat 23,6% balita 0-59 bulan dengan asupan protein <80% Angka Kecukupan Protein (AKP).
Protein hewani penting dalam penurunan stunting, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Headey et.al (2018) menyatakan bahwa ada bukti kuat hubungan antara stunting dan indikator konsumsi pangan berasal dari hewan, seperti telur, daging/ikan dan susu atau produk olahannya (keju, yogurt, dll). Penelitian tersebut juga menunjukan konsumsi pangan berasal dari protein hewani lebih dari satu jenis lebih menguntungkan daripada konsumsi pangan berasal dari hewani tunggal. Sementara itu berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 2019 menunjukkan konsumsi telur, daging, susu dan produk turunannya di Indonesia termasuk yang rendah di dunia. Indonesia dengan kekayaan alamnya memiliki potensi sumber daya protein hewani, tetapi konsumsi protein per kapita masih tergolong rendah. Data Susenas 2022 menunjukkan rata-rata konsumsi protein per kapita sehari 62.21 gram (diatas estándar 57 gram), tetapi konsumsi telur dan susu 3.37 gram, daging 4.79 gram dan ikan/udang/cumi/kerang 9.58%.
Peningkatan gizi masyarakat pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dengan protein hewani setiap makan akan mempercepat penurunan stunting. Ayo sukseskan peringatan Hari Gizi Nasional ke-63 dengan menggaungkan Protein Hewani Cegah Stunting.
#ProteinhewaniCegahStunting #HGN2023 #CegahStuntingItuPenting #IsiPiringku (Lak).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar