Indonesia di tahun 2022 memiliki beberapa catatan penting terkait sosial, budaya dan ekonomi. Ketua Relawan Pendekar Indonesia Dr. Hendrawan Saragi menyoroti sektor ekonomi yang bersumber pada kebebasan, di mana manusia berhak memiliki kebebasan untuk bisa memakmurkan dirinya sesuai dengan Hak Asasi Manusia yang melekat pada setiap insan.
Ia mencontohkan, dulu di Eropa Barat terdapat sekitar 1500 kerajaan, yang masing-masing berdiri sendiri dan memiliki kebebasan yang mutlak untuk berdagang, mempertahankan diri dan meningkatkan kemakmuran, sehingga negara tersebut bisa berkembang.
"Jika kita melihat Indonesia saat ini ada sekitar 500 kabupaten kota, pula kawasan perbatasan dengan negara lain yang memiliki peran penting dalam membangun ekonomi Indonesia," ujar Saragi dalam acara Diskusi Akhir Tahun di Perpustakaan "Baca Di Tebet" Jakarta Selatan, Jumat (17/12/2022).
Indonesia ke depan diyakini bisa lebih maju dengan mengoptimalkan akal sehat dan keindahan dalam mengelola perekonomian negara. "Ekonomi memerlukan keindahan, yaitu suatu tindakan berdasarkan realitas. Tanpa keindahan, ekonomi hanya menjadi akuntansi dan keuangan. Lebih parah lagi hanya akan menjadi suatu kebijakan untuk publik," kata Saragi.
Apakah keindahan sudah ditinggalkan dalam pengelolaan ekonomi negara kita? Saragi menjawab, "Prinsip ekonomi yang layak dipertimbangkan adalah yang tidak terperosok dalam kebijakan dan delusi tata negara terpusat, dapat menjelaskan pasar, dan kepemilikan pribadi sehingga dapat beresonansi."
Dalam diskusi yang turut menghadirkan sejarawan Prof. Peter Carey, pustakawan Wien Muldian, dan penulis Kanti W. Janis sebagai pembicara itu, Saragi mengatakan bahwa ekonomi tidak berdiri terpisah atau terlepas dari konsekuensi budaya akibat kebijakan ekonomi, dan ini dapat membantu negara memahami keburukan yang tumbuh di masyarakat.
*Dua Peristiwa Ekonomi 2022*
Menurut Saragi, Indonesia di tahun 2022 memiliki dua peristiwa ekonomi yang menjadi sorotan, yaitu penyelenggaraan G20 di Bali dan Rapat Kerja Nasional Optimalisasi Pendapatan Daerah di Riau.
Saragi menilai, dalam gelaran akbar negara-negara dunia itu Indonesia dengan semangat "terlalu" tinggi membuat isu perubahan iklim dan energi hijau menjadi prioritas. "Indonesia telah mengumumkan bahwa akan memenuhi _nett zero emission_ maksimal pada tahun 2060 dan untuk ini membutuhkan biaya sebesar Rp 77.000 triliun," terangnya.
Selama lima tahun terakhir, rata-rata belanja iklim sebesar Rp 89,6 triliun atau 3,9 persen dari alokasi APBN per tahun. Menteri Keuangan juga mengungkapkan bahwa anggaran pemerintah hanya dapat menutupi 34 persen dari total kebutuhan pendanaan iklim sebesar Rp3.461 triliun atau sekitar Rp266 triliun per tahun. Untuk mencapai ini akan diberlakukan subsidi, mandat, dan berbagai pajak agar energi yang baru bisa berkembang.
Saragi menilai bahwa proposal tersebut sangat mahal. Masyarakat perlu menyadari bahwa upaya hanya demi menjaga suhu bumi di angka 1,5 derajat celcius dan "memusuhi" partikel gas karbon yang sangat kecil ini apakah sudah sepenuhnya memasukkan biaya peluang ekonomi dari mengandalkan jenis energi yang kurang nyaman dan harganya menjadi mahal?
"Dengan membuat energi lebih mahal untuk rumah tangga dan bisnis, itu dapat menimbulkan perselisihan sosial. Kerusuhan yang terjadi secara mingguan di Paris yang diakibatkan penentangan terhadap pajak karbon menggambarkan fenomena ini," ujar pria yang juga pakar pengembangan wilayah itu.
Menurutnya, kecepatan respons Indonesia dengan isu perubahan iklim yang diberikan oleh kelompok orang luar ini cukup mengherankan. "Di tahun 2009 negara kita membuat target akan menurunkan emisi sebesar 26%, naik menjadi 29% di tahun 2016, dan 31,89% di tahun 2030, bahkan menawarkan target menjadi 43,2% bila ada bantuan asing. Apakah isu penting yang berasal dari dalam negeri ada yang lebih berguna dan secepat ini meresponsnya? Kita masyarakat perlu juga memikirkannya," kata Saragi.
Ia menegaskan, "Indonesia memiliki kekayaan Sumber Daya Alam yang melimpah dan harganya yang dinilai relatif terjangkau. Maka, sudah selayaknya seluruh rakyat Indonesia di setiap daerah menikmati kesejahteraan."
*Keadilan bagi Daerah*
Pada saat yang sama Ketua Relawan Pendekar Indonesia mengatakan, total belanja negara untuk Kabupaten Kepulauan Meranti yang sebesar Rp. 1,1 trilun, angka itu meliputi Rp. 124,64 miliar dana subsidi atau kompensasi, Rp 118 miliar untuk belanja kementerian dan lembaga, dan Rp 861,2 miliar untuk dana transfer ke daerah atau TKD.
Sementara total penerimaan negara dari Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp. 453,97 miliar. Angka itu meliputi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp. 323,112 miliar dan penerimaan perpajakan sebesar Rp. 130,858 miliar.
"Selisih belanja negara dan penerimaan negara dari Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 649,921 miliar. Bila dibandingkan dengan anggaran pemerintah untuk kegiatan G20 di Bali, maka anggaran untuk masyarakat kabupaten Kepulauan Meranti yang memiliki kemiskinan ekstrim sebanyak 25,68% lebih sedikit sekitar Rp 20 milyar, di mana anggaran yang dihabiskan untuk G20 ada sebesar Rp. 674 milyar," terang Saragi.
Relasi pusat dan daerah adalah hal yang sangat penting untuk kemakmuran ekonomi wilayah. Pemerintah pusat sering dianggap sebagai "Robinhood," yang mengambil kekayaan daerah dan membagi-bagikannya kepada daerah lain, ujar Saragi.
"Kebebasan untuk makmur bukanlah hadiah yang diberikan kepada masyarakat di daerah oleh pemerintah pusat, tetapi hak yang menjadi milik masyarakat oleh hukum Tuhan dan alam," imbuhnya.
Bagi Saragi, solusi untuk masalah di kabupaten Kepulauan Meranti dan berbagai wilayah lainnya di negara ini tidak akan ditemukan dalam campur tangan yang lebih banyak oleh kementerian, tapi dapat dalam suasana kepemilikan sumberdaya milik daerah yang terjamin dan perdagangan bebas antardaerah.
"Tanpa pembelaan moral yang konsisten terhadap kebebasan daerah, pengikisan tanpa henti terhadap kepemilikan sumber daya daerah tidak dapat dihindari. Padahal, tujuan dan rancangan berdirinya pemerintahan yang sah adalah untuk menjamin dan memperluas hak kepemilikan sumberdaya daerah sehingga daerah dapat menjadi makmur," ujar Ketua Relawan pendukung Andika Perkasa itu.
Ia menambahkan, "Sebagian besar kesalahan bernegara sebenarnya karena kegagalan kita untuk mengikuti konstitusi. Padahal, konstitusi itu jika kita menginginkannya, dapat memberikan panduan yang diperlukan untuk kita. Konstitusi mengatakan tujuan nasional adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta memajukan kesejahteraan umum. Oleh sebab itu, jika ada tindakan legislatif yang bertentangan dengan konstitusi, maka akan menjadi tugas pengadilan yudisial untuk membatalkan undang-undang tersebut."
*Pemimpin yang Tegas dan Cerdas*
"Ke depan Indonesia harus memiliki seorang pemimpin yang memiliki sifat ketegasan, integritas, serta proporsi yang cerdas dan pantas untuk terus memakmurkan Indonesia," ujar Saragi.
Menjelang pergantian pemimpin nasional di tahun 2024, diskursus terkait bursa Calon Presiden juga menyentuh pada upaya pencarian figur yang dinilai taat kepada konstitusi negara.
Saragi mengatakan, "Ada sosok yang Pantas untuk menjadi Presiden Indonesia 2024-2029, yaitu Jenderal Andika Perkasa. Jadi mengapa banya orang hampir tidak pernah mendengar tentang Andika Perkasa terlepas dari kenyataan bahwa beliau telah berkali-kali menjalankan amanah tugas terhormat dan strategis di dalam menjaga pertahanan negara selama 35 tahun tanpa pernah meninggalkan prinsipnya?"
Ini terutama karena beliau tidak dekat dengan "arena pacuan kuda," penggalangan uang, dan bukan pengurus partai politik, ujar Saragi. Mengikuti prinsip dasar konstitusi, ini bukan berarti bahwa Andika Perkasa tidak dapat bersaing di arena tersebut. Para pendiri negara telah memulai "negeri Indonesia yang merdeka" dan Jenderal Andika berusaha melestarikannya.
"Para Bapa Pendiri Bangsa membangun hak dan kebebasan yang belum pernah ada sebelumnya, dan Andika Perkasa berusaha mempertahankannya. Kualitas kepemimpinan yang asli itu tidak dipalsukan, tidak dapat dibeli dan menghormati konstitusi serta mencintai masyarakat, ini yang membuat Andika Perkasa pantas menjadi Presiden Republik Indonesia 2024-2029," pungkasnya. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar