Sesudah 77 tahun merdeka, Indonesia menghadapi tantangan serius, antara lain radikalisme agama, oligarki dan korupsi. "Untuk itu, setiap komponen bangsa diajak untuk berkomitmen pada lima hal, yaitu “Komitmen pada bangsa, pada demokrasi, pada hak-hak asasi manusia, pada kemerdekaan beragama dan berkepercayaan, dan pada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Pakar filsafat politik Prof. Franz Magnis Suseno dalam diskusi filsafat politik bertajuk “Kritik atas Manifesto Politik 2022: Mempercantik Keindahan Indonesia dengan Akal Sehat” yang digelar Pendekar Indonesia secara Hybrid, Minggu (6/11/2022).
Untuk di ketahui, Perkataan penulis buku “Etika Politik” itu merupakan respons terhadap Manifesto Politik (Manipol) 2022 yang ditulis oleh aktivis muda Dr. Hendrawan Saragi dengan judul “Mempercantik Keindahan Indonesia dengan Akal Sehat.”
Menurut Magnis-Suseno, Manipol tersebut perlu ditanggapi dan ditindaklanjuti dengan sikap "Akhiri Impunitas! (Impunitas adalah keadaan tidak dapat dipidana: nirpidana), nir-toleransi terhadap korupsi, nir-toleransi terhadap intoleransi beragama, berhenti merusak lingkungan hidup, dan tuntut sikap dari para Capres".
Disisi lain, Isi Manipol itu sendiri merupakan edisi revisi dari Manipol yang ditulis Saragi pada 30 Oktober 2022. Dalam Manipol yang telah direvisi bertanggal 1 November 2022, Saragi memuat lima pernyataan yaitu (1) Keindahan dan akal sehat (2) Akal sehat sebagai alat menilai hal baik dan buruk (3) Menekan praktik korupsi oknum aparatur negara (4) Menghentikan polarisasi masyarakat (5) Mengajak mempercantik keindahan berbangsa.
Membangun Akal Sehat
Dalam Manipol-nya Saragi menerangkan, Kami menyimpulkan bahwa pengalaman berbangsa dicirikan oleh tiga kemampuan yang terintegrasi, yaitu pengenalan akan kebenaran, keadilan, dan keindahan. Manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, dapat membedakan yang adil dari yang tidak adil. Oleh karena itu akal sehat merupakan alat menilai hal baik dan buruk dalam hal-hal praktis berbangsa.
"Akal sehat merupakan kombinasi dari kebijaksanaan dan kehati-hatian. Kebijaksanaan adalah mengetahui apa yang harus dilakukan dan kehati-hatian adalah mengetahui kapan dan di mana harus melakukannya," ucapnya.
Ketiadaan akal sehat merupakan malapetaka besar dalam kehidupan berbangsa. "Melalui akal sehat itu kita diajak melihat permasalahan bangsa secara jernih," imbuh Saragi.
Dengan dasar akal sehat itu ia mengusulkan kepada pihak berwenang suatu cara meminimalisasi praktik korupsi aparatur negara secara sederhana tetapi efektif.
Lebih lanjut, Saragi menegaskan, caranya bukan dengan melipatgandakan tenaga penegakan hukum terhadap tindak korupsi, tapi dengan mengurangi secara radikal kebijakan dan hukum tertentu yang melumpuhkan, yang membuat korupsi dimungkinkan. Tindakan setengah jalan tidak mungkin berhasil karena akan mempertahankan insentif untuk berdagang di pasar gelap.
Pria yang juga Ketua relawan Pendekar Indonesia itu meyakini dengan cara tersebut tidak hanya korupsi akan diminimalkan, tetapi aparat negara kemudian akan bebas beroperasi melawan kejahatan yang sebenarnya. Usulan itu diharapkan dapat meningkatkan nama baik terhadap penegakan hukum dan aturan.
Hentikan Polarisasi Masyarakat
Di saat yang sama, Saragi yang juga peneliti ekonomi dan pengembangan wilayah mengatakan, politik identitas dan rasisme sistemik merupakan ancaman yang sangat berbahaya bagi ide berbangsa.
Kemudian, Saragi menyebut, kehadiran fenomena sosial politik yang mempopulerkan sebutan tak pantas seperti ‘cebong’ dan ‘kadrun’ menimbulkan tantangan berbangsa saat ini. Hal tersebut dapat berdampak pada tidak adanya minat kerja sama sosial, enggan untuk hidup bersama, sehingga terpisah dari konsepsi sejarah tentang apa artinya berbangsa Indonesia.
Lebih jauh, Saragi yang namanya dikenal setelah mendeklarasikan permohonan dan dukungan kepada Jenderal Andika Perkasa untuk maju sebagai calon Presiden republik Indonesia 2024-2029 itu mengajak masyarakat memikirkan kembali jati diri individu masing-masing dan menolak dimanipulasi oleh pihak tertentu.
"Masyarakat perlu menghindari rasa benci dan balas dendam. Kita harus merangkul keindahan yang dibangun dari perdamaian dan keinginan akan kesejahteraan," katanya.
Dan yang paling penting, Mulai sekarang mari berhenti melabeli pihak yang berbeda pandangan politik dari kita dengan sebutan ‘kadrun’ atau ‘cebong’ dan mulai belajar berpolitik tanpa harus terjebak dalam polarisasi.
Kampanye politik ke depan seyogyanya mengajarkan kepada generasi muda bagaimana berpolitik secara beradab dan indah. "Program kampanye solid tidak sekadar menciptakan antusiasme para pendukungnya, tapi juga jangan sampai merendahkan dan mempermalukan lawannya," ucapnya.
Dengan demikian, politik bisa menjadi faktor terdepan dalam mengajak segenap rakyat Indonesia mempercantik keindahan hidup berbangsa. Tanpa polarisasi Indonesia akan menjadi lebih indah.
Saragi mengaku terinspirasi mempercantik keindahan hidup berbangsa dari filsafat Nusantara "memayu hayuning bawana" yang berarti "mempercantik keindahan dunia." Tujuan filsafat ini adalah meraih kehidupan yang tertata dan tenteram. Maka, dalam manipol 2022 ia mengundang semua anak kandung Ibu Pertiwi untuk berikhtiar mempercantik indahnya kehidupan berbangsa di Indonesia.
Ke depan, keindahan berbangsa dapat dicapai juga dengan adanya pemimpin nasional yang tegas, cerdas, dan pantas. Meski tidak ada formula ajaib untuk menjadikan Indonesia ‘Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat,’ tetapi kita akan terus menyuarakan apa yang menurut kami dapat membantu bangsa ini meraih cita-cita itu.
"Dan yang pasti, Manifesto Politik ini adalah harapan tulus, dan saya mengajak Anda, mari kita mempercantik keindahan Indonesia dengan akal sehat," pungkasnya. (Lak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar