Salah satu anak pendiri Blue Bird Elliana Wibowo (58th) menggugat Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Mantan Kapolri Bambang Hendarso Danuri di PN Jakarta Selatan. Elliana menilai kedua pihak tersebut turut bertanggungjawab atas terhentinya penyidikan tindak pidana yang telah dialaminya pada tahun 2000 dan atas tidak diterimanya dividen selama hampir 10 tahun. Elliana menunjuk Stefanus Roy Rening dan sejumlah pengacara lain sebagai kuasa hukum yang telah mendaftarkan dua jenis gugatan sekaligus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari Jum’at, 22 Juli lalu.
“Gugatan praperadilan dengan nomor perkara No. 63/Prapid/2022/PN. JKT. SEL, kami tujukan ke Kapolda atas terhentinya penyidikan kasus pengeroyokan dan penganiayaan. Padahal putusan praperadilan PN Jakarta Selatan memerintahkan Kepolisian untuk melimpahkan berkas ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap. Jadi tak ada pilihan lain kecuali melimpahkan berkas perkara kepada Kejaksaaan Negeri Jakarta Selatan,” kata Roy kepada Surat Kabar Duta Nusantara Merdeka di Jakarta, Rabu, (27/7).
Berawal dari Rapat Umum Pemegang Saham Blue Bird pada 23 Mei 2000, Elliana dan Janti mengalami intimidasi, kekerasan, dan pengeroyokan yang dilakukan oleh oknum direksi dan komisaris Blue Bird. Ia melapor ke Polres Jakarta Selatan (Surat Laporan Polisi No. Pol. 1172/935/K/V/2000/Res.Jak.Sel tertanggal 25 Mei 2000).
Berdasarkan penyelidikan dan penyidikan, Polres Jakarta Selatan menetapkan 4 tersangka, yaitu Purnomo Prawiro, Noni Sri Aryati Purnomo, Indra Marki dan Endang Purnomo. Polres lalu menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri. Namun pada 4 Agustus 2000, Kejaksaan mengembalikan berkas perkara dengan petunjuk lewat Surat Nomor B-78/P-1.13.3/E.2/08/2000. Hingga kini, Polres tidak menindaklanjuti petunjuk jaksa dan mengabaikan perkara tersebut.
Roy menjelaskan, permohonan praperadilan yang diajukan Elliana adalah bagian dari pengawasan secara horizontal atas praktik penegakan hukum di Kepolisian. “Ini juga upaya mendukung Polri dan dalam mewujudkan visi Kapolri saat ini, yaitu Presisi. Peningkatan kinerja penegakan hukum, penguatan fungsi pengawasan dan pengawasan oleh masyarakat pencari keadilan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Roy menambahkan, selain gugatan praperadilan, Elliana juga sedang memperjuangkan hak–haknya sebagai salah satu pemegang saham pendiri. Sejak 2013 hingga kini ia belum menerima dividen dari Blue Bird Group.
Ada pun, pihak-pihak yang digugat perdata adalah Dr H Purnomo Prawiro, Noni Sri Ayati Purnomo, Hj Endang Purnomo, Dr Indra Marki, Kepala Kepolisian Republik Indonesia cq Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Jenderal Polisi (Purn) Drs H. Bambang Hendarso Danuri, M.M., PT Big Bird, PT Blue Bird Tbk sebagai para Tergugat dan Otoritas Jasa Keuangan serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai Turut Tergugat. Gugatan tersebut terdaftar dengan Nomor Perkara 677/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Sel.
“Gugatan perbuatan melawan hukum dilakukan karena Elliana merasa dirugikan secara materiil dan immaterial,” tambah Roy.
Adapun kerugian perdata yang dialami Elliana sebagai Penggugat terdiri
dari kerugian materiil dan kerugian imateriil. Kerugian material akibat serangkaian tindak pidana yang dihentikan penyidikannya serta tidak dibayarkannya dividen selama 10 tahun enam bulan yang dikualifikasi sebesar Rp. 1.363.768.900.000, - (Satu triliun tiga ratus enam puluh tiga miliar tujuh ratus enam puluh delapan juta sembilan ratus ribu rupiah).
Sedangkan kerugian immaterial sebesar Rp.10.000.000.000.000 (sepuluh
triliun rupiah). Upaya hukum ini dilakukan, agar Elliana yang merupakan korban kekerasan fisik segera mendapatkan hak-haknya kembali sebagai ahli waris dari pendiri Blue Bird Group. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar