Kegiatan sosialisasi Perma 5/2019 sebenarnya sudah dilaksanakan oleh Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung pada tahun 2020. Kegiatan tersebut baru terselenggara satu kali di Semarang, kemudian terhenti karena terjadi Pandemi Covid-19.
YM Prof. Amran Suadi bertindak sebagai narasumber dalam kegiatan sosialisasi Perma 5/2019. Kegiatan ini diikuti oleh pimpinan dan hakim tinggi Pengadilan Tinggi Agama Medan (PTA Medan), ketua Pengadilan Agama se wilayah PTA Medan, Kantor Urusan Agama di wilayah Kota Medan, dan _stakeholder_ terkait lainnya se-wilayah Kota Medan.
Mahkamah Agung begitu _concern_ terhadap isu perlindungan anak. Ketika usia perkawinan anak disamakan antara laki-laki dan perempuan di usia 19 berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2019, Mahkamah Agung langsung menerbitkan Perma 5/2019 untuk mendukung kebijakan pembentuk undang-undang terkait usia perkawinan.
Selama ini, ada paradigma bahwa dispensasi kawin kontra produktif dengan semangat meminimalisir pernikahan pada usia anak. Tidak semua permohonan dispensasi kawin dikabulkan, hanya permohonan yang tidak bisa dielakkan lagi untuk tetap melaksanakan perkawinan dan disertai alat bukti pendukung yang cukup yang dapat dikabulkan, tegas guru besar bidang perlindungan perempuan dan anak ini.
Hakim pemeriksa perkara perlu memberikan nasihat sekaligus meminta keterangan dari anak, kedua orang tua anak, calon suami/istri, dan kedua orang tua calon suami/istri. Jika hakim luput dalam memberikan nasihat, meminta keterangan atau mempertimbangkan keterangan tersebut, mengakibatkan penetapan batal demi hukum, tegas YM Prof. Amran Suadi.
Kegiatan sosialisasi ditutup dengan pemberian pembinaan oleh YM Prof. Amran Suadi dan sesi tanya jawab oleh para peserta sosialisasi. Para peserta terlihat sangat antusias mengikuti acara hingga akhir. (Lak/Tha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar