Reforma agraria sebagai program strategis nasional memiliki peranan penting dalam rangka mengurangi ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah. Implementasi program reforma agraria harus dapat menjunjung tinggi nilai persatuan agar tidak menimbulkan perpecahan antarwarga dan dapat memegang teguh keadilan sosial. Untuk itu, diperlukan penyelesaian legalisasi aset wilayah perbatasan sebagai upaya penegakan kedaulatan NKRI dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Saya minta penyelesaian persoalan lahan di wilayah-wilayah perbatasan, seperti legalisasi aset pada 111 pulau-pulau kecil terluar, harus menjadi perhatian kita bersama,” ujar Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin dalam sambutannya pada acara Penutupan Pertemuan Puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA Summit 2022) secara virtual, Kamis (9/06/2022).
Menurut Wapres, adanya Undang-Undang Cipta Kerja telah memberikan pondasi dalam mewujudkan sinkronisasi penyelesaian pertahanan nasional, di antaranya melalui kebijakan Satu Rencana Tata Ruang yang dapat digunakan menjadi acuan bersama.
“Harmonisasi kebijakan penataan ruang merupakan ikhtiar yang menjadi kunci dalam menentukan arah pembangunan, memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, termasuk perizinan berusaha, dengan tetap memperhatikan keseimbangan tiga aspek penting, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan,” terang Wapres.
Lebih jauh, Wapres menegaskan pentingnya komitmen terhadap penataan aset dan akses daerah terpencil dan tertinggal melalui kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat.
“Penataan aset dan akses di wilayah pesisir serta daerah terpencil dan tertinggal membutuhkan komitmen, antara lain dengan memberikan kepastian hukum hak atas tanah,” tegasnya.
Adapun terkait dengan sertifikasi lahan tersebut, Wapres meminta agar dapat diberikan tidak hanya mudah namun juga harganya dapat dijangkau masyarakat.
“Sertifikasi sebagai bagian dari reforma agraria hendaknya dilaksanakan secara adil, mudah, dan murah,” tutur Wapres.
“Tidak hanya mudah untuk para pemilik tanah yang luas, melainkan juga kepada para pemilik tanah sempit yang umumnya terdiri dari rakyat kecil,” imbuhnya.
Selain itu, Wapres juga mengungkapkan perlunya kerja sama lintas sektor sebagai upaya kolaboratif di dalam mengoptimalkan program Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).
“Kerja kolaboratif harus terus didorong, salah satunya melalui optimalisasi Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), sebagai wadah koordinasi lintas sektor yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria,” ujar Wapres.
Menurutnya, aturan tersebut perlu didukung oleh ketersediaan dokumen perencanaan tata ruang, khususnya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang perlu segera diakselerasi.
Menutup sambutannya, Wapres berharap penyelenggaraan GTRA Tahun 2022 dapat menjadi percontohan dalam penyelesaian persoalan agraria bagi masyarakat pesisir.
“Pertemuan Puncak GTRA tahun 2022 di Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara diharapkan dapat menjadi model atau percontohan penyelesaian persoalan agraria bagi masyarakat di wilayah pesisir secara terpadu,” pungkasnya.
Sebelumnya Dirjan Penataan Agraria Andi Tenrisau menyampaikan kesepakatan GTRA Summit 2022 yaitu diberikannya kepastian hukum berupa sertifikasi hak atas tanah bagi pulau-pulau kecil terluar, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
“GTRA Summit 2022 bersepakat bahwa seluruh pulau-pulau kecil terluar harus diberikan kepastian hukum berupa sertifikasi hak atas tanah guna mendukung pertahanan dan keamanan, termasuk tentunya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tidak lupa dengan pelestarian lingkungan,” tutur Andi.
Hadir pada kesempatan tersebut Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra dan Bupati Wakatobi Haliana.
Sementara Wapres didampingi oleh Kepala Sekretariat Wapres Ahmad Erani Yustika dan Staf Khusus Wapres Masduki Baidlowi. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar