Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berwenang untuk menyelesaikan kasus pertanahan, yang meliputi sengketa, konflik, atau perkara tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sengketa dan konflik sejatinya harus diuraikan, bukan hanya di hilir, namun juga hulunya yang dalam hal ini adalah kualitas produk.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil saat membuka Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Ditjen PSKP) Tahun 2022 di Hotel Le Meridien, Jakarta, Senin (06/06/2022).
Ia mengatakan, kurangnya kualitas pada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dapat memicu terjadinya sengketa dan konflik pertanahan.
"Yang paling penting hulunya ini harus sama-sama kita perbaiki kualitas produk. Perbaiki hulunya yang menjadi prioritas utama. Hulunya terkait PTSL, ternyata banyak masalah, sekarang sedang diperbaiki Tim Pembina Pusat Peningkatan Kualitas PTSL. Identifikasi apa masalahnya," ujarnya dalam kesempatan tersebut.
Menteri ATR/Kepala BPN mengatakan, dalam menangani kasus pertanahan, mediasi adalah cara yang terbaik. Seperti yang diketahui, mediasi merupakan proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak yang difasilitasi oleh Kementerian ATR/BPN bersama dengan mediator pertanahan. Dengan mediasi, tidak perlu lagi proses peradilan yang dijalankan di pengadilan dengan tugas memeriksa, memutus, dan mengadili perkara.
"Saya pikir sengketa ini kan banyak sekali yang bisa diselesaikan dengan mediasi. Dan itu saya yakin Bapak/Ibu juga sudah banyak sekali menangani masalah dengan mediasi. Mediasi itu kalau bisa mencapai kesepakatan maka lebih cepat tuntas, murah, tidak ribut-ribut, yang penting masalah selesai," tuturnya.
Ia pun mengimbau agar mediasi menjadi indikator kinerja penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan. "Yang menjadi KPI (_Key Performance Indicator_, red) itu berapa banyak sengketa yang diselesaikan terutama dengan mediasi. Maka proses peradilan lebih sedikit. Maka dari itu, kalau ada masalah coba dicari penyelesaian dengan mediasi," tegas Sofyan A. Djalil.
Dirjen PSKP Kementerian ATR/BPN, R.B. Agus Widjajanto mengungkapkan bahwa dalam menjalankan tugas, jajarannya harus mengacu pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan. Menurutnya, saat ini diperlukan strategi percepatan realisasi program penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan. "Saya berharap kita semua dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam mengamanatkan peraturan tersebut," ungkapnya.
Turut hadir dalam Rekernis ini, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang, Hary Sudwijanto; Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum dan Litigasi, Iing R. Sodikin; Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama beserta jajaran Ditjen PSKP di Kementerian ATR/BPN serta Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan seluruh Indonesia. (Lak/Tha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar