Persidangan ke-4 kasus dugaan perusakan papan bunga di Mapolres Lampung Timur telah berlangsung di PN Sukadana, Lampung Timur, Provinsi Lampung, pada hari Senin, 23 Mei 2022. Sidang yang dimulai pukul 10.00 wib itu menghadirkan 5 (lima) orang saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lampung Timur.
Para saksi yang hadir adalah atas nama Yulis binti Yusuf (saksi korban), Holili bin Umar dan Wely Santana bin Hasan Efendi (keduanya saksi fakta dari Polres Lampung Timur), serta Hengki Saputra bin Khairul dan Zainuddin bin Zainal Arifin (saksi fakta dari penyewaan papan bunga). Kehadiran kelima saksi tersebut semakin membuka dengan terang-benderang tentang adanya rekayasa kasus yang mendudukkan Wilson Lalengke, Edi Suryadi, dan Sunarso sebagai pesakitan dalam perkara papan bunga itu.
"Berdasarkan keterangan kelima saksi di persidangan hari ini, terbongkar semua rekayasa BAP para saksi yang sudah dihadirkan JPU, termasuk dua saksi yang dihadirkan pada persidangan terdahulu. Semua keterangan di BAP mereka merupakan kebohongan belaka," beber Ketua Tim PH, Advokat Ujang Kosasih, SH, didampingi rekannya, Advokat Daniel Minggu, SH, MH, kepada wartawan usai persidangan, Senin, 23 Mei 2022.
Dari pantauan media di ruang sidang terlihat jelas bahwa keterangan para saksi sangat berbeda, bertolak belakang, dan tidak singkron dengan isi dokumen Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mereka. Salah satunya, dan ini bersifat amat fatal, adalah pengakuan Yulis, Hengki Saputra, dan Zainuddin yang mengatakan bahwa ketiga saksi ini tidak disumpah saat di-BAP penyidik Polres Lampung Timur namun mereka hanya disuruh menanda-tangani dokumen sumpah.
Terkait dokumen sumpah yang diduga aspal (asli tapi palsu) tersebut, Wilson Lalengke dan kawan-kawan berencana melaporkan para pihak terkait ke Polisi. "Saya sadar bahwa di negeri yang penuh rekayasa hukum ini kemungkinan pihak Polri enggan atau tidak akan serius menanggapi laporan kami, tapi kita akan tetap berikhtiar melaporkan semua pihak yang terlibat dalam pembuatan dokumen-dokumen aspal itu yakni mereka yang bersekongkol membuat dokumen sumpah yang tidak seperti fakta sebenarnya alias palsu tersebut. Mereka terancam pidana 6 tahun penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP," papar alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini menjawab pertanyaan media usai persidangan, Senin, 23 Mei 2022.
Dari sekian banyak keterangan di BAP yang berbeda dengan fakta persidangan, berikut diuraikan beberapa kejanggalan atau kebohongan isi BAP.
Yulis binti Yusuf, pemilik usaha papan bunga Sanjaya Florist mengaku tidak disumpah dan hanya diminta menanda-tangani lembaran dokumen sumpah oleh petugas pengambil sumpah, IPDA Meidy Hariyanto, SH, MH; juru sumpah, AIPDA Arif Darmawan, yang disaksikan oleh Bertus Simanulang, SH dan Trindo Romanda, SR, SH.
Yulis juga mengaku tidak ada kerusakan pada papan bunganya, padahal selama ini dia selalu mengatakan papan bunganya mengalami kerusakan. Dalam BAP, Yulis mengaku papan bunganya mengalami penyusutan barang dan mengklaim dirugikan sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) akibat dirobohkan. Kerusakan papan bunganya itu juga disampaikannya pada acara Restorative Justice (RJ) yang digelar di Kejari Lampung Timur, Jumat, 8 April 2022 lalu. Faktanya, di persidangan hari ini dia tegas mengatakan tidak ada kerusakan pada papan bunganya.
Kontradiktif dengan keterangan di atas itu, Yulis malah mengaku bahwa dirinya tidak dirugikan dari peristiwa perobohan papan bunganya karena tidak rusak. Ketika ditanyakan mengapa dia mengklaim mengalami kerugian Rp. 3 juta, dia berkelit dengan mengatakan bahwa akibat kejadian perobohan papan bunga pada Jumat, 11 Maret 2022, dia tidak bisa mengambil papan bunganya karena ditahan oleh Polres untuk barang bukti dugaan kasus pengrusakan. Saat dipertanyakan oleh Advokat Daniel Minggu, SH, MH tentang apakah pihak Wilson Lalengke yang harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialaminya itu, Yulis kebingungan menjawabnya.
Keterangan Holili bin Umar lebih seru lagi bohongnya. Awalnya, Holili bersih-keras mengatakan bahwa dia melihat dengan mata kepalanya sendiri peristiwa perobohan papan bunga. Namun ketika ditanyai tentang detail kejadian dan peran masing-masing pelaku perobohan, dia kelimpungan dan akhirnya mengaku hanya melihat dari video yang beredar di media sosial.
Holili yang menjabat sebagai Kasi Humas Polres Lampung Timur mengatakan bahwa dia mendengar langsung percakapan Wilson Lalengke dengan Syarifudin bin Ahmad Junaidi (saksi pelapor yang juga anggota Polres Lampung Timur), namun kemudian mengakui bahwa dia hanya mendengar cerita dari Syafrudin dan dari video yang viral di media sosial. Holili tidak melihat langsung peristiwa tersebut, juga tidak mendengar langsung ucapan Wilson Lalengke ke Syarifudin.
Dalam persidangan maupun di BAP-nya, Holili mengaku bahwa dia melihat kerusakan papan bunga yang dirobohkan Ketum PPWI Wilson Lalengke dengan melihat langsung ke lokasi di depan pagar Polres Lampung Timur sepulang dari acara video conference (vicon) Kapolres di luar Mapolres sekira pukul 11.30 wib. Keterangan Holili ini merupakan kesaksian yang tidak benar karena berdasarkan kesaksian Hengki Saputra dan Zaiunddin, papan bunga yang dirobohkan tersebut langsung dibawa pulang oleh mereka berdua ke tempat usaha papan bunga AL-EL Florist milik Wiwik Sutinah segera setelah dirobohkan, dan dipasang kembali sekitar pukul 14.00 wib.
Kesaksian Wely Santana bin Hasan Efendi ibarat bangunan keterangan yang serupa dan sebangun alias sami mawon alias sama-sama bohong. Hampir seluruh keterangan di BAP Wely Santana merupakan copy-paste dari isi BAP Holili.
Pada saat kejadian, Wely Santana, Holili, dan Syarifudin kebetulan sedang berkendaraan mobil bergerak ke arah luar gerbang Polres untuk mengejar dan mendokumentasikan acara vicon Kapolres di luar Mapolres. Jadi keterangan ketiga orang ini di BAP mempunyai banyak sekali persamaan. Hal itu menyebabkan, jika kesaksian yang satu berisi kebohongan, otomatis keterangan BAP rekannya yang dua lagi juga bohong.
Parahnya, ketika Advokat Daniel Minggu, SH, MH menanyakan tentang isi dan konsekuensi Pasal 170 KUHP, Wely Santana mengaku tidak tahu. Dapat dibayangkan buruknya kinerja oknum polisi seperti ini yang merupakan aparat penegak hukum, namun tidak paham aturan hukum yang hendak ditegakkannya.
Ketika Ketua Majelis Hakim, Diah Astuti, SH, MH, bertanya tentang apakah pihak Polres tidak mempertanyakan adanya papan bunga yang isinya melecehkan pihak lain (wartawan - red), Wely Santana terlihat gugup, bingung, dan menjawab tidak tahu.
Pada bagian akhir, ditampilkan dua saksi fakta, Hengki Saputra dan Zainuddin. Kesaksian kedua karyawan toko usaha papan bunga AL-EL Florist milik Wiwik Sutinah binti Slamet di persidangan hari ini membuka semua kebohongan yang disampaikan para saksi terdahulu, khususnya Syarifudin, Holili, Wely Santana, dan Wiwik Sutinah.
Pasalnya, kedua saksi fakta tersebut dengan gamblang menjelaskan bahwa papan bunga yang dirobohkan di depan pagar Polres Lampung Timur hanya mengalami kerusakan sedikit. Segera setelah dirobohkan, papan bunga itu langsung dibawa pulang atas perintah Wiwik Sutinah, ke tempat usahanya dan diperbaiki. Setelah itu, dipasang kembali di lokasi semula sekitar pukul 14.00 wib.
Lagi, menurut Hengki dan Zainuddin, papan bunga satunya lagi milik Wiwik Sutinah yang dipasang di halaman gedung utama Mapolres tidak mengalami kerusakan. Ketika ditanyakan siapa yang mendirikan kembali papan bunga tersebut, keduanya menjawab tidak tahu. Mereka hanya memperbaiki papan bunga kiriman tokoh adat buay beliuk negeri tua yang terpasang di depan pagar.
Dari keterangan Hengki dan Zainuddin di persidangan (yang sebenarnya berbeda dengan keterangan keduanya di BAP - red), dapat disimpulkan bahwa kerugian yang diklaim Wiwik Sutinah sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) tidak terbukti alias tidak benar. Dari keterangan mereka berdua, kesaksian Holili dan Wely Santana bahwa mereka melihat papan bunga yang rusak itu langsung ke lokasi sepulang dari acara vicon Kapolres merupakan kebohongan belaka.
Kesaksian dusta Holili dan Wely Santana itu juga diperkuat oleh kesaksian Syarifudin di persidangan terdahulu (Selasa, 17 Mei 2022 - red) bahwa dia langsung ke ruang Kapolres mendokumentasikan pertemuan audiensi Kapolres AKBP Zaky Alkazar Nasution dengan rombongan PPWI. Walaupun di BAP, Syarifudin juga menerangkan bahwa dia mengetahui kerusakan papan bunga karena langsung ke lokasi perobohan sepulang dari acara vicon, persis serupa dan sebangun dengan isi BAP Holili dan Wely Santana.
Saat awak media ingin mendapatkan komentar dan konfirmasi dari para saksi dan JPU, tidak seorangpun dari mereka bersedia melayani wartawan yang meliput di PN Sukadana. "No comment Bang," kata salah satu saksi menolak wawancara. Seperti biasa, JPU langsung ngacir menghindar dari para kuli digital usai sidang dinyatakan ditutup.
Sementara itu, Ketua Tim PH Wilson Lalengke, Advokat Ujang Kosasih, mengatakan bahwa pihaknya akan mendesak Majelis Hakim untuk memeriksa para saksi verbalisan (penyidik Polres Lampung Timur - red) pada persidangan berikutnya. "Kita juga akan membahas bersama Tim PH terkait masifnya rekayasa keterangan dalam BAP para saksi yang sudah dihadirkan dalam dua kali persidangan terakhir. Nanti kita sampaikan langkah hukum yang akan kita tempuh terkait rekayasa BAP tersebut," ujar advokat kelahiran Banten ini didampingi rekannya, Advokat Daniel Minggu, SH, MH, Senin, 23 Mei 2022.
Persidangan berikutnya (sidang ke-5) dijadwalkan Senin mendatang, 30 Mei 2022, dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi dari JPU. Untuk diketahui, JPU masih akan menghadirkan 10 orang saksi lagi dalam perkara ini. (TIM/Arianto)
Sumber: PPWI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar